Semua hal itu butuh kepastian. Entah itu memilih, memulai, mempertahankan, ataupun melepaskan.
Happy reading 🍑
Bukannya menuruti suruhan Glan, Freya malah tetap bergadang. Setelah mendengar voice note dari Glan yang berisi kata 'good night', Freya bukannya bisa tidur, ia malah tidak bisa tidur. Freya tetap terjaga semalaman karena memikirkan apa motif dari Glan mengucapkan good night padanya. Freya tidak menemukan jawabannya hingga ia bisa terlelap sekitar pukul dua pagi.
Di sinilah Freya berakhir, di tengah lapangan upacara. Freya berdiri tegak sambil hormat bendera di bawah sinar matahari. Hanya ada Freya di sana karena hanya ia yang datang pukul sembilan. Mungkin banyak yang terlambat, tetapi tidak seterlambat Freya.
Glan meringis melihat Freya yang sepertinya terlihat sangat kelelahan. Freya paling tidak suka panas dan sekarang sinar matahari menyinarinya tepat berlawanan dengannya.
Glan bersumpah akan menolong Freya lolos dari hukuman ini jika saja tidak ada Pak Sugriwa yang mengawasi. Pak Sugriwa duduk tidak jauh dari tempat Freya berdiri. Freya berkali-kali mengeluh pada Pak Sugriwa karena ia sangat kepanasan, tetapi Pak Sugriwa selalu mengancam akan menambah durasi hukumannya.
"Pak, udah dong hukumannya. Panas nih," keluh Freya lagi. Pak Sugriwa menatapnya tajam hingga membuat nyali Freya menciut.
"Nanggung lagi lima menit saja," ucap Pak Sugriwa.
Freya mendengus sambil menyemangati dirinya dalam hati.
"Lima menit, Frey. Lo kuat!" batinnya.
"Sana kembali ke kelas! Awas kalau kamu telat lagi besok," ucap Pak Sugriwa tiba-tiba.
"I-iya, Pak."
Freya pun berjalan sempoyongan menuju kelasnya. Kepalanya terasa sangat pusing begitu sampai di tempat yang teduh. Ia menyenderkan tubuhnya di tembok karena sekelilingnya seperti berputar.
"Frey, lo kenapa? Frey!"
🍑🍑🍑
Glan melihat Freya yang sedang menyenderkan tubuhnya di tembok. Glan tahu Freya sedang pusing karena berdiri di tengah teriknya sinar matahari dalam waktu yang lama. Glan hendak menghampiri Freya.
"Frey, lo kenapa? Frey!"
Glan pun berhenti di tempat melihat Brishen menghampiri Freya. Glan terlambat. Ketika Brishen menggendong Freya, Glan hanya diam sambil memandang mereka dengan tatapan kesal.
"Lambat banget sih lo jadi cowok," celetuk Rangga yang tiba-tiba ada di belakang Glan. Glan menatap Rangga kesal karena membuatnya terkejut.
"Bacot lo ah."
"Gini deh, Glan. Gue bantu lo buat nembak Freya, mau gak?" tawar Rion.
"Yang bener lo, Yon? Lo yakin gak bisa bikin Freya nerima gue?" tanya Glan antusias.
"Ya mana gue tahu dia mau nerima lo atau enggak, Glan. Tergantung dia suka atau enggak sama lo."
"Gak jadi deh. Nanti dia gede kepala kalau tahu gue suka sama dia. Bisa jadi bulan-bulanan gue," tolak Glan.
"Glan, lo kelebihan gengsi. Jangan gengsian jadi cowok. Gimana lo bisa dapetin Freya coba?" kata Rangga heran. Glan terlalu gengsi untuk mengungkapkan perasaannya pada Freya dan itu membuat Rangga dan Rion jengah.
"Jodoh itu di tangan Tuhan," ujar Glan lalu pergi meninggalkan Rangga dan Rion.
"Jodoh itu dikejar, bego!" teriak Rion.
🍑🍑🍑
"Masih pusing, Frey?" tanya Brishen sambil memijat kepala Freya. Freya tidak pingsan tadi, hanya pusing saja. Jadinya Brishen memijat kepala Freya.
"Udah mendingan," ucap Freya sambil memejamkan matanya.
"Lo habis ngapain sih kok sampai hampir pingsan kayak gitu?" tanya Brishen bingung.
"Dihukum Pak Sugriwa. Kesel gue sama tuh guru, galak banget," gerutu Freya. Ia menepis tangan Brishen pelan tanda ia ingin Brishen berhenti. Brishen pun duduk di samping ranjang yang Freya duduki tadi.
"Sekarang lo istirahat aja ya. Gue tinggal ya. Di kelas gue ada guru," kata Brishen sambil mengusap kepala Freya. Freya tersenyum. Ia sangat suka jika ada yang mengusap kepalanya seperti itu.
Brishen pun pergi dari ruang UKS. Freya merebahkan dirinya agar pusingnya hilang.
"Brishen baik banget sama gue selama ini, tapi gue cuek banget sama dia," gumam Freya merasa bersalah.
"Frey,"
"Eh Glan, lo ngapain di sini?" tanya Freya saat melihat Glan tiba-tiba datang sambil ngos-ngosan. Freya bangun dari tidurnya dan merubah posisi menjadi duduk.
"Gue hosh hosh—"
"Duduk dulu."
Glan pun duduk dan menetralkan napasnya. Ia menyeka keringatnya dengan punggung tangannya.
"Lo abis lari-larian?" tanya Freya.
"Enggak," elak Glan dengan suara yang sudah tenang.
"Kok lo tahu gue di sini?" tanya Freya bingung. Ini jam masuk kelas dan Glan ada di sini.
"Frey, gue mau ngomong sesuatu sama lo."
"Apa?"
"Lo mau gak jadi pacar gue?"
"Eh lo lagi becanda ya?" tanya Freya sambil terkekeh.
"Enggak, Frey. Gue suka sama lo. Lo mau kan jadi pacar gue?"
"Gue gak percaya. Lo dapet dare kan dari temen-temen lo?" tebak Freya. Ia tidak ingin tertipu seperti di novel-novel yang ia baca, dimana sang cewek menjadi permainan sang cowok.
"Enggak, Frey. Gue serius. Gue suka sama lo dari lama, sejak pertama kali masuk sekolah. Gue bener-bener suka sama lo, Frey."
"Lo-lo serius?" tanya Freya gugup.
Diam-diam ia mencubit tangannya untuk memastikan ini bukan mimpi. Seorang Glan yang sangat sombong padanya dan sering bertengkar dengannya malah diam-diam suka padanya? Itu mustahil rasanya.
"Serius, Frey. Jadi pacar gue ya!"
"Iya, gue mau. Gue juga naksir sama lo," ungkap Freya malu-malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FUCKTA (END)
Teen FictionFreya Amatera Pranaja, biasa dipanggil Freya. Freya itu galak, ya galak banget. Kalau good mood ya seperti kucing manja dan kalau badmood ya seperti kucing tidur yang diganggu. Freya naksir sama cowok sombong yang bernama Glandion Parviz Gardapati...