08. Prepare

2.6K 369 111
                                    

Arina mengernyit bingung saat melihat banyak orang yang tampak datang untuk mendekorasi rumah mewah keluarga Corald. Apa gadis itu sudah ketinggalan berita, sehingga ia tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Arina menghentikan langkah Bi Mia yang kebetulan lewat di depannya.

"Bi, kenapa ada banyak orang di sini?" Bi Mia hanya diam sambil tersenyum, wanita itu lalu menggeleng.

"Tidak tahu Non." Arina mendengus sebal kenapa tidak ada yang ingin memberitahukannya.

"Arina." gadis itu menoleh ke arah Mr Rans yang baru datang bersama sang istri.

"Iya Paman?"

"Cepat ganti bajumu, kau harus ikut Devano untuk membeli sesuatu." Arina mengerutkan dahi, sepertinya ada yang mereka sembunyikan tapi apa. Tidak ambil pusing Arina lantas mengangguk dan pergi ke kamar untuk berganti pakaian.

Bertepatan dengan Arina yang keluar dari kamar, saat itu juga ia melihat Devano di depan kamarnya. Penampilannya berbeda seperti saat ia bekerja, kali ini laki-laki itu hanya menggunakan kaos oblong berwarna hitam serta celana kain berwarna abu-abu. Sedangkan Arina memakai sweater abu-abu dengan bawahan rok hitam pendek. Jika dilihat mereka seperti pasangan couple, sangat serasi.

"Ayo." Arina segera mengikuti Devano dari belakang. Setelah memasuki mobil, Devano segera menginjak gas untuk pergi ke suatu tempat.

Selama perjalanan mereka hanya diam, Arina sibuk melihat jendela dan Devano yang fokus menyetir.

Arina mengernyitkan dahinya melihat mobil Devano berhenti di salah satu toko perhiasan mewah.

"Kau ingin terus di dalam mobil, huh!" seakan tersadar dari lamunannya, Arina bergegas keluar menyamakan langkahnya dengan Devano yang telah keluar terlebih dahulu, selalu saja.

Di dalam toko mereka di sambut dengan baik, "Selamat datang, Mr Devano Corald, silahkan dilihat-lihat dulu." Devano mengangguk singkat.

"Pilihlah sesukamu." ucapnya pada Arina.

"Apa?! Aku tidak mau." jawabnya ketus. Ingat, Arina masih kesal dengan kejadian kemarin. Devano merotasikan bola matanya malas.

"Aku ingin cincin yang paling bagus." ucap Devano pada pegawai toko.

"Baiklah Tuan, mari." Devano mengikuti langkah pegawai meninggalkan Arina yang duduk di depan enggan untuk masuk lebih dalam lagi. Devano tahu gadis itu pasti masih marah karena ia membentaknya kemarin.

Usai membeli cincin yang di inginkan, Devano mencari Arina yang masih duduk di depan toko sambil memainkan tasnya. Tidak ada raut senang di wajahnya, hanya ada rasa kesal yang terlihat.

Devano tidak memperdulikan Arina, ia masuk ke mobilnya sambil memandang gadis itu dari dalam. Arina masih tak bergeming. Devano membunyikan klaksonnya beberapa kali agar gadis itu segera masuk. Dengan langkah gontai akhirnya Arina masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya dengan keras.

Arina terus saja menatap keluar jendela berusaha menyembunyikan rasa kecewanya, Devano benar-benar tidak ada niatan untuk meminta maaf padanya. Laki-laki itu justru mendiaminya. Air mata Arina tak terbendung lagi, ia meluruh kan air matanya, menangis tanpa suara. Namun dengan cepat ia mengusapnya tidak ingin jika Devano melihatnya.

Terlambat, Devano sudah melihatnya. Ia tahu Arina sedang menangis, tapi apa boleh buat Devano tidak tau cara meminta maaf, katakan saja ia bodoh. Devano hanya terlalu malu untuk mengatakannya. Laki-laki itu meliriknya sekilas, Arina masih mengusap air matanya. Devano menghela nafas lalu menepikan mobilnya.

Sejenak ia terus memandang Arina yang masih tidak mau menatapnya. Devano melepas seatbelt miliknya dan juga Arina. Dengan sedikit paksaan, Devano menarik Arina sehingga gadis itu kini berada di pengakuannya ia mengalungkan lengan Arina pada lehernya. Satu tangannya ia gunakan untuk memegang pinggang Arina, tangannya yang lain untuk menyetir.

Mr. CoraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang