46. Terlalu Rindu

2.1K 237 106
                                    

Arina datang ke rumah sakit dengan terburu-buru saat mendapat telepon jika Raka sudah sadar. Terhitung sejak empat hari yang lalu lelaki itu tertidur dan sekarang akhirnya Raka telah siuman. Arina masuk ke dalam ruangan dengan perlahan, dapat ia lihat ada dokter dan beberapa perawat sedang mengecek kondisi terkini Raka.

"Pak Raka, apa anda mengenal wanita itu?" Arina lantas berhenti sejenak, ia bingung karena tiba-tiba dokter itu menunjuk ke arahnya yang baru saja tiba.

"Tidak." ucap Raka dengan lemah sambil menatap Arina mencoba mengenali wanita cantik itu.

"Apa anda ingat keluarga dan tempat tinggal anda?" lagi-lagi Raka menggeleng sambil memegang kepalanya.

"Ada apa, dok?" tanya Arina sambil mendekat ke arah mereka dan meletakkan beberapa buah dan susu di atas meja.

"Sepertinya pasien mengalami amnesia karena benturan di kepalanya yang terlalu keras." Arina sontak menutup mulutnya lantaran terkejut.

"Apa ingatannya bisa kembali dok?" sang dokter mengangguk pelan.

"Bisa, tergantung bagaimana usaha pasien untuk mengingat kembali. Tapi saran saya perlahan saja, jangan terlalu di paksakan karena itu juga tidak baik untuk kesehatan pasien." Arina mengangguk mengerti.

"Terimakasih, dok."

"Sama-sama, kalau begitu saya tinggal dulu." setelah kepergian dokter, Arina mendekat dan duduk di samping ranjang Raka yang sedang bersandar pada sambil menatap kosong ke arah depan. Arina jadi bingung harus memulai kata dari mana.

"Emm, Kak Raka..." pria itu menoleh pada Arina dengan tatapan penuh tanya.

"Kau siapa? Dan bagaimana bisa aku berada di sini? Apa kau yang membawaku kemari?" Arina baru ingat jika kakak kelasnya ini memang banyak bicara, bahkan saat ia hilang ingatan pun masih saja cerewet seperti dulu.

"Aku Arina, mungkin dulu kita pernah saling mengenal. Kakak mengalami kecelakaan empat hari yang lalu dan ya, aku yang membawamu kemari." tampaknya penjelasan dari Arina masih belum bisa membuat Raka merasa puas, masih banyak pertanyaan yang kini hinggap di otaknya.

"Lalu aku siapa? Di mana keluargaku? Apa aku sudah menikah? Bagaimana jika mereka semua mencariku?" Arina hanya tersenyum kikuk, pasalnya ia juga tidak tahu seperti apa kehidupan Raka sekarang. Alamat rumahnya saja Arina tidak tahu. Karena pada dasarnya Arina tidak pernah bergaul dengan siapapun.

"Kalau itu aku juga tidak tau kak, tapi tenang saja, aku akan membantu mu mencari keluargamu."

"Terimakasih.... Arina." Raka tersenyum tulus yang dibalas anggukan oleh Arina.

"Arina, apa kau sudah menikah?"

"Sudah." ucap Arina sambil menunjukkan cincin pernikahan yang melingkar dijari manisnya.

"Ah begitu, lalu di mana suamimu? Apa kau sudah bilang jika kau ke sini? Nanti kalau suamimu marah padaku bagaimana? Aku baru sadar loh ini." cerocos Raka membuat Arina tertawa.

"Kakak tenang saja, aku sudah izin pada suamiku."

"Aku jadi merasa tidak enak dengan suamimu. Nanti kalau dia cemburu lalu bunuh diri bagaimana?" lagi-lagi Arina tertawa.

"Astaga kak, ternyata Kak Raka tidak berubah ya, masih cerewet seperti dulu." melihat Arina tertawa entah kenapa Raka juga ikut tertawa. Namun tawa mereka harus berhenti saat dering ponsel Arina berbunyi. Ia lantas sedikit menjauh untuk menerima panggilan dari suaminya.

"Ya, ada apa?"

"Kamu di rumah sakit?"

"Hmm."

Mr. CoraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang