Sarapan pagi ini tampak lebih ramai dari biasanya dengan adanya Jony beserta sang istri. Mr Rans tampak berbincang-bincang dengan Jony menanyakan keadaan kakaknya, tidak lain adalah orang tua Jony yang tinggal di luar negeri. Tak jarang Mr Rans juga bertanya tentang perusahaan milik Jony yang baru saja berdiri beberapa bulan ini.
Lain lagi dengan Nyonya Grace yang sibuk bercerita tentang kehamilan Jenny. Kedua wanita itu sangat antusias menceritakan masa kehamilan mereka satu sama lain.
Sementara Arina hanya menyimak tanpa ingin berkomentar, wanita itu lebih memilih untuk memakan sarapan paginya mengabaikan Jenny dan ibu mertuanya yang bercerita ria.
Devano sangat tahu perasaan istrinya itu, lantas ia menggenggam tangan Arina sambil tersenyum padanya.
"Kau baik-baik saja?" Arina mengangguk pelan.
Sarapan telah selesai, para lelaki sudah berangkat ke kantor, berbeda dengan Jony yang memang mengambil cuti selama seminggu demi sang istri tercinta. Ia rela meninggalkan perusahaannya di luar negeri untuk menuruti keinginan Jenny.
Arina dan Jenny duduk sambil menonton acara televisi di ruang keluarga. Mereka tidak banyak bicara, karena memang ini kedua kalinya bertatap muka, sehingga keduanya masih belum begitu akrab.
"Em... Arina." Jenny membuka mulutnya untuk bersuara, setelah sempat terjadi keheningan diantara mereka.
"Iya?"
"Maaf jika aku lancang, tapi bagaimana kalian bisa menikah? Maksudku, aku tidak pernah melihat Devano dekat dengan seorang wanita." Arina tersenyum tipis.
"Awalnya kami menikah karena... yah sebuah janji seorang sahabat di masa lalu. Ayah Devano bersahabat dengan ayahku." Jenny mengangguk paham.
"Tapi seiring berjalannya waktu, kami saling mencintai."
"Baguslah, akhirnya Devano bisa melupakan wanita ular itu." gumamnya pelan tanpa sadar.
"Apa? Kau mengatakan sesuatu?" Jenny menggeleng.
"Tidak." Jenny duduk lebih dekat di sebelah Arina, wanita itu menggenggam tangannya lembut.
"Devano pasti sangat beruntung mendapatkan wanita sepertimu." Arina tersipu malu membuat Jenny ikut tertawa kecil.
"Omong-omong sepertinya kakak sangat mengenal Devano, apa kalian saling mengenal sebelumnya?" Jenny melipat bibirnya kedalam.
"Kami berada di kampus yang sama, aku kakak tingkat Devano." Arina membulatkan mulutnya sambil menganggukkan kepala.
"Bisakah kau memanggilku Jenny saja, aku tidak suka dipanggil kakak," lanjutnya.
"Tapi––"
"No, tidak ada tapi-tapian. Panggil aku Jenny saja, oke?" ucapnya dengan mengacungkan jempolnya.
"Baiklah, Jenny?"
"Bagus!" ucap Jenny sambil bertepuk tangan.
"Sayang minum dulu susunya, kamu ini selalu lupa." Jony datang membawa segelas susu khusus ibu hamil yang langsung diteguk habis oleh Jenny.
"Lain kali jangan sampai lupa!" Jony mengecup kening Jenny sekilas.
"Iya sayang, cerewet sekali sih." Jony terkekeh pelan lalu mencubit pelan pipi sang istri dengan gemas.
"Demi kebaikan kalian sayang, sudah kamu lanjut ceritanya dengan Arina, aku akan kembali ke kamar." selepas kepergian Jony, kedua wanita itu saling tertawa.
"Jony memang sedikit cerewet." Arina mengangguk setuju.
"Memang suami akan lebih cerewet jika istrinya sedang hamil. Devano dulu juga begitu padaku saat aku...." Arina menggantungkan ucapannya saat sadar apa yang ia ucapkan. Wanita itu menatap Jenny yang juga menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald
RomanceDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...