Malam harinya, kedua pasangan itu sudah rapi dengan pakaian kasual. Mereka akan pergi untuk berwisata kuliner seperti apa yang diinginkan para istri. Devano mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, Arina bertugas untuk menunjukkan jalan melalui google maps. Di kursi belakang, Jenny tampak tidak sabar untuk mencicipi makanan khas Bali yang beraneka ragam.
Sekitar dua puluh menit di perjalanan, kini mereka sampai di sebuah resto yang menyajikan view pantai dengan lampu kelap-kelip menambah kesan estetika. Resto ini lumayan ramai pengunjung, untungnya mereka masih kebagian tempat. Devano memilih tempat duduk paling belakang dekat pantai.
Pelayan restoran pun menghampiri mereka. Arina dan Jenny mulai memesan makanan mulai dari sate lilit, ayam betutu, nasi campur, dan beberapa makanan sea food, tidak lupa es kuwet, teh, dan jus stroberi. Para suami sengaja membiarkan istri mereka memilih makanan dan juga minuman. Lihat betapa antusiasnya mereka berdua jika sudah berhubungan dengan makanan.
"Yakin bisa menghabiskan semua makanannya?" tanya Devano pada Arina saat pelayan itu sudah pergi.
"Hmm, nanti kau habiskan sisanya kalau aku tidak habis," jawabnya sambil menyengir. Devano tersenyum dan mengusak pelan rambut sang istri.
"Sayang, jangan terlalu banyak makan nanti." ucap Jonny yang langsung dihadiahi tatapan tajam oleh Jenny.
"Kenapa? Kamu tidak suka melihat aku semakin gendut, iya?!!"
"Bukan begitu, nanti kandunganmu––"
"Bilang saja kalau kamu itu pelit!!" Jenny mendengus sebal sambil bersedekap dada tanpa melihat ke arah Jonny yang tampak pasrah.
"Baiklah, terserah kamu saja, hmm?" Jenny akhirnya tersenyum dan mencium pipi Jony sekilas. Devano dan Arina hanya terkekeh melihat Jony yang takut pada istrinya.
Tak lama kemudian makanan mereka datang, Arina dan Jenny yang sudah tidak sabar pun langsung mencoba berbagai hidangan yang mereka pesan, begitu juga dengan Devano dan Jony.
"Woahhh lezat sekali." itu suara Arina setelah mencoba ayam betutu.
"Aku suka sate lilitnya." kali ini Jenny ikut berkomentar. Keadaan menjadi hening sementara, namun tiba-tiba Devano terbatuk dan nafasnya menjadi sesak.
"Uhukk uhukk." Arina dengan cepat memberikan teh hangat pada Devano. Wanita itu lantas melihat apa yang suaminya makan, ternyata Devano memakan kepiting yang memang terasa pedas. Arina merutuki dirinya sendiri yang lupa bilang jika kepiting itu rasanya pedas. Lagipula salah Devano sendiri yang tidak melihat-lihat dulu.
"Sudah lebih baik?" Devano menyandarkan tubuhnya ke belakang kursi sambil mengatur nafasnya, ingusnya bahkan sampai keluar. Arina dengan telaten membersihkan ingus serta keringat Devano.
"Lain kali tanya dulu kalau ingin makan, aku juga lupa memberitahumu tadi." dengan mata yang memerah Devano hanya bisa mengangguk membuat Arina semakin tidak tega. Sementara itu Jony dan Jenny hanya diam mendengarkan keduanya. Mereka sama-sama tidak tahu jika Devano tidak tahan pedas, pantas saja pria itu selalu memesan makanan yang cenderung manis dibandingkan dengan makanan pedas saat mereka sering makan bersama dulu.
"Dev, are you okay?" tanya Jony yang dijawab anggukan olehnya.
"Kalian hah habiskan saja makanannya hahhh." Arina memandang sendu suaminya, ia berinisiatif untuk menyuapi Devano.
"Kau saja yang makan." Arina menggeleng masih kukuh memberikan Devano sesuap nasi.
"Kalau kau tidak makan, aku juga tidak." Devano menghela nafas lalu menerima suapan Arina yang tersenyum senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald
Lãng mạnDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...