Kadang orang yang terlihat polos dari luar, dalamnya bisa bercorak.
Happy reading 🍑
Saat istirahat pertama, Freya pergi ke kantin bersama Neola dan Salwa. Arun tidak ke kantin karena perutnya sedang tidak enak.
"Ah kenyang gue," kata Salwa sambil bersendawa.
"Ewh ... lo jorok banget sih!" jerit Neola histeris sambil menutup hidungnya.
"Itu manusiawi kali, Ne," sahut Freya sambil terkekeh.
"Ya tetep aja jorok. Tutup mulut kek," ucap Salwa kesal.
"Eh gak asik deh gak ada Blenda," kata Neola mengalihkan pembicaraan agar Salwa tidak membahas kejorokannya.
"Iya nih," tambah Salwa.
"Oh iya, ngomong-ngomong gue yakin banget yang ngunciin lo di gudang tuh Gravi. Secara kan dia gak suka sama lo," kata Neola tiba-tiba.
Neola menatap Gravi yang sedang makan bersama temannya. Freya mengikuti arah pandang Neola dan berdecak kesal. Freya sangat membenci cewek itu.
"Dasar lintah! Parasit! Pelakor!" pekik Freya hingga ia menjadi pusat perhatian. Ia bukannya bermaksud mencari perhatian, ia hanya ingin menyindir Gravi. Siapa lagi orang yang dijuluki lintah oleh Freya selain Gravi?
"Eh tapi yang gak suka sama gue kan bukan dia doang," tambah Freya saat teringat sebagian penghuni sekolah membencinya.
"Tapi kan selama ini gak ada yang berani ngerjain lo," kata Salwa. Freya mengangguk-angguk saja. Ia juga mencurigai Gravi karena Gravi sekarang sudah tidak ada takutnya lagi pada Freya.
"Eh yang disindir gak merasa tuh," kata Neola sambil melihat Gravi yang beranjak pergi dari kantin. Freya benar-benar kesal karena sindirannya tidak mempan sama sekali.
Freya memutar bola matanya jengah, lalu mengambil ponselnya yang ia letakkan di meja. Ia bangun dari duduknya. "Ya udah sih kita balik ke kelas aja," katanya.
Mereka pun pergi dari kantin dan menuju kelas XII IPA 5. Mereka melewati sebuah koridor yang cukup sepi karena kebanyakan murid sedang ada di kantin.
Buk!
"Aw!" pekik Freya saat sebuah pot bunga berukuran kecil mengenai kepalanya. Freya menunduk sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Neola dan Salwa langsung menengok ke atas.
"Siapa tuh?!" teriak Salwa. Sementara Neola menahan tubuh Freya agar Freya tidak jatuh sambil berusaha mencari si pelaku.
"Dari rooftop kayaknya," kata Salwa.
"Enggak, gue yakin dari kelas itu," kata Neola sambil menunjukkan sebuah kelas.
"Frey, kepala lo berdarah!" pekik Salwa histeris. Sementara Freya langsung mengusap kepalanya saat merasa ada darah mengalir di dahinya.
"Ayo ke UKS!" kata Neola sambil memapah Freya berjalan. Salwa pun ikut memapah Freya.
Dalam perjalanan menuju UKS, mereka bertemu Glan. Neola langsung berteriak memanggil Glan. "Glan!"
Mendengar ada yang memanggilnya, Glan pun berlari menghampiri Freya, Neola, dan Salwa. "Freya kenapa?" tanya Glan panik. Ia mengambil alih tubuh Freya dan langsung menggendongnya.
"Ada pot jatuh," jawab Salwa.
"Ya udah, gue bawa Freya. Kalian ke kelas aja," kata Glan lalu membawa Freya menuju UKS.
Sesampainya mereka di UKS, Glan membaringkan tubuh Freya di kasur. Glan mencari-cari obat yang akan ia gunakan untuk mengobati Freya.
"Frey ... Freya! Kamu pingsan?" tanya Glan panik. Ia menepuk-nepuk pundak Freya dengan pelan.
"Enggak," sahut Freya pelan. Freya tidak membuka matanya karena merasa pusing.
Glan mencari luka Freya yang tertutupi rambut dan mengobatinya dengan telaten. Glan benar-benar berbakat dalam mengobati orang.
"Pusing ya?" tanya Glan lembut. Freya mengangguk pelan tanpa membuka matanya. Setelah selesai mengobati luka Freya, Glan memijat pelipis Freya.
"Frey! Itu lo?" tanya seseorang dari sebelah kasur yang ditiduri Freya. Freya membuka matanya saat mendengar ada yang memanggilnya. Sementara Glan menyibakkan gorden yang membatasi antarkasur.
"Arun? Ngapain lo di sini?" tanya Freya terkejut saat melihat Arun yang sedang duduk di kasur yang ada di sebelahnya.
Arun menyengir sambil menepuk-nepuk perutnya. "Masih sakit," katanya.
"Pasti sakit banget ya sampai lo keringetan gitu," kata Freya sambil menatap Arun kasihan.
"Udah minum obat?" tanya Glan.
"Udah kok udah," jawab Arun sambil menunjukkan kulit obat yang baru saja ia makan.
"Lo kenapa, Frey?" tanya Arun.
"Tadi ketiban pot bunga," kata Freya sambil cemberut.
"Terus gak papa kan? Lo gak gegar otak kan? Astaga, Frey, makanya kalau jalan itu lihat ke atas biar gak ketiban sesuatu," omel Arun.
"Eh bego! Lo nyuruh gue jalan sambil lihat ke atas terus nabrak tiang itu lebih parah kali," sungut Freya. Arun menyengir sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.
🍑🍑🍑
"Nah sekarang waktunya bahas kejadian tragis yang menimpa Freya," kata Neola sambil membawa sebuah buku catatan.
"Gak tragis juga kali, Ne," sangkal Salwa.
"Nih ya, ini posisi kita, Frey. Ini posisi gedung asal pot bunga itu. Ini rooftop," oceh Neola sambil menggambar orang-orangan dan gedung asal-asalan.
"Dari rooftop kan asalnya?" tanya Freya.
"Salah, bego! Di rooftop mana ada pot bunga. Di depan setiap kelas lantai atas pasti dihiasin pot bunga dan gue yakin pot bunga itu dari kelas ini," kata Neola menggebu-gebu sambil menunjuk-nunjuk gambarannya.
"Lah tumben lo pinter," ucap Salwa sambil terkekeh.
"Kelas apa tuh?" tanya Freya.
Neola menoleh ke sekelilingnya untuk memastikan tidak ada yang mendengarnya. "Kelasnya Gravi. Gue yakin dia biang keroknya," bisiknya.
"Sialan!"
30/3/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
FUCKTA (END)
Ficção AdolescenteFreya Amatera Pranaja, biasa dipanggil Freya. Freya itu galak, ya galak banget. Kalau good mood ya seperti kucing manja dan kalau badmood ya seperti kucing tidur yang diganggu. Freya naksir sama cowok sombong yang bernama Glandion Parviz Gardapati...