COLD BOY-40

1.1K 78 21
                                    

PLEASE, DIBACA YA GUYS:)

Kalian mau ga bantuin aku milih visual yang pas buat Amanda, Liam, Chelsea, Akbar, Fica,Vendra sama Alex? Ya iya udah ada tapi aku rasa ada yang kurang sesuai sama ekspetasiku aja, aku tuh susah kalau nyari visual. Kalau kalian ada bayangan yang cocok bisa komen yaaa, biar aku cari sama pertimbangin.

Part selanjutnya insyaallah aku kasih gambaran visual mereka yang dulu sama yang sekarang (kalau ada yang ganti hehe)

Happy Reading!
............

Keesokan harinya, tepat pukul 7 rumah Manda sudah ramai didatangi oleh Liam, Akbar, Vendra dan juga Fica. Mereka berlima sudah siap dengan gaya masing-masing. Bukan untuk berpiknik maupun liburan, mereka akan mengunjungi makan kedua orang tua Manda yang terletak di Bandung.

Perjalanan lumayan jauh mereka tempuh, jalanan cukup padat karena libur akhir pekan. Suasana dalam mobil begitu ramai hanya karena suara dua orang yang dominan. Siapa lagi kalau bukan suara cempreng milik Fica dan juga suara jenis cowok menyebalkan seperti Vendra.

Manda melihat pemandangan luar dari jendela, menikmati setiap sudut pemandangan kota Bandung yang sempat tersimpan kenangan indah. Liam menyadari bahwa Manda tengan melamun segera meraih tangannya lalu menggenggamnya. Manda menoleh merasakan rasa hangat menjalar ketubuhnya. Ia membalas senyum cowok itu dengan tulus.

"Ku suka dirinya, mungkin aku sayang. Namun apakah mungkin, kau menjadi milikku," spontan Vendra bernyanyi kala melihat Akbar yang tengah terpaku pada kemesraan Liam dan Manda.

Semua menoleh, tak terkecuali Liam melirik Vendra melalui kaca spion, Vendra mendapat tatapan menghujam terlebih dari Akbar yang seolah tersirat ribuan pisau dimatanya. Manda berdehem mencoba mencairkan suasana karema sempat terasa awkward.

"Man, masih jauh nggak sih?"

"Nggak kok, udah deket. Kenapa?"

"Gue enek deket sama dia mulu, dari tadi berisik," ujar Fica menunjuk Vendra dengan jarinya.

"Enak aja, suara lo tuh yang kayak petasan tahun baru," balas Vendra, mereka saling menyalahkan, padahal sama saja kedua-duanya sangat berisik bila disatukan.

"Gue mau ngisi bensin dulu, kalau mau ke toilet turun aja," Liam membuka suara dengan raut wajah datar. Sekaligus menengahi perdebatan antara Vendra dan Fica.

....

TPU Taman Raya, plang itu terpampang jelas dimata Manda. Setelah turun dari mobil gadis itu langsung merasa dadanya sesak. Tak terasa bulir matanya turun membasahi pipi. Dengan segera, Manda mengusapnya sebelum yang lain menyadari bahwa ia menangis.

Akbar mencekal bahu Manda dari belakang, membuat gadis itu spontan memberhentikan langkah kakinya lalu menoleh. Liam, Fica dan juga Vendra ikut berhenti. Akbar menatap iris mata gadis dengan sangat dalam, seolah tahu apa yang sedang Manda rasakan.

"Jangan sedih, lo kuat. Mama sama papa lo nggak mau lo sedih untuk kesekian kalinya. Pasang senyum terbaik lo saat menemui mereka nanti," pesan Akbar membuat tangis Manda pecah. Mereka yang belum mengenal Manda secara dalam hanya bisa terdiam, kala tahu kalau Manda memang gadis rapuh seperti lainya, hanya saja ia lebih pintar menyembunyikan rasa pedih itu.

"Makasih," Manda mengusap sisa air mata lalu menerbitkan senyum kecil. Gadis itu merasa sangat berterimakasih pada Akbar karena selalu memahami dirinya dan juga menjadi sahabat terbaiknya.

Liam mencekal tangan Manda lalu menggandengnya. Ia tak mau Akbar mengambil kesempatan untuk kembali mendekati kekasihnya. Mereka berlima berjalan beriringan memasuki area pemakaman.

"Assalamualaikum, Pa, Ma. Maaf aku baru kunjungi kalian sekarang," Manda mengelus dan menaburi pusara kedua orang tuanya yang memang sengaja dijejerkan.

"Mama, Papa, aku kangen sama kalian, rasanya berat hidup tanpa kalian. Pa, kasihan kakak, dia berusaha mati-matian buat pertahanin perusahaannya papa yang hampir bangkrut gara-gara banyak penghianat setelah papa pergi, hiks.

