Part 17

90 13 0
                                    

Denting demi denting terus berputar. Kini, Ica tengah melentangkan tubuhnya di atas kasur miliknya–dengan mata yang menatap lurus ke atas–meski sejatinya ia tidak dapat melihat.

"Huh, Ica bosan banget!" Ica meraba jam dinding khusus yang Tono buatkan untuknya.

"Udah jam sepuluh malam, tapi kok Ica gak ngantuk, ya?"

Ica memegang ujung kasurnya dan beranjak berdiri. Dengan langkah perlahan dan meraba-raba sekitar, Ica akhirnya menemukan benda yang ia cari–kursi roda.

Ica kemudian duduk di atasnya dan menjalankan kursi roda itu menuju jendela kamar–tempat kesukaan kedua Ica setelah tempat tidurnya. Alangkah indahnya pemandangan malam ini. Andai saja, peri kecil ini dapat melihat keindahan dunia di hadapannya. Hidupnya akan jauh lebih baik dan terlihat lebih sempurna.

* * * * *

"Non Ica, bangun, Non! Sudah pagi!" seru Mbok Yuni membangunkan Ica. Ia tertidur dalam keadaan duduk di kursi roda dan berada di depan jendela kamar yang terbuka.

Ica membuka kedua netranya perlahan. "Eh, Mbok Yuni, ya?"

"Iya, Non. Ya ampun, Non Ica. Kamu kok bisa ketiduran di sini, sih?" tanya Mbok Yuni tidak habis pikir. Punggung tangannya menepuk-nepuk jidat dan bagian leher Ica dengan perasaan khawatir.

Ica yang mulai tersadar sepenuhnya dari alam mimpi meraih kedua tangan Mbok Yuni yang tengah sibuk mengecek tiap inchi tubuhnya. "Ica gak apa-apa, Mbok."

"Aduh, Non ... Non Ica selalu bilang gak apa-apa sama Mbok. Tapi, kali ini Mbok khawatir karena gagal rawat Non." Mbok Yuni menekuk wajahnya terlihat gusar.

"Kalo Non Ica masuk angin, gimana?"
ujarnya dengan raut wajah yang sama. Ica hanya menghela napas berat. "Gak apa-apa, Mbok. Ica sehat, kok. Gak perlu khawatir lagi, lagi pula baru pertamakali, 'kan Ica kayak gini?"

Lagi-lagi senyum manis itu terpatri di wajah Ica–membuat Mbok Yuni turut mengembangkan senyumnya dan kagum pada sosok gadis yang berada di hadapannya.

"Terima kasih, Non." Mbok Yuni menundukkan badan. "Non ada yang perlu saya bantu lagi?"

Tringgg ...

"Ah, iya. Tolong ambilkan ponsel Ica, dong, Mbok. Kebetulan Ica denger bunyi," ujar Ica kemudian. Dirinya sibuk memikirkan siapa penelepon itu. Jika tebakkan Ica benar, sepertinya sekarang masih jam setengah delapan pagi.

"Baik, Non." Mbok Yuni pun mengambil ponsel milik Ica dan segera memberikannya pada Ica, seraya membacakan penelpon tersebut, "ini, Non. Dari Nak Yu–"

"Yuka, Mbok?" potong Ica heboh dan dibalas anggukkan oleh Mbok Yuni.

"Halo, Ka? Kenapa?"

"Oh, iya. Jam berapa?"

"Oke. Nanti Ica ke sana."

"Iya, dahh ...."

Hm, ada apa, ya? Kok tiba-tiba Yuka ngajak Ica main? Kemarin aja, mereka main gak ngajak-ngajak Ica!

* * * * *

Setelah mandi dan berganti pakaian, Ica pun kembali terduduk di depan jendela kamarnya sambil bersenandung ringan. Sungguh, udara pagi menjelang siang ini benar-benar menyejukkan. Walau sang bagaskara mulai merengsek ke atas, namun panasnya tidak begitu terasa.

Desire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang