Ica yang mulai heran segera melepas genggaman tangan Kama yang terus menariknya pergi. Menurutnya, ini sudah cukup jauh dari Yuka, jika memang tujuannya agar Yuka tidak mendengar.
"Ada apa, sih, Kama? Sebenarnya kita mau ke mana?"
"Ah, itu ...," ujar Kama gugup. Sebenarnya ia khawatir mengatakannya, karena takut Ica terkejut.
"Apa? Ngomong aja, Ma. Ini udah jauh dari tempat Yuka, loh." Ica menunggu kelanjutan kata-kata Kama dengan perasaan penasaran.
"Oke, tapi kamu jangan kaget, ya Ca," balas Kama kemudian. Akhirnya setelah berpikir caranya memberitahu hal penting itu dan mendapat anggukkan dari Ica, Kama pun mengatakannya.
"Refan dirawat." Kama menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan Yuka tidak mendengar kabar ini. "Jadi sebenarnya yang sakit itu ... Refan. Dia mengalami kecelakaan."
Ica membelalakkan kedua netranya mendengar kabar itu. Bagai petir menyambar di sore hari, Ica sangat syok dan terkejut. Kakinya turut melemas. Tidak sempat berkata-kata, Ica pun terjatuh pingsan tidak sadarkan diri. Giliran Kama yang membelalakkan kedua matanya. Ia tidak tahu harus bagaimana, karena panik, ia pun akhirnya menggendong tubuh Ica, membawanya ke tempat Yuka berada. Entah apa Refan akan memaafkan perbuatannya.
Begitu berhasil menemui Yuka, ia segera menunjukkan wajah khawatirnya dan memberi isyarat untuk membantunya. Yuka terlihat mengelap air matanya lalu beranjak menuju posisi Kama dan Ica yang kini sedang di tidurkan di atas kursi tunggu. Hoshi menatap Kama dengan kedua alis yang menyatu. "Lo apain Ica, hah?!"
"Santai, santai. Gue gak apa-apain dia. Gu-gue ... hanya memberi tahu padanya kalo Refan habis kecelakaan dan sedang dirawat di rumah sakit ini," jelas Kama serius. Ia paling tidak suka jika dituduh yang tidak-tidak.
"Haduh, Ma! Lo pintar banget, sih!" timbrung Yuka turut emosi. Melihat sahabatnya terkulai lemah seperti ini, sungguh membuatnya tidak tega. Kabar apa lagi yang akan ia dapatkan? Refan yang baru saja mengalami kecelakaan, lalu Ica yang jatuh pingsan, apa lagi?
"Maaf, gue gak bermaksud." Kama menundukkan pandangan merasa bersalah. Ia telah membuat dua sahabatnya marah dan satu sahabatnya jatuh pingsan. Sungguh tidak berguna!
"Jadi, lo udah tau, Ka?" tanya Kama heran. Karena saat Kama mengatakan hal tentang Refan, wanita itu tampak biasa saja. Tidak terlihat di wajahnya kalau ia terkejut seperti Ica tadi. Yuka hanya mengangguk pelan. "Gue udah tahu, dari Hoshi tadi."
"Sudah! Sekarang gue mau bawa Ica pulang. Lo berdua tetap di sini. Tunggu kabar baik dari abang gue." Hoshi segera membopong tubuh Ica.
"Tapi, Shi. Bagaimana dengan pesta ulang tahun Ica? Apa akan kita batalkan saja?" tanya Yuka menghadang kepergian Hoshi.
Hoshi menghentikan langkahnya. Ia terlihat sedikit berpikir dan menoleh ke arah Yuka dengan senyuman yang terpatri di sana. "Gue ada ide."
Yuka dan Kama bertatapan karena sama-sama tidak mengerti maksud Hoshi. Hoshi yang tidak mau berlama-lama langsung melanjutkan langkahnya. "Nanti gue jelasin bagaimana detailnya agar pesta ulang tahun Ica tetap jalan."
* * * * * *
Selama di perjalanan menuju rumah Ica, Hoshi terus menatap kaca mobilnya demi melihat keadaan peri mungil di jok belakang. Ia berharap, bahwa Ica lekas siuman. Dengan perasaan yang bercampur aduk, Hoshi terus mengemudikan mobilnya dengan berusaha mengendalikan perasaannya. Menyugestinya bahwa dua orang yang ia cinta kini akan baik-baik saja.
Setelah setengah jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di depan rumah Ica. Hoshi memarkirkan mobilnya dengan baik dan membuka pintu untuk kembali membopong Ica dengan gaya bridal style.
