~•°•~
***
Sinta beberapa kali terlihat menghembuskan napasnya, melirik sekilas laki-laki yang duduk dengan tidak sopan di sofa sana, sambil sibuk dengan game online di ponselnya.
Terdengar gadis itu berdecak, membuat laki-laki itu mendongak. "Lo dateng ke sini niatnya mau apa sih? Ngerjain tugas atau cuma numpang ngadem doang?! " Ucap Sinta kesal.
"Bentar,gue lagi push rank nih! " Laki-laki itu bahkan tidak melepas pandangannya dari sana.
Sinta menghela napas panjang, menatap datar laki-laki itu. "Rey! Kalo lo ke sini cuma buat main game doang, mending balik aja deh lo! "
Rey dengan wajah kesal ia mendengus, menekan tombol di ponselnya dengan kesal. Lalu menatap Sinta yang tengah memasang wajah datar, "Yaudah buruan bantuin! " Katanya tidak santai.
Gadis itu hanya menghela napas, mencoba sabar menghadapi orang tak tau diri itu. Diraihnya buku tebal bertuliskan 'Kimia' di sampul depan, Sinta membuka perlembar kertas dengan sedikit dongkol. Sungguh, sebenarnya amarahnya tengah berada di titik maksimal, siap untuk meledak.
Namun, dengan sabar ia menghadapi laki-laki tengil yang tak tau diri itu.
Sinta tampak serius memahami soal, di baca beberapa kali. "Ini lo cari dulu bilangan oksidasinya, baru nanti di cari redoksnya." Ia menjelaskan.
Sedangkan Rey tampak memperhatikan dengan serius, mengangguk-anggukkan kepalanya. Sepertinya paham dengan apa yang dimaksud.
"Lo cari dulu,gue ke belakang bentar. " Sinta menyodorkan buku itu, terus beranjak.
Gadis itu sedikit bernapas lega, setidaknya laki-laki itu masih memiliki otak walaupun kecil.
Beberapa menit ia berkutat di dapur, Sinta kembali ke ruang tengah dengan membawa dua kaleng soda dan beberapa makanan ringan. Ya, memang benar. Rey itu tak tau diri, namun sudah sepatutnya tuan rumah menjamu tamu.
Namun sampai di sana, gadis itu terlihat mengernyitkan dahi. "Kok gak di kerjain sih? " Tanya Sinta saat melihat Rey yang malah kembali asik bermain game.
"Eee... Maksudnya gimana? Gue gak tau cara ngerjainnya. "
Terlihat Sinta yang begitu frustasi, berdecak kesal. Geram dengan laki-laki itu.
*
Beberapa saat kemudian, empat puluh soal telah selesai. Keduanya-Sinta dan Rey- menghela napas lega.
Sinta menatap Rey sinis, berdecak kesal. "Makanya otak tu di pake buat hal yang bermanfaat, bukan buat ngapalin nama cewek mulu! " Lagi, gadis itu kembali marah-marah.
Sejak menit pertama Rey menginjakkan kakinya di rumah Sinta, gadis itu tak berhenti untuk marah-marah.
"Lah, ya terserah gue. Kenapa lo, cemburu? "
"Dih, apaan sih? Najis! " Jawab Sinta.
Kini, jam menunjukkan pukul enam lebih tujuh belas menit, namun Rey tak kunjung berpamitan untuk pulang. Ia malah santai menyandarkan punggungnya disofa sambil terfokus pada ponselnya.
Sinta menendang kaki laki-laki itu. "Heh! Pulang sana, udah malem." Usir Sinta terang-terangan. Rey hanya menatap Sinta sekilas, lalu kembali lagi fokus dengan ponselnya.
Lagi-lagi gadis itu di buat berdecak kesal. "Pulang woy!! " Sinta berteriak tepat di samping Rey.
Rey mendesis tajam, menatap Sinta datar. "Gue nginep disini, udah malem. Dan lo juga gak ada yang jagain kan. " Katanya dengan santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy Ketemu Pawangnya!!!
Teen FictionBagaimana jika seorang playboyboy sekolah seperti Rey, berusaha mendekati seorang gadis dingin dan galak seperti Sinta. Berawal dari taruhan, membawa mereka berdua ke satu rasa yang tak terduga. Rasa cinta mulai tumbuh seiring dengan berjalannya wa...