Sudah aku cermati kenapa ya kalian tuh pelit vote atau komen. Tidak susah bukan menge-klik tanda bintang. Tolong hargai author yang sudah susah membuat ide cerita *ga gampang loh ini. Misal ada 50 yang baca yang ngevote ga sam 10, ini yang lain kemana?
Kalian dengan bebas membaca cerita aku, ga aku privasi juga. Jadi jangan pelit vote ya. Author ga marah kok sans aja hehe.
Happy Reading.
Ruangan yang tadi terasa sesak kini penghuninya sudah mulai bisa bernapas normal kembali. Setelah 1 jam mendapat teori dari guru matematika dan dilanjutkan ulangan harian selama 2 jam membuat kepala hampir satu kelas itu mau meleduk.
Manda berjalan keluar kelas dengan langkah santai. Sedangkan Fica tengah uring-uringan dengan menjambak rambutnya sendiri. Mirip dengan orang gila yang kabur dari RSJ.
Hanya sebagian yang merasa tenang dengan ulangan dadakan tadi, sisanya sudah stress bahkan ada yang merasa hampir gila. Bu Aida adalah guru pindahan baru memang masih berumur belum ada 40 tahun, namun guru itu sangat kejam jika tengah memberi soal.
Tak lama, Fica berlari menyusul Amanda. Tadi Manda pamit akan pergi ketoilet. Kini Fica juga akan kesana memuntahkan soal soal memusingkan yang sedari tadi membuat mual diperutnya.
....
Beruntung hanya ada Fica saat Manda membuka pintu toilet. Sejujurnya Manda masih sedikit trauma pada saat dilabrak kakel sok penguasa itu.
"Hamil ya?" Fica menoleh saat Manda berada disampingnya sedang berkaca.
"Sembarangan, gue lagi muntahin soal dari bu Aida. Sialan bener."
Manda mengernyit bingung. Ah iya, ia lupa jika Fica itu alergi dengan rumus-rumus.
"Bener. Gue goblok kalo itung-itungan." Gumam Fica namun terdengar keras.
"Nggak. Lo gak bodoh" jawab Manda cuek.
"Nyatanya gue dari dulu gak bisa sama yang sebangsanya Matematika, Nda. Nggak kayak lo yang pinter dari orok."
"Lo tu cuma males." Kening Fica terdorong kebelakang saat Manda menyentilnya. "Gini deh, kalo lo ga bisa itung-itungan kenapa bisa ngitung duit?"
"Bedaaa. Nenek-nenek gak bisa ngitung aja kalo disodorin gambar Seokarno-Hatta juga bisa tau. Apalagi gue."
"Matre." Manda mendesis kesal.
"Realistis kali, mana ada cewek ga doyan duit. Sebenernya 'matre' tu gada adanya mata duitan." Oceh Fica diakhiri dengan tawa kencang.
"Bego. Dah lah males ngomong sama lo" Setelah itu Manda berbalik meninggalkan Fica.
Dengan kesal Manda berjalan tak memperhatikan. Ia tak sengaja menyenggol salah satu bahu kakak kelas.
Dan ternyata itu Gina. Bersama dengan dua antek-anteknya, Kiara dan Mikha. Manda mendengus sebal, sepertinya pertarungan akan dimulai.
"Sorry."
Sebelun Manda melangkah pergi, bahunya terlebih dulu ditarik oleh Gina hingga membuat Manda sedikit oleng.
"Gada sopan-sopannya sama kakel. MAU SOK CANTIK, IYA?" Suara Gina meninggi membuat orang yang berlalu lalang dikoridor berhenti untuk menyasikan.
"Maaf permisi." Untuk kedua kalinya bahu Manda ditarik hingga tubuhnya terjembab dilantai.
Kali ini Gina dan kedua temannya tersenyum. Seperti kartu As tangah berada ditangannya, tidak ada CCTV disekitaran karena 2 hari yang lalu CCTV diatas mereka baru dicopot karena rusak.
"Maksud kalian apaan? Nggak usah sok nindas orang lain."
"HAHAHA. Oh, udah berani rupanya sekarang. Jangan gara-gara lo udah jadian sama Liam lo bisa nglawan kita." Ujar Gina, "Lo tuh seharusnya nyadar. Gue yang kek gini aja ditolak apa lagi lo. Liam tuh nggak suka sama cewek modelan kek elo, dia tuh dari dulu cintanya cuma sama CHELSEA. Lo tuh hanya mainan buat dia. Dasar bodoh." Sambungnya dengan nada sinis lalu berlalu meninggalkan Manda yang masih terduduk dilantai.
Chelsea? Siapa dia. Mengapa hati Manda seperti diremas dengan ribuan tangan tak kasat mata. Apa benar dia hanya mainan?
Fica yang melihat sahabatnya terduduk dilantai dari kejauhan sedikit berlari menghampiri Manda.
Manda mendongak ketika uluran tangan kokoh menyambutnya. Ia bisa melihat siapa pemilik tangan tersebut. Manda berdiri dan segera diajak pergi oleh Akbar ketaman belakang sekolah.
....
"Gue udah denger semuanya. Jadi bener, lo pacaran sama Liam?"
"Iya"
"Sejak kapan?"
"Kemarin." Hati Akbar terasa ditusuk dengan jarum ghoib mendengar jawaban Manda. Memang, Terasa sangat sakit.
Sekarang Manda menghadap kearah Akbar, menatapnya dengan lekat, "belakangan ini kemana? Kenapa susah dihubungin?"
"Ah, nggak apa-apa"
"Lo ngejauh dari gue?"
"Nggak. Perasaan lo aja kali" sebenarnya Akbar ingin sekali mengutarakan isi hatinya. Namun, ia sangkal tidak tepat, Mandanya itu tengah bersedih. Akbar geram dengan Gina.
"Bar, Chelsea itu siapa?" Tanya Manda dengan suara lirih bahkan hampir tak terdengar.
"Maaf, gue nggak berhak. Tanya ke Liam aja."
"Tapi lo taukan?" Akbar mengangguk sebagai jawaban.
Manda kembali menunduk, satu bulir air terjatuh dari kelopak matanya yang indah. Akbar yang mendengar tangis Manda yang tertahan segera memeluk Manda. Berusaha menenangkan sahabarnya itu, atau lebih tepatnya sahabat yang ia cintai. Hatinya juga ikut sakit melihat cewek yang ia suka menangis.
"Disaat Liam nggak bisa kasih bahu buat sandaran, lo bisa minta bahu gue untuk bersandar. Karena gue," ucapan Akbar tertahan, dengan rasa perih ditenggorokannya ia mengatakan, "gue sahabat lo."
Dengan posisi Manda yang membelakangi, ia tidak bisa melihat bahwa tak jauh dari mereka berdiri ada Liam yang tengah menatapnya. Kecewa, marah, dan semua rasa yang tidak bisa Liam ungkapkan.
"Brengsek!"
=================================
Yeay updet lagi. Baru kemarin aku updet sekarang updet lagi. Sebenernya ini tuh ada skandalnya. Aku dah janji sama temen malam ini updet asal dia mau bantuin ngerjain tugas wkwk. Ya gitu lah. Bilang makasih dong sama dia yang udah bikin sama updet malam ini. Part kebut sejam ini namanya haha.
Semoga suka ya❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Boy (TAMAT)
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA. Ini kisah Amanda dan Liam. Dua orang yang berbeda dalam semua hal. Amanda, termasuk dalam kategori murid baru. Tapi sudah banyak yang tidak heran dengan sifat Manda yang tempramental. Terlebih Liam, visualisasi cowok gan...