Katanya bulu mata jatuh itu karena ada yang merindukan. Maka aku akan sering merindukanmu sampai bulu matamu rontok semua.
Happy reading 🍑
Orang-orang mulai meninggalkan makam itu. Langit gelap yang siap menurunkan hujan itu mewakili bagaimana berdukanya Glan saat ini. Hingga di sana hanya tersisa beberapa orang yang menemani Glan yang merupakan orang paling berduka saat ini.
"Udah mau hujan, Glan. Ayo pulang," kata Horan sambil menepuk bahu Glan pelan. Glan tidak bergeming dan terus mengelus makam mamanya.
"Glan, kalau lo terus gini, Tante Rishona juga gak bakalan tenang perginya," tambah Rion. Di sana masih tersisa Glan, Horan, Rion, Rangga, Gravi, dan juga Freya.
Tak lama kemudian turunlah rintik-rintik hujan yang mulai membasahi mereka.
"Kalian pergi aja," kata Glan tiba-tiba.
Horan, Rion, dan Rangga saling memandang. Mereka melirik Freya meminta pendapat cewek itu.
"Kalian duluan aja. Gue bakalan nemenin Glan," kata Freya. Horan, Rion, dan Rangga mengangguk serempak lalu beranjak pergi. Kini hanya tersisa Glan, Freya, dan Gravi.
Hening beberapa saat hingga Gravi memulai pembicaraan. "Semua gara-gara lo," katanya sambil menatap Freya tajam. Freya mengerutkan keningnya bingung. Ia tidak tahu maksud Gravi berbicara seperti itu. Freya berfikir sejenak dan memutuskan untuk tidak menanggapi omongan Gravi karena ia tidak ingin membuat keributan di tengah-tengah suasana berduka ini.
"Frey, kamu pulang aja. Hujan loh, nanti kamu sakit," lirih Glan pelan. Di saat-saat seperti ini Glan masih saja sempat memikirkan orang lain.
"Aku bakalan pulang kalau kamu pulang," kata Freya sambil menggenggam tangan Glan. Semua interaksi mereka tidak luput dari tatapan kebencian yang dipancarkan oleh Gravi.
"Please, nurut ya. Aku masih pengin di sini."
"Enggak, Glan. Aku bakalan tetep nemenin kamu. Saat mama kamu di rumah sakit aku sama sekali gak tahu dan gak nemenin kamu. Sekarang biarin aku nemenin kamu, Glan."
Glan hanya diam dan tetap menatap makam Rishona. Pakaian mereka bertiga bahkan sudah basah karena hujan dan mereka sedikitpun tidak ada niat untuk beranjak pergi.
Tiba-tiba Glan dan Freya merasa hujan tidak mengenai mereka. Mereka berdua pun menoleh ke atas dan melihat seorang pria paruh baya memayungi mereka.
"Om Arnan?" kata Glan terkejut.
"Hujan loh. Ayo pulang," kata Arnan.
"Om itu papanya Horan kan?" tanya Freya. Arnan mengangguk.
"Om ngapain ke Jakarta?" tanya Glan. Ia hanya beberapa kali pernah melihat Arnan dan ia masih mengingat wajah Arnan.
"Haidar tidak pernah memperlakukan Rishona dengan baik ternyata. Dia bahkan gak dateng ke sini," lirih Arnan.
🍑🍑🍑
Satu minggu telah berlalu dan Glan menjadi orang tidak tersentuh dan terus mengurung diri di apartemen Horan. Kematian Rishona sangat berdampak buruk bagi Glan. Kian hari Glan semakin kurus karena tidak pernah makan dengan teratur.
Setelah pemakaman Rishona, Glan tetap memutuskan tinggal di apartemen Horan karena ia tidak ingin kembali ke rumahnya. Rumah yang belasan tahun ia tinggali rasanya seperti neraka. Maka dari itu Glan tidak ingin kembali.
"Kak, ini makan dulu," kata Gravi sambil menyodorkan kotak makanan pada Glan.
"Gak mood."
"Dikit aja, Kak. Ini udah sore loh," kata Gravi. Glan susah sekali disuruh makan. Ini sudah sore dan Glan belum makan siang.
"Makan, Glan. Nanti lo sakit," kata Horan. Sekarang mereka sedang ada di apartemen Horan. Selama seminggu ini Gravi rutin berkunjung ke apartemen Horan setelah pulang
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Horan memberi isyarat kepada Rangga agar membukakan pintu. Rangga pun mendengus kesal karena Horan selalu menyuruhnya membuka pintu padahal ia sedang mager.
"Cari sia- eh Freya."
"Ada Gravi ya?" tanya Freya.
