Pagi ini Arina ikut ke kantor Devano. Entahlah ia hanya ingin berada di samping suaminya untuk saat ini, mungkin keinginan sang bayi. Devano tentu tidak keberatan sama sekali, malah ia senang bisa mengawasi Arina secara langsung.
Di tengah perjalanan, Arina melihat seseorang yang sangat ia kenal. Wanita itu menepuk lengan Devano pelan.
"Ada apa?" Arina lantas menunjuk seseorang memakai seragam sekolah berjalan sambil menundukkan kepala.
"Bukankah itu Yunan?" tanya Devano yang di balas anggukan oleh Arina.
"Aneh, seharusnya sekarang dia sekolah. Jangan-jangan bocah itu bolos," ucap Arina bingung. Devano memilih untuk menepikan mobilnya. Mereka langsung keluar untuk menghampiri Yunan.
"Yunan!" merasa namanya terpanggil, pemuda itu menoleh dan betapa terkejutnya dia saat melihat keberadaan kakaknya dengan sang kakak ipar. Yunan merasa gugup sekarang, ia bingung harus mengatakan apa nantinya.
"Kau tidak sekolah?" Yunan hanya melirik di sekelilingnya mencoba menghindari tatapan tajam sang kakak yang ditujukan padanya.
"Yunan kakak sedang bertanya!!" Devano mengusap lengan Arina untuk menenangkannya agar istrinya tidak emosi.
"Kau kenapa membolos? Tidak kasihan dengan ibu hah?!" Yunan melipat bibirnya ke dalam. Baru kali ini dia melihat kakaknya sedang marah.
"Sudah sayang, kita dengar dulu penjelasan Yunan." Devano menatap Yunan agar pemuda itu bicara.
"Se-sebenarnya aku pulang karena tidak bisa mengikuti ujian hari ini," jawabnya lirih, kini ia menatap sendu sang kakak.
"Aku belum membayar biaya sekolah, kak. Tapi aku janji akan segera membayar dan mengikuti ujian susulan." Arina dan Devano saling pandang, mereka sama-sama bingung. Pasalnya beberapa minggu lalu, Arina telah memberikan sejumlah uang pada ibunya untuk kebutuhan Sarah dan Yunan.
"Tunggu, kau bilang belum melunasi biaya sekolah?" Yunan mengangguk lemah dan kembali menundukkan kepala. Sementara Arina menatap Devano sekali lagi.
"Apa ibu sudah tau akan hal ini?"
"Hmm, ibu tidak punya cukup uang. Aku tidak ingin membebaninya, oleh karena itu aku mencari uang sendiri." Arina menahan air matanya yang akan keluar, jadi selama ini Sarah telah membohonginya. Ternyata Yunan masih menderita.
"Ayo, kami akan mengantarmu ke sekolah." Yunan mendongak menatap kakak iparnya.
"Tapi kak—"
"Sudah cepat masuk saja." akhirnya Yunan masuk ke dalam mobil, di susul dengan Arina dan Devano.
Saat sampai di sekolah, Devano segera menuntaskan semua masalah biaya sekolah Yunan yang menunggak, hingga pemuda itu kini bisa mengikuti ujian.
"Terimakasih kak, sudah membantuku." Arina mengusap surai sang adik lalu tersenyum.
"Jika ada apa-apa hubungi kami, bukankah kakak pernah bilang sebelumnya."
"Maaf kak, aku tidak ingin merepotkan kalian." Devano bergerak menepuk bahu Yunan.
"Jika kau tidak ingin merepotkan kami, maka belajarlah yang rajin, jadilah murid terpintar di sekolah ini dan buat kami bangga. Dengan begitu kita akan impas bukan?" Yunan tersenyum, ia senang kakak perempuan satu-satunya telah mendapatkan pria yang baik hati seperti Devano.
"Aku janji akan mendapat peringkat satu di hari kelulusan, agar kalian bangga padaku." Devano mengacak rambut Yunan.
"Nah itu baru laki-laki."
"Kalau begitu aku masuk dulu ya kak, terimakasih dan sampai jumpa." keduanya kompak membalas lambaian tangan Yunan.
Arina menoleh ke arah sang suami, ia menatapnya penuh kagum. Kagum akan sosok Devano yang dewasa, wanita itu semakin dibuat jatuh cinta setiap harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald
RomanceDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...