Pelajaran tersulit ialah merelakan. Entah mengapa pada bagian itu, aku selalu merasa gagal.
—Aidan Naufal
* * * * *
Tempat yang Kama dan Fira tuju ialah atap rumah sakit. Tempat di mana Hoshi dan Kama beradu argumen bersama. Sepi, itulah alasan Kama membawanya ke sini. Aidan mengambil jarak yang cukup jauh untuk sekadar melihat apa yang akan Kama perbuat pada gadis incarannya—Fira. Mata menggemaskan itu semakin tertutup karena takut yang merayapi pikiran dan hatinya.
Sampai di tengah-tengah, Kama melepas pegangan tangannya pada Fira. Lalu melihat sekeliling, memastikan keadaan aman. "Apa yang bisa menjamin lo gak akan buka mulut, hm?"
Fira menengadahkan pandangannya karena tubuh Kama yang lebih tinggi 6 senti darinya. Menatap kilatan emosi yang tertahan pada mata lelaki di hadapannya. "A-anu ... Fira berani sumpah, deh!"
"Sumpah doang? Basi." Kama kemudian tersenyum kecut dan membalikkan badannya ke arah berlawanan. Fira kembali tertunduk untuk merangkai kata-kata yang dapat ia jadikan alasan.
"Ta-tapi ... Fira serius. Fira gak akan beri tahu siapa-siapa, karena Fi-Fira ... tahu rasanya kayak gimana." Gadis lugu itu masih menundukkan pandangannya karena takut Kama membentaknya seperti waktu yang lalu. Ia terus mengigit bibir bawahnya agar isak tangis tidak keluar begitu saja.
Kama kemudian terkejut mendengar perkataan Fira. Ia menoleh, menatap gadis lugu itu dengan heran. "Maksud lo? Rasa apa?"
Perlahan kepala itu terangkat, membuat kedua netra mereka bertemu. "Mak-maksud Fira ... Fira ngerti kok, apa yang Kama rasakan saat ini!" Kama hanya mengeryitkan sebelah alisnya semakin heran. "Kenapa bisa?"
"Ka-karena ... orangtua Fira selalu bertengkar. Mereka tidak pernah akur. Fi-Fira takut, hal yang tidak diinginkan akan terjadi nanti. Oleh karena itu ... Fira bisa merasakan sedihnya menjadi Kama ...."
Kama memutar kedua bola matanya. Dirinya yang semula ingin memberi pelajaran pada gadis di hadapannya, kemudian beralih menjadi luluh hanya karena mendengar alasan dari seorang Fira. Kasihan, pikirnya dalam hati.
Tangan kekar itu menepuk pundak Fira pelan, membuat si empu menoleh refleks pada sosok di hadapannya. Mulutnya terbuka kecil, dengan netra yang berbinar-binar. Kama hanya mengirimkan senyum manis yang dapat ia berikan pada gadis di hadapannya.
"Thanks." Fira mengangguk dalam mata yang terpejam dan membalas senyuman Kama. Oh, jangan lupakan! Di belakang sana, ada Aidan yang mulai memanas melihat kedekatan kedua insan itu.
Apa-apaan ini? Mereka saling membalas senyum?! batin Aidan geram. Tangannya sudah terkepal, wajahnya merah padam. Jika Kama melakukan hal lebih ... ia siap meninju wajah sahabatnya itu dengan kepalan tangan yang sudah sekeras batu ini.
"Sama-sama, Kama. Jangan putus asa, ya!" balas gadis itu riang, masih belum membuka matanya. Kama hanya diam dan mendekatkan jarak di antara mereka. Dirinya turut memejamkan kedua netra dengan syahdu, tangannya tergerak mengusap pucuk kepala gadis itu. Fira kemudian terkejut dengan perlakuan Kama yang sangat tiba-tiba dan terasa manis itu.
Kama lalu mendekap tubuh Fira yang menggemaskan saat berdiri kikuk seperti ini. Menyalurkan energi positif dengan hawa hangat yang menyelimuti. Mulutnya tergerak menuju indra pendengaran gadis itu. "Lo lucu, Fir. Terima kasih atas kata-kata penyemangatnya."
Entah kenapa, jantung Fira menjadi bergerak tidak beraturan. Ia hanya dapat mengangguk lemah sebagai jawabannya. Ya, Fira tidak dapat berkata-kata lagi saat ini. Mungkin saja, wajahnya juga sudah berubah menjadi semerah tomat? Aah, ini tidak bagus!
Aidan sudah mulai geram. Kesabarannya sudah habis demi melihat adegan yang membuat hatinya patah berkeping-keping. Ia membuka pintu utama menuju atap rumah sakit itu dengan kasar, membuat dua insan yang tengah berpelukan di sana menghentikan adegan itu dan menoleh pada sumber suara.
Tangan yang terkepal itu sudah menjalankan tugasnya. Kama kemudian terjatuh duduk dari posisi sebelumnya. Menatap Aidan dengan tatapan tidak percaya, dengan tangan yang terus memegangi pipinya yang terasa sakit. "Sial, maksud lo apa nampar gue hah?!"
