Dua bulan berlalu, kondisi Arina berangsur-angsur pulih. Wanita itu sudah tidak memakai kursi roda sejak satu bulan yang lalu. Meski begitu Devano tetap melarangnya melakukan banyak aktivitas, takutnya perut Arina sakit lagi. Kadang saat Arina berjongkok untuk mengambil barang pun perutnya masih terasa sedikit nyeri. Devano juga harus menahan kebutuhan biologisnya melihat kondisi sang istri.
Arina membuka tirai jendela saat matahari sudah mulai menampakkan dirinya. Dilihatnya sang suami yang masih bergemul dengan guling di balik selimut. Devano itu selalu memeluk sesuatu jika tidur, oleh karenanya saat Arina bangun maka pria itu akan memeluk guling sebagai gantinya.
Wanita itu mendekat dan mengusap pelan kening Devano.
"Tidak ingin bangun, Mr Corald?" Devano tampaknya terusik, namun ia tetap tidak membuka matanya, dia justru berbalik memunggungi Arina membuat wanita itu geleng kepala.
"Mr Corald, kau tidak bekerja, hmm?" Arina mengambil selimut Devano secara paksa lalu melipatnya dengan rapi.
"Ahhh.... Hahhh...." Arina menatap wajah Devano bingung, apa baru saja suaminya itu mendesah? Yang benar saja, pasti Devano bermimpi yang iya-iya.
Arina mengambil segelas air dan mencipratkan pada wajah Devano hingga pria itu mengedipkan matanya dan bangun secara tiba-tiba.
"Hah hah hah...." nafas Devano memburu, ia menatap sekelilingnya dan menemukan Arina yang berkacak pinggang sambil menatapnya tajam.
"Sudah puas bermimpinya?" Devano mengusap wajahnya yang basah dengan menggerutu, karena ia belum mencapai akhir dalam mimpinya.
"Kau ini kenapa malah membangunkanku, sih?!" Arina lantas menjewer telinganya.
"Oh jadi kau ingin terus bermimpi dengan wanita lain hmm? Dasar mesum!" ucapnya kemudian melepas tangganya dari telinga Devano.
"Aishh, sakit sekali.." keluh Devano sambil mengusap telinganya yang memerah.
"Siapa suruh kau bermimpi aneh-aneh dengan wanita lain? Itu akibatnya!!" Devano menatapnya datar antara kesal karena belum puas dan marah karena Arina menuduhnya sembarangan.
"Kau pikir aku bermimpi dengan siapa huh? Selama ini yang ku tau hanya tubuhmu saja, jadi wanita mana menurutmu yang akan memenuhi pikiranku?" ia menghela nafas pelan sebelum kembali berkata.
"Harusnya kau tau aku ini tidak ingin menyakitimu, oleh karena itu aku menyalurkannya lewat mimpi! Dan kau malah menuduhku, dasar!" lanjutnya.
"Ahahaha...." Arina tertawa terbahak-bahak, ternyata Devano bermimpi dengannya. Kasihan sekali sih suaminya ini. Memang hampir dua bulan ini mereka nyaris tidak pernah melakukannya karena jika sedikit bergerak saja perut Arina sudah sakit. Oleh karena itu Devano lebih memilih menahannya.
"Aku tidak menyuruhmu tertawa! Kau senang kan melihatku tersiksa seperti ini?" Arina berjalan memasuki kamar mandi masih dengan tertawa lalu menutup pintunya.
"Lihat betapa kejamnya wanita itu!" ucap Devano memandang Arina sambil mengusak rambutnya frustasi.
Kemudian pintu kamar mandi kembali terbuka, Arina menyembulkan kepalanya dari balik pintu.
"Tidak ingin masuk, Mr Corald?" Devano membulatkan matanya, tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, ia segera melesat masuk kamar mandi. Dan kalian bisa tebak sendiri apa yang terjadi.
***
Setelah mandi berjam-jam lamanya tadi, mereka kini duduk untuk sarapan pagi berdua saja karena orangtua Devano sudah selesai terlebih dahulu. Salahkan saja mereka yang berlama-lama di kamar mandi, akibatnya mereka telat untuk sarapan bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald
RomanceDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...