"Enggak kok enggak ada. Ayo masuk cepet," kata Rangga berbohong. Freya pun percaya saja kalau Gravi tidak ada di sana.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Gravi sambil menatap Freya tajam. Gravi benar-benar tidak mempunyai sopan santun lagi pada Freya. Dulu Gravi takut pada Freya dan sekarang Gravi bersikap kurang ajar pada Freya.
Karena inilah Freya tidak mau masuk ke apartemen Horan kalau ada Gravi. Seminggu ini Freya sering berkunjung ke apartemen Horan. Hanya saja saat Rangga bilang Gravi selalu berkunjung, Freya memutuskan pulang karena ia tidak ingin bertengkar di depan Glan yang dalam kondisi berduka. Walaupun Freya tahu Gravi selalu di sana, Freya tetap berkunjung. Siapa tahu ada keajaiban yang membuat Gravi tidak sempat berkunjung.
"Gue ..." Freya menatap Glan yang sedang tiduran membelakanginya. Freya berfikir mungkin Glan sedang tidur dan tidak menyadari kedatangannya. "... pengin ketemu Glan."
Gravi berdecih mendengar perkataan Freya. "Cih ... udah lupa yang gue bilang?"
"Eh denger ya! Bukan gue yang bikin nyokapnya Glan meninggal. Kok lo malah nyalahin gue sih?" bentak Freya meluapkan kekesalannya. Sudah cukup ia memendam emosinya dan sekarang ia harus menyangkal Gravi yang terus mengatakan bahwa ia penyebab Rishona meninggal.
"Maksud kamu apa, Gravi?" tanya Glan yang tiba-tiba duduk. Ia tidak mengerti sama sekali apa yang dibicarakan oleh Gravi dan Freya.
"Aku kan udah bilang, Kak. Kak Freya itu penyebab Tante Rishona meninggal. Gara-gara dia, Kak!" ucap Gravi dengan nada tinggi sambil menunjuk wajah Freya. Freya langsung menepis tangan Gravi dengan kasar.
"Kok kamu nyalahin Freya? Mama meninggal itu karena penyakitnya, bukan Freya. Kamu jangan asal ngomong lagi ya, Gravi. Kakak gak suka," kata Glan sambil menatap Gravi tajam. Gravi pun menciut melihat Glan menatapnya seperti itu.
Freya menatap Glan sambil tersenyum senang karena Glan membelanya. Freya berjalan mendekati Glan lalu naik ke tempat tidur Glan dan langsung memeluk Glan dengan erat. "Akhirnya aku bisa ketemu kamu, Glan. Seminggu ini aku gak dikasih ketemu kamu," katanya pelan.
"Kangen ya?" tanya Glan sambil membalas pelukan Freya. Sudah seminggu ia tidak bertemu Freya, tentunya ia sangat merindukan kekasihnya itu.
"Katanya kalau bulu mata jatuh itu karena ada yang kangen. Aku bakalan kangen terus sama kamu biar bulu mata kamu rontok semua," bisik Freya sambil terkikik geli.
"Aku juga bakalan kangen sama kamu biar mata kamu gundul," balas Glan.
"Aku masih bisa pakai bulu mata palsu," kata Freya tidak mau kalah.
"Uh yang jomblo iri ya," kata Rion sambil melirik Horan dan Rangga.
"Heh! Gue gak jomblo ya. Pacar gue di Bandung," kata Horan tidak terima dibilang jomblo.
"Emang lo gak jomblo, Yon?" tanya Rangga heran. Bisa-bisanya jomblo teriak jomblo.
Horan, Rion, dan Rangga sibuk berdebat. Sementara Gravi menatap kesal ke arah dua insan yang sedang melepas rindu itu. Tentu saja ia cemburu melihat Freya dan Glan berpelukan.
Freya melepaskan pelukannya dan menatap Glan. "Kapan sekolah?" tanya Freya.
"Males."
"Minggu depan udah mulai ujian loh."
"Ya udah besok."
"Serius?" tanya Freya antusias. Glan mengangguk sambil tersenyum.
"HP kamu mana? Kok seminggu ini mati?" tanya Freya.
"Hancur, Frey. Dibanting. Enak banget banting-banting HP kayak gitu. Padahal gue masih bisa nampung HP bekas. Lumayan kalau dijual," sambar Rangga.
"Aku pulang," kata Gravi dengan nada ketus. Ia benar-benar tidak tahan diacuhkan. Saat ada Freya, disitulah Gravi diacuhkan oleh Glan.
22/3/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
FUCKTA (END)
Teen FictionFreya Amatera Pranaja, biasa dipanggil Freya. Freya itu galak, ya galak banget. Kalau good mood ya seperti kucing manja dan kalau badmood ya seperti kucing tidur yang diganggu. Freya naksir sama cowok sombong yang bernama Glandion Parviz Gardapati...