Begitu sampai di depan pintu rumahnya, Hoshi terlihat kesulitan dalam menggapai kenop pintu atau sekedar mengetuknya agar dibukakan dari dalam. Tidak habis pikir, Hoshi pun berinisiatif untuk meneriakkan nama sahabatnya yang mungkin ada di dalam-Aidan dan Fira.
"Aidan, Fira! Tolong bukain pintunya, dong" panggil Hoshi keras. Ia terus mengulang-ngulangnya hingga akhirnya pintu di depannya terbuka, menampakkan sosok Aidan yang terkejut melihat kehadirannya bersama Ica.
"Jangan nanya-nanya sekarang. Nanti gue jelasin!" potong Hoshi bahkan sebelum Aidan sempat mengatakan satu patah kata.
Aidan yang mengerti segera membiarkan Hoshi masuk membawa Ica yang tertidur itu.
Ica kenapa, ya? Masa iya ketiduran? Lalu, kenapa yang bawa Ica pulang malah Hoshi, bukan Refan? batin Aidan heran. Tidak ingin berlama-lama bergulat dengan pikiran sepihaknya, Aidan pun segera menutup pintu dan mengikuti arah yang Hoshi tuju.
Begitu melihat Hoshi yang menuju ke lantai atas-lebih tepatnya kamar Ica, Aidan segera mengganti arah menuju dapur, tempat Fira yang tengah sibuk berkutat dengan makanan-makanan manis untuk pesta malam nanti. Jam menunjukkan pukul lima sore. Artinya, pesta ulang tahun Ica akan berlangsung kurang lebih tiga jam dari sekarang.
"Hm, mendingan dikasih buah cherry atau stroberry, ya?" monolog Fira bingung.
Aidan yang mendapati aksi lucu Fira langsung menahan tawa agar tidak terdengar oleh Fira. Aidan sengaja mendekat dengan berjinjit berniat mengejutkan Fira yang tengah bermonolog itu.
"Dasar Aidan menyebalkan! Bukain pintu saja lamanya kayak izin buang hajat!" monolog Fira kesal. Ia kembali mengaduk adonan kue terakhirnya dengan bergumam mengejek Aidan yang tanpa ia ketahui tengah berada di belakangnya.
"Ya ampun! Beneran lama bang-"
"DOR!" kejut Aidan membuat Fira berteriak kaget. Tangan kotor Fira karena berbagai aktivitasnya di dapur dengan refleks menampar pipi Aidan.
"Argh! Gila, lo!" Aidan mengerang kesakitan dan segera memaki Fira atas refleks gilanya. Fira hanya mengatur detak jantungnya agar kembali normal. Cukup lama hingga. "Salah lo sendiri, ngapain ngagetin Fira! Udah tahu Fira orangnya gampang parnoan! Aneh! Nyebelinnn!"
Aidan terkekeh sambil terus memegangi pipinya yang dipenuhi krim dan adonan kue. Ah, bukan itu yang ia pikirkan. Melainkan warna merah yang turut tercetak di sana. Sungguh menyakitkan rasanya. Dari sanalah Aidan berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengejutkan Fira lagi.
"Heh, Aidan ke mana dulu, sih? Lama banget tahu gak?" maki Fira lalu kembali mengaduk adonannya. Mengabaikan kehadiran Aidan dan justru memberinya tugas lain.
Aidan yang tersadar akan alasannya menemui Fira segera memberitahu tentang Hoshi dan Ica yang sudah tiba dan tengah berada di lantai dua-kamar Ica.
"EH, SERIUS? KOK SAMA HOSHI, SIH? GAK SERU, NIH! FIRA MAUNYA REFAN YANG BAWA ICA PULANG!" seru Fira terkejut dan memanyunkan bibirnya karena rencananya tidak berhasil. Aidan mengisyaratkan jari telunjuknya pada Fira, menyuruhnya diam dan tidak berteriak.
"Hei, santai. Gue juga heran. Tapi, yang bikin gue lebih heran, Ica dibawa dalam keaadan tidur. Entah dia pingsan atau memang ketiduran, gue gak tahu," jelas Aidan terlihat berpikir sejenak. "Gimana kalau kita ikut ke atas? Lihat kondisi Ica dan bertanya sama Hoshi, meminta penjelasannya."
Fira mengangguk setuju, dengan segera ia beranjak lebih dulu. Meninggalkan adonan kuenya yang sudah tidak ia prioritaskan-demi mengungkap teka-teki yang terus berputar di pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desire [END]
Teen FictionManusia tidak ada yang sempurna, semua pasti memiliki kemampuan yang seimbang dengan kekurangannya. Tidak ada yang berlebih, hanya saja kita yang melebih-lebihkan. Kesuksesan bukan hanya untuk orang yang terlahir sempurna, selama ada tekad dan usaha...