Part 35

58 8 0
                                    

Antara suka dan duka, ada jarak yang nyata bagi kita.
—Ica

******

Kini Ica semakin mengerti bahwa saat kita berharap pada manusia pasti akan berakhir pada sebuah kekecewaan. Setelah Refan memberikan kenangan—seperti secercah harapan baginya—Refan dengan egoisnya menghilang dari dunianya. Bak orang yang ditelan bumi saja.

Ica baru saja mendengarkan kabar tak mengenakan dari Fira perihal keberadaan Refan. "Ica ... maaf karena Fira baru bilang sekarang, tapi Fira juga baru tahu. Ini soal Refan," ucap Fira yang saat itu mengunjungi rumahnya—tanpa ditemani oleh Mita dan Yuka.

"Memangnya Fira tahu Refan ada di mana? Kalau tahu, tolong kasih tahu Ica," desak Ica agar Fira mau memberitahunya.

Fira bisa melihat mata Ica yang sendu. Walaupun tidak bisa melihat, tentunya Ica masih bisa menangis, kan? Fira juga pasti akan melakukan hal yang sama dengan Ica jika seseorang yang membuat kita bahagia, tiba-tiba saja memilih pergi.

"Fira dapat kabar dari Aidan kalau Refan dan keluarganya lagi di luar negeri."

Kening Ica berkerut, setahunya Refan atau keluarganya tak pernah membahas tentang ini sebelumnya. Apa segitu tidak penting, kah, Ica di hati Refan sampai masalah ini saja, Ica tidak mengetahuinya?

Ica mematut senyum masam. "Ah, gitu ya...." ucapnya dengan lirih.

Mengetahui perihal keberadaan Refan dari orang lain saja sudah membuat Ica merasa kecewa dengan Refan, lalu apa kabar dengan hubungannya yang baru saja terjalin? Ica kadang bertanya-tanya dalam hati, apakah dirinya penting bagi Refan? Apa sebenarnya yang Refan sukai darinya?

Ica sadar, Refan pasti punya banyak gadis yang menggilainya, tapi kenapa Ica yang dipilihnya? KENAPA?

Ica memukul dadanya sendiri, berharap rasa sesak yang bersarang di sana segera hilang. Pelupuk matanya sudah membendung air mata yang siap tumpah kembali. "REFAN SEBENERNYA GAK CINTA SAMA ICA! REFAN CUMA KASIHAN AJA SAMA ICA! PASTI ITU ALASANNYA!" Ica berteriak nyaring dengan kalimat yang sangat menohok hati Fira yang melihatnya.

Fira merasa iba dengan sikap Ica yang seperti ini. "Ca, udah dong. Jangan bilang gitu, alasan Refan buat pergi pasti bukan karena itu kok. Fira yakin," ucap Fira dengan suara yang lembut, sambil berusaha menenangkan Ica yang sudah dibanjiri air mata.

Dengan mata yang sudah basah, Ica berkata lirih, "Apa yang membuat Fira yakin? Ica gak bisa melihat apakah Fira berkata jujur atau tidak pada Ica."

Fira sudah ikutan menangis, walaupun tidak separah Ica. Hatinya ikut teriris melihat sahabatnya berduka karena cinta secepat ini. Fira jadi semakin takut akan perasaannya pada seseorang. Apakah jatuh cinta, akan selalu semenyedihkan dan sesakit ini ya?

"Karena Refan menitipkan ini untuk Ica." Fira mengulurkan tangannya yang sedang memegang sebuah surat pada Ica.

"Apa?" Ica berusaha menjangkau lengan Fira, tentu saja Fira dengan kepekaan minimnya dapat mengerti kemampuan sahabatnya. Untuk itu, tangan Fira sengaja di dekatkan pada lengan Ica.

"Terima ini, Ca," titahnya. Ica menuruti. Dengan kemampuannya, Ica mulai menyentuh benda persegi panjang yang tipis itu. Membalikannya terus menerus.

"Ini surat?" tebak Ica.

"Iya, dari Refan." Seulas senyum kecil terpatri pada wajah Ica. Tapi pada detik setelahnya, riak wajahnya kembali murung.

Fira yang masih memiliki kepekaan yang minim pun bertanya, "Kenapa, Ca? Kamu masih marah sama Refan, kah?"

Desire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang