Satu sahabat saja cukup, yang penting dia selalu ada. Daripada banyak teman, tetapi munafik semua.
Happy reading 🍑
Sejak kejadian salah makam kemarin, Freya tidak henti-hentinya memikirkan Glan. Ia benar-benar malu. Apalagi besok sudah mulai sekolah dan pastinya ia akan bertemu Glan. Freya benar-benar berharap Glan melupakan kejadian kemarin.
"Frey!" teriak seseorang dari luar kamar Freya. Itu pasti Amri, mama dari Freya. Freya buru-buru membuka pintu kamarnya dan melihat mamanya yang berdiri di depan kamarnya
"Iya, Ma? Kenapa?" tanya Freya.
Freya heran karena melihat mamanya yang menggunakan pakaian formal pagi hari ini. Bahkan matahari belum terbit, tetapi Amri sudah rapi, berbeda dengan Freya yang masih menggunakan baju tidurnya.
"Mama mau ke kantor papa kamu bentar," ucap Amri.
"Habis itu?"
"Arisan dong," ucap Amri sambil tersenyum lebar.
"Dasar ibu-ibu," cibir Freya.
"Kamu kalau mau kemana-mana telepon Derry ya. Awas aja kamu keluar sendiri," ujar Amri memperingati Freya.
Freya menatap Amri jengah. Entah kapan Freya bisa bebas keluar sendiri, selalu saja Freya harus ditemani. Sepertinya tidak akan bisa kecuali ia diam-diam pergi sendiri.
"Iya, Ma. Nanti Freya telepon Kak Derry kalau perlu," ucap Freya.
Amri tersenyum, lalu mengacak rambut Freya yang memang sudah berantakan.
"Mama pergi dulu ya."
"Iya, Ma. Hati-hati ya."
Amri mengacungkan jempolnya, lalu pergi. Freya pun kembali ke kamarnya dan tiduran di kasur.
"Bosen gue," gumam Freya.
Liburan di Paris memang tidak membosankan seperti liburan di rumah. Saat Freya liburan di Paris, Freya bisa jalan-jalan ke tempat wisata yang belum pernah ia kunjungi. Akan tetapi, sekarang Freya tidak ingin kemana-mana. Besok sudah mulai sekolah dan Freya harus menyiapkan segala sesuatu untuk sekolah besok.
Freya membuka leptopnya dan memutuskan untuk menonton drama Korea. Freya sangat menyukai drama Korea yang mampu membuat rasa bosannya sirna begitu saja. Lupakan tentang menyiapkan segala sesuatu untuk sekolah, Freya tidak ingin mengurus itu dulu.
Saat Freya sedang fokus menyimak adegan drama itu, ponsel Freya berbunyi tidak santai. Freya kesal sekali karena ada yang mengganggu acara nontonnya.
Dengan perasaan kesalnya, Freya mengambil ponselnya. Banyak sekali pesan yang diterimanya dan itu hanya dari satu orang, yaitu Arun yang merupakan sahabat Freya. Kemudian ponsel Freya berbunyi lagi, Arun menelepon Freya.
"Arun!" jerit Freya memulai pembicaraannya.
"Astaga! Gue kangen banget sama lo! Gue bosen nih di rumah. Sini main, Run!""Ya ampun, Frey. Lo gak bisa santai ya. Ini gue mau bilang kalau gue bentar lagi sampai di rumah lo. Gue juga bosen di rumah."
"Wah! Bawa es krim ya!"
"Gak boleh pagi-pagi makan es krim."
"Gak mau tahu. Beliin es krim pokoknya!"
"Iya-iya. Udah dulu ya."
"Iya."
Sambungan telepon mereka pun terputus. Freya kembali melanjutkan tontonannya agar tidak bosan menunggu Arun.
"Freya! Gue dateng!" teriak seseorang dari luar kamar Freya yang pastinya adalah Arun.
Arunindya Cliantha, biasa dipanggil Arun adalah satu-satunya sahabat yang Freya punya. Bukannya Freya tidak mau bersahabat dengan yang lainnya, tetapi Freya hanya nyaman dengan Arun.
Freya memang punya teman selain Arun, tetapi tidak dekat sekali dan itupun teman kelas saja. Freya enggan mencari teman di luar kelas karena ia tidak butuh banyak teman. Karena itulah Freya dicap sombong oleh orang-orang yang mengetahui Freya.
Berbeda dengan Freya, Arun adalah tipikal orang yang sangat ramah. Arun banyak mempunyai teman di kelas maupun di luar kelas, bahkan di luar sekolah pun banyak. Akan tetapi, hubungan pertemanan mereka dengan Arun tidak sedekat Arun dengan Freya.
"Buka aja! Gak dikunci kok!" teriak Freya dari dalam. Arun pun segera masuk ke kamar Freya sambil membawa es krim yang diminta Freya.
"Wah! Es krim gue!" pekik Freya girang sambil mengambil es krim yang dibawa oleh Arun. Arun memang sudah tahu es krim kesukaan Freya yaitu es krim rasa vanila.
"Udah makan belum?" tanya Arun. Freya menggelengkan kepalanya. Arun langsung merampas kembali es krim yang hampir dibuka oleh Freya.
"Kok diambil sih?" tanya Freya tidak terima. Ia sungguh tidak sabar ingin memakan es krimnya.
"Gak boleh makan es krim dulu. Sarapan dulu sana. Bi Ima udah selesai masak tadi gue tanya," ucap Arun. Dengan terpaksa Freya mematikan leptopnya.
"Perhatian banget sih," ujar Freya terharu.
Arun hanya tersenyum menanggapi. Arun memang sangat perhatian dengan Freya dan membuat Freya sangat menyayangi sahabat satu-satunya itu.
"Ayo sarapan!" ajak Arun. Freya mengangguk. Mereka pun berjalan menuju meja makan yang sudah disediakan oleh Bi Ima, pembantu keluarga Freya.
"Bi, kok masak sayur sih? Freya 'kan gak suka sayur," protes Freya saat melihat masakan Bi Ima yang dominan sayur.
"Nyonya yang minta, Non," ucap Bi Ima.
"Bibi yang makan aja ya. Freya makan yang ini aja," kata Freya sambil menunjuk telur mata sapi. Freya benar-benar benci sayur. Ia selalu menghindari sayur yang dimasakkan untuknya.
"Nyonya nyuruh saya biar Non Freya mau makan sayur, Non. Nanti Bibi dimarahin kalau Non enggak makan sayur."
"Bibi bilang aja Freya udah makan sayurnya. Freya gak mau makan sayur pokoknya," tegas Freya. Bi Ima tidak bisa berbuat apa lagi selain mengikuti kemauan Freya.
"Iya, Non. Bibi bawa ke dapur lagi," ucap Bi Ima lalu membawa kembali masakan-masakan sayur itu ke dapur.
"Sayur enak lo, Frey. Kenapa sih benci banget sama sayur?" cetus Arun heran.
"Enak dari Hongkong. Sayur itu kalau gak pahit, ya hambar. Makan sayur itu kayak makan rumput," tukas Freya sambil menikmati telur mata sapi dan sedikit nasi. Freya mau makan apa saja kecuali sayur. Makanan sederhana seperti telur mata sapi pun Freya mau memakannya.
"Kayak Upin Ipin lo, Frey," ucap Arun sambil terkekeh.
"Lo gak makan?" tanya Freya.
"Udah sarapan di rumah tadi."
"Oh iya, lo naik apa ke sini?" tanya Freya.
"Naik taksi. Mobil gue di bengkel."
Freya kembali memakan makanannya hingga habis. Sedangkan Arun bermain ponsel.
"Es krim gue mana?" tanya Freya setelah menghabiskan makanannya. Arun belum merespon karena Arun sedang asik bermain ponsel sambil tersenyum-senyum.
"Run!""Ah iya? Kenapa, Frey?"
"Es krim gue mana?" tanya Freya mengulang pertanyaannya tadi.
"Di kulkas," jawab Arun sambil menunjuk ke sembarang arah tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya. Freya mendengus kesal, lalu pergi mengambil es krimnya di kulkas.
"Siapa sih?" tanya Freya kepo. Ia berusaha mengintip isi ponsel Arun, tetapi kalah cepat dengan Arun yang mematikan ponselnya.
"Kepo lo."
"Lo main rahasia-rahasiaan sama gue sekarang? Siapa sih? Pacar lo?" tanya Freya sambil memakan es krimnya.
"Baru gebetan, Frey."
"Anak mana?"
"Kepo ah. Nanti kalau udah jadi baru gue kasih tahu," ucap Arun. Freya pun mendengus kesal karena Arun tidak memberi tahu tentang gebetannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FUCKTA (END)
Teen FictionFreya Amatera Pranaja, biasa dipanggil Freya. Freya itu galak, ya galak banget. Kalau good mood ya seperti kucing manja dan kalau badmood ya seperti kucing tidur yang diganggu. Freya naksir sama cowok sombong yang bernama Glandion Parviz Gardapati...