"AIDAN?!" teriak Fira kaget. Ia tidak tahu harus berkata apa pada lelaki itu, Fira takut, Aidan salah paham dan akan membenci dirinya. Namun, di lain sisi ia merasa tindakan Aidan juga salah karena menyakiti sahabatnya sendiri. Ia hanya terdiam melihat keduanya karena tidak tahu siapa yang akan ia bela.
"Wah, wah, wah ... sedang apa kalian? Lagi backstreet, ya?" tanya Aidan membuka suara dengan senyum masam yang menghiasi wajah tampannya. Tatapan bengisnya pada Kama kemudian beralih pada sosok gadis incarannya yang terlihat seperti orang kebingungan.
Kama menatap Aidan dengan tatapan serius. "Gue sama Fira gak ada hubungan apa-apa, Dan! Gue hanya mengekspresikan permintaan maaf dan terima kasih atas perkataan dia! Gak lebih!" serunya naik pitam.
"Oh, gitu. Apa permintaan maaf dan terima kasih harus pakai acara pelukan mesra, hm?" tanya Aidan masih merasa kesal. Tidak, dirinya hanya tidak terima jika gadis impiannya menjadi milik orang lain, apalagi sahabatnya sendiri.
"Aidan, stop! Kama benar! Kita gak ada hubungan apa-apa, dan ini gak seperti yang kamu lihat! Berhenti memarahinya seperti itu," ujar Fira melerai. Aidan menoleh, menatap gadis itu tidak percaya. "Lo nyalahin gue?"
"Iya! Cara Aidan yang salah. Seharusnya ini bisa dibicarakan baik-baik, gak perlu pakai kekuatan fisik!" ketus Fira. "Lagi pula, kita bukan siapa-siapa, Dan. Lo ... gak berhak buat ngekang gue sampai segitunya."
Deg!
Perkataan Fira memang benar adanya. Aidan bukanlah siapa-siapanya. Lantas, buat apa dia menjadi se-protective ini? Untuk apa? Seutas senyum menjadi akhir dari kesalahan pahaman yang terjadi hari ini. "Gue sayang sama lo. Gue takut lo kenapa-napa."
Aidan menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya sambil menatap ke arah lain. "Tapi, kalau hati lo memang bukan untuk gue, gak apa-apa. Gue ... hanya dapat berharap yang terbaik buat lo. Semoga lo bahagia." Aidan lalu melangkahkan kakinya gontai menuju pintu utama atap rumah sakit.
Fira hanya dapat meratapi punggung Aidan yang terus melangkah meninggalkannya. Tubuhnya terasa kaku untuk sekedar mengejar dan meraih tanganya. Bahkan, lidah mungilnya turut terasa kelu, untuk sekedar meneriakkan nama sosok yang ia kagumi dalam diam itu. Matanya mulai berkaca-kaca, mengingat dirinya yang baru saja membentak Aidan. Apa ia melakukan hal yang salah?
Kama yang menyadari itu, kemudian berdecih kesal. Langkah kakinya tergerak cepat untuk meraih lengan sahabatnya yang hampir menuruni tangga. "Hei!"
Merasa lengannya ditarik dan dipanggil, Aidan menoleh. "Lepasin gue." Kepala itu lalu menoleh ke depan dan menarik paksa lengannya untuk terlepas dari tangan Kama. Dengan perlahan ia melanjutkan langkahnya.
"Lo benar-benar salah paham, Dan! Semua gak seperti yang lo pikir!" Kama memutar kedua bola matanya malas ketika sahabatnya malah mendiamkannya dan tidak menggubris perkataannya. Lelaki itu malah terus melangkahkan kakinya menuruni tiap anak tangga.
"FIRA SUKA SAMA LO!" teriak Kama terpaksa. Karena itu yang ia rasakan dari hasil pengamatannya selama ini. Ya, Kama cukup pintar mengartikan perasaan seseorang. Ia tahu dari gerak-gerik dan sifat keduanya jika sedang bersama. Sangat kontras bahwa mereka saling suka dengan tingkat gengsi yang tinggi.
Aidan refleks menghentikan langkahnya. Tubuhnya mendadak beku di tempat, dengan mulut yang terbuka menyerupai huruf O selama dua detik, kemudian beralih menjadi decihan remeh. Air mata yang entah sejak kapan mengalir dari kelopaknya tanpa meminta izin itu menjadi saksi atas keseriusannya dalam mencintai gadis itu. Perlahan, ia melepas pegangan tangannya pada sisi tangga dan melanjutkan langkahnya.
"HEI, APA LO GAK TEGA, MENINGGALKAN ORANG YANG LO SUKA DALAM KEADAAN MENANGIS DI ATAS SANA?!" bentak Kama kesal. Hal itu cukup membuat Aidan sepenuhnya menoleh dan menunjukkan kedua bola mata yang membesar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desire [END]
Teen FictionManusia tidak ada yang sempurna, semua pasti memiliki kemampuan yang seimbang dengan kekurangannya. Tidak ada yang berlebih, hanya saja kita yang melebih-lebihkan. Kesuksesan bukan hanya untuk orang yang terlahir sempurna, selama ada tekad dan usaha...