12. Flatshoes

2.9K 382 79
                                    

Kali ini Arina ikut pergi ke kantor bersama Devano. Rencananya di jam makan siang mereka akan fitting baju pernikahan setelah beberapa hari yang lalu Mr Rans telah menetapkan acara pesta pernikahan yang akan di langsungkan tiga hari lagi. Undangan sudah mereka pesan, tinggal menyebarkannya saja besok, tidak banyak yang diundang hanya beberapa rekan bisnis, teman dekat, dan seluruh saudara tentunya. Sengaja Devano tidak ingin pesta yang terlalu meriah yang akan mengundang para pemburu berita, dan Devano sangat tidak suka jika kehidupan pribadinya di ekspos. Jangan kaget keluarga mereka memang terkenal karena perusahaan yang berkembang pesat dengan anak cabang di mana-mana. Siapa yang tidak mengenal Devano, seorang CEO muda yang tampan dan cerdas.

Arina menggenggam kotak bekal di tangannya. Ya, dia membuatkan Devano bekal lagi, namun kali ini gadis itu membuat sandwich daging yang pasti akan di sukai oleh laki-laki itu. Arina duduk di dalam mobil sambil mendengarkan musik yang Devano mainkan dari radio, tumben sekali laki-laki itu menyalakan musik. Arina sesekali bersenandung saat ia mengetahui lirik dari lagu yang sedang di putar. Meskipun tidak terdengar jelas, Devano masih bisa melihat jika gadis di sampingnya itu sedang bahagia, mungkin.

"Arina?"

"Hm?" gadis itu menoleh, sesaat kemudian menyadari bahwa mereka telah sampai di depan gedung perusahaan Devano.

"Ah, iya." Arina melepas seatbelt miliknya, kemudian berjalan di sisi Devano yang hanya menunjukkan ekspresi datar seperti biasanya. Sapaan demi sapaan Devano dapat, laki-laki itu hanya membalas dengan anggukan kecil. Berbeda dengan Arina yang selalu tersenyum ramah kepada setiap orang yang berpapasan dengannya.

Di ruangan Devano, gadis itu memilih untuk duduk di sofa panjang yang berada tidak jauh dari meja kerja Devano. Sedikit ragu, tapi Arina tetap melangkah mendekati Devano yang sedang berkutat dengan dokumen-dokumen yang Arina sendiri tidak tau. Gadis itu meletakkan bekal yang dia buat di atas meja tepat di hadapan Devano.

Laki-laki itu sedikit terusik saat mendengar suara benda yang berdentingan dengan meja marmernya. Devano meletakkan dokumen yang ia pegang, lalu menatap lama kotak bekal yang ada di depannya.

Arina meringis saat melihat Devano yang bahkan enggan untuk sekedar memegang bekalnya. Harusnya ia tidak membuatkan Devano bekal lagi, salah kan saja hatinya yang bersikeras ingin membuat makanan itu. Saat Arina akan mengambil kembali bekalnya, Devano segera mencegah pergelangan tangannya.

"Apa isinya?" tanya Devano, sedangkan gadis itu merasa senang karena Devano akhirnya tertarik untuk menanyakan bekal yang telah ia buat.

"Aku sudah membuatkan sandwich daging untukmu, cobalah! pasti kau akan suka." Devano melanjutkan kembali kegiatan membaca dokumennya.

"Suapi aku!" ucapnya dengan nada memerintah.

"Apa?" Arina terbelalak kaget, ia tidak salah dengar kan. Seorang Devano minta di suapi.

Devano hanya diam sambil fokus membaca dokumen yang ia pegang dengan teliti. Gadis itu masih diam, kemudian ia membuka kotak bekalnya, mengambil satu sandwich dengan ragu ia sodorkan di depan mulut Devano. Posisi Arina berdiri di samping Devano.

Laki-laki itu melirik Arina yang masih menyodorkan sandwich padanya. Dia menarik gadis itu dengan satu tangan hingga Arina kini duduk menyamping di pangkuannya. Arina memekik kaget, namun segera menormalkan ekspresinya. Devano melahap sandwich dari tangan Arina dengan mata yang tidak lepas dari gadis di pangkuannya, bahkan lelaki itu sudah melupakan berkas-berkas yang berserakan di atas meja, kini ia hanya fokus memandangi Arina yang sedang menyuapinya. Tangannya merambat memeluk pinggang ramping milik gadis itu, sejenak Arina terdiam melihat jarak mereka yang semakin sempit.

"Kenapa diam? suapi aku lagi." Arina tersadar dan kembali menyuapi Devano.

"Kau senang?"

"Huh?"

Mr. CoraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang