Perhatianmu masih sama. Aku tahu kamu masih mencintaiku.
Happy reading 🍑
Ulangan semester telah tiba. Semua murid sibuk mempersiapkan diri masing-masing agar bisa mendapatkan hasil yang baik.
Pagi ini semua murid kelas XII IPA 5 sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Ada yang membuat contekan, ada yang belajar dengan sungguh-sungguh, bahkan ada yang dengan santainya bermain ponsel padahal ulangan akan berlangsung sepuluh menit lagi.
Freya sedang pusing-pusingnya menghafal materi yang sekiranya akan keluar dalam soal. Freya merutuki dirinya yang mempunyai otak pas-pasan. Freya heran pada dirinya yang mempunyai otak pas-pasan padahal kedua orang tuanya pintar.
"Gak hapal-hapal, njir. Gimana nih? Ne, lo gak ngapalin?" Freya mengacak-acak rambutnya yang tergerai karena merasa frustasi. Waktu tetap berjalan dan Freya baru hapal 50% dari materi yang ia ringkas. Semua ini karena kemarin malam ia sempat-sempatnya menonton drama Korea hingga larut malam dan membuat Freya tidak sempat belajar.
"Gue kan bawa contekan," ucap Neola sambil menyengir. Neola menunjukkan contekannya yang ada di dalam beberapa kertas kecil. Neola baru saja menyelesaikan contekan itu. Kini Neola menaruh kertas berisi contekan itu di beberapa bagian. Di dalam ikat pinggang, di perutnya, di balik jam tangannya, dan juga di plester luka yang sengaja ia pasang di tangannya.
"Pinter banget lo, Ne."
"Ya dong."
"Pinter nyontek."
Neola tertawa mendengar ungkapan Freya. Freya dari dulu paling takut menyontek. Freya tidak pernah menyontek sekalipun karena membayangkan saja membuat Freya gemetaran.
"Kalian juga buat contekan?" tanya Freya pada Blenda dan Salwa. Mereka berdua menyengir dan mengangguk bersamaan.
Freya meringis melihat kecurangan teman-temannya itu. Tidakkah mereka takut jika menyontek dan kemudian ketahuan akan membuat mereka tidak bisa ikut ulangan. Freya akui ia memang bodoh, tetapi ia tidak ingin membodohi dirinya dengan mendapatkan nilai bagus dari hasil menyontek. Lebih baik nilai jelek yang penting murni dari kemampuan otak, walaupun di zaman sekarang nilai bagus lebih dihargai daripada kejujuran. Setidaknya itulah pemikiran Freya.
Bunyi ketukan sepatu menyadarkan semuanya dari kegiatan mereka masing-masing. Tak lama kemudian masuklah Bu Yati sebagai pengawas ulangan hari itu. Mereka lumayan lega karena Bu Yati termasuk guru yang lumayan santai.
"Silakan letakkan tas kalian di depan. Semua buku harus ditaruh di tas. Ibu tidak mau lihat ada kertas sedikit pun di dekat kalian," kata Bu Yati. Semua murid melakukan apa yang diperintahkan oleh Bu Yati. Mereka mulai memasukkan semua buku ke dalam tas, lalu berbondong-bondong meletakkan tas mereka masing-masing ke depan kelas.
Bu Yati membagikan lembar jawaban dan soal. Semua murid tampak frustasi menjawab pertanyaan-pertanyaan itu karena mereka adalah kelas dengan otak pas-pasan, tidak ada yang terlalu pintar. Berbeda dengan kelas unggulan dari kelas XII IPA 1 dan 2. Di kelas itu terdapat banyak murid yang sangat pintar, Glan contohnya.
Freya tiba-tiba teringat dengan Glan saat sedang mengerjakan soal. Freya tersenyum-senyum seperti orang gila sambil menjawab soal. Membayangkan wajah Glan membuat Freya menjadi bersemangat.
Tuk!
"Eh apaan nih?" pekik Freya saat sebuah spidol mendarat di kepalanya. Freya mengusap-usap kepalanya sambil mencari si pelaku.
"Ngapain kamu senyum-senyum?" tanya Bu Yati yang merupakan si pelaku. Freya menyengir sambil mengusap-usap kepalanya.
"Biasa, Bu, menghayal," jawab Freya sambil tersenyum lebar. Ia kembali mengerjakan soal-soal itu dengan santai. Kalau soalnya susah, Freya tinggal cap-cip-cup, tidak perlu ambil pusing, yang penting jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
FUCKTA (END)
Teen FictionFreya Amatera Pranaja, biasa dipanggil Freya. Freya itu galak, ya galak banget. Kalau good mood ya seperti kucing manja dan kalau badmood ya seperti kucing tidur yang diganggu. Freya naksir sama cowok sombong yang bernama Glandion Parviz Gardapati...