Ma, mama gimana disana? Pasti udah bahagia kan sama papa? Maafin aku yang masih suka nangis, Ma. Manda udah nyoba kuat ngadepin masalah Manda, Manda udah berusaha biar nggak jadi anak Manja," helaan napas panjang keluar, menyisikan ruang kosong yang sempat pengap dihati Manda. Matanya tak bisa ia cegah untuk tak menitikan air, meski sekuat tenaga gadis itu menahan.

'Mama Anin, papa Herdi, ini Akbar. Kalian masih ingat kan? Dulu kalian suka ngajak Akbar ke rumah buat nemenin Manda main. Sekarang aku udah gede, aku bakal jagain Manda sepenuh hati aku, Ma, Pa. Aku janji,'

'Om, Tante, maaf udah sering nyakitin Manda,' batin Liam meminta maaf didepan nisan kedua orang tua Manda.

....

"Habis ini kita mau kemana?" tanya Manda memecah keheningan di dalam mobil. Liam bergantian menyetir dengan Akbar, sedangkan dijok belakang ada Liam, Manda dan juga Fica. Vendra lebih memilih didepan bersama Akbar, daripada harus beradu cakap dengan gadis bawel bin berisik seperti Fica.

"Jalan-jalan yuk," ajak Fica semangat.

"Jilin-jilin yik," ejek Vendra menirukan Fica, gadis itu langsung memukul Vendra dari belakang.

"Kemana?" sahut Akbar, sesekali melirik Manda dari kaca spion depan.

Semuanya tampak berpikir, kecuali Liam yang tengah memejamkan mata kelelahan. Cowok itu tak memedulikan obrolan diantara keempatnya. Liam memanfaatkan waktu sejenak untuk beristirahat.

"Mandugong, lo kan yang tau daerah sini kan, nah lo aja yang milih mau kemana," usul Vendra.

"Nama gue Manda, bukan Mandugong. Sekali lagi manggil gitu gue robek mulut bau lo," semprot gadis berjaket biru dongker itu. Merasa kesal karena Vendra selalu memanggilnya dengan sebutan Mandugong.

Fica tertawa ngakak kala melihat ekspresi kicep Vendra setelah kena semprot sahabatnya. Dasar cemen.

Manda mengetukkan jari ke dahinya, mulai berpikir mau kemana acara selanjutnya. Manda menyuruh Vendra maupun Fica untuk membuka ponsel, mencari referensi tempat wisata indah di area Bandung. Manda melirik ke arah Liam yang masih memejamkan mata. Merasa tak enak saat melihat kekasihnya itu kecapekan.

"Gimana kalau kita ke curug aja? Bagus tuh," ucap Fica berpendapat.

"Kejauhan, yang lain aja," jawab Akbar. Vendra menscroll ponselnya juga mencari tempat wisata. "Pantai aja, pasti banyak bule pake bikini," sahut cowok itu.

"Lo kira kita di Bali? Dasar ya kalau cowok mesum ya tetep mesum," cibir Fica merengut.

"Lah suka-suka gue lah. Mata juga mata gue,"

"Dih, nyolot,"

"Stop, brisik. Kita ke kebun teh aja, deket dari sini. Cuacanya juga ga terlalu panas," ujar Manda melerai perdebatan diantara cowok tengil dan cewek cempreng itu. Akbar mengangguk setuju dengan usulan Manda. Sebab kalau ke pantai juga tidak membawa baju ganti.

"Oke. Setuju," sahut Vendra dan Fica pada akhirnya.

Setelah satu jam perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah wisata bernuansa alam perkebunan teh. Mereka memandang dengan takjub melihat keindahannya. Dengan berlarian bak anak kecil Manda dan Fica kejar-kejaran menyusuri barisan pepohonan teh. Mereka tertawa, sesekali meminta Akbar, Liam maupun Vendra untuk memfotokan.

Para cowok memilih menunggu disalah satu tempat berteduh yang telah disediakan. Mereka bersantai sambil menikmati alam dengan secangkir kopi. Mereka bertiga sesekali mengawasi Manda dan Fica dari kejauhan.

"Lo keliatan deket banget sama Manda," kalimat pernyataan itu terucap dari bibir Liam untuk Akbar. Akbar mengangguk mengiyakan.

"Walaupun gue deket sama Manda, tapi hati dia cuma buat lo. Jadi, tolong jangan sakitin dia," ujar Akbar seusai menyeduh kopi dicangkirnya hingga tandas.

"Gue sih nyimak aja, Gan. Sambil ngopi liatin cewek bohay, ah mantap," sahut Vendra meski berada disituasi tegang antara Liam dan Akbar.

__________________________________________
Tbc,
Jangan lupa Vote + Komen

Jogja, 4 Januari 2021

Cold Boy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang