Part 22

63 10 1
                                    

Sepasang manusia itu berlari dari dapur menuju kamar Ica, mereka seakan berlomba untuk sampai terlebih dahulu. Aksi tarik menarik pun tidak terelakkan lagi, bahkan Aidan sengaja menghalangi langkah Fira di belakangnya.

"Aidan, ngalah dong sama cewek!" seru Fira kesal.

"Enak aja, gak mau gue. Kalau ceweknya cantik sih oke aja, lah ini elo? Jelas gak mau lah," balas Aidan.

Ketika mereka sampai di pintu kamar Ica, keduanya saling menghalangi. Padahal sebenarnya bisa saja masuk berdua sekaligus dikarenakan pintu kamar Ica itu besar, tapi mereka membuat sulit hal yang mudah.

"Ladies first, Aidan!" teriak Fira.

"Gak bisa, gue duluan!" pekik Aidan balik.

Hoshi menggelengkan kepala melihat aksi sahabatnya itu, ia tak habis pikir jika suatu hari nanti Aidan dan Fira berjodoh. Ah, mungkin rumah tangga mereka akan selalu penuh teriakan.

"Udah, ngapain sih berebutan gitu?" lerai Hoshi.

"Suruh Aidan ngalah dong!" rengut Fira kesal.

"Elo yang ngalah," ucap Aidan tak terima.

Mereka terus saling bersahutan, bahkan leraian Hoshi tidak berguna sama sekali. Saat Hoshi ingin mendorong badan Aidan, malah ia sendiri yang terdorong oleh dua manusia itu.

Hingga lenguhan yang keluar dari mulut Ica menyadarkan ketiganya, mereka bergegas mengitari ranjang gadis yang baru sadar dari pingsan itu.

"Ca, ada yang sakit?" tanya Fira khawatir.

Ketika mata itu terbuka, hanya ada kekosongan yang terlihat. Fira bahkan meringis melihatnya, ia tak pernah melihat kondisi Ica sekacau ini.

Tangan Fira mengelus surai Ica dengan lembut, sesekali ia menyeka air mata gadis tuna netra yang berbaring lemah itu. "Ica, ngomong dong! Fira khawatir, jangan diam aja!" paksa Fira.

"Ca!" Kini suara Hoshi yang mengalun, tangannya mengusap tangan Ica yang mendingin. Rasanya ingin mati saja melihat kondisi Ica seperti ini, belum lagi dengan keadaan Refan yang entah bagaimana sekarang.

"Aidan, kecilin AC-nya!" perintah Hoshi.

Tanpa diperintah, Fira bergerak sendiri untuk mengambilkan Ica selimut di lemari gadis itu. Tampaknya Ica jatuh demam, matanya mulai terpejam dan menggigil.

"Refan, Ica kedinginan," ucap Ica lirih.

Igauan yang berasal dari alam bawah sadar Ica membuat tiga orang yang berada di sana langsung mematung, mereka tertegun sesaat setelah ucapan Ica tertangkap dalam pendengaran.

"Refan, juga nyebut nama Ica," ungkap Hoshi.

Aidan langsung menoleh, ia menatap Hoshi sangat lama. "Refan di mana?" tanyanya.

Seketika Hoshi teringat bahwa dua orang manusia di depannya belum mengetahui kabar dari Refan, mereka terlalu sibuk tadi. "Kakak gue ... kecelakaan, dia ada di rumah sakit sekarang," ujar Hoshi.

Tangan Fira refleks menutup mulutnya, ia menahan pekikan agar tidak keluar. Matanya melotot melihat Hoshi, kabar yang dibawa laki-laki itu sangat mengejutkan baginya. Padahal tadi baru saja ia berbincang pada Refan, bahkan kakak Hoshi itu sempat menasehatinya.

"Gak usah lebay," cibir Aidan seraya melemparkan tisu yang sudah diremasnya.

Gadis yang memakai baju kaos dan celana selutut itu menatap Aidan geram. "Aidan tuh bisa gak sih sehari aja gak ngehujat Fira?" pekik Fira tertahan, ia masih sadar diri ada Ica di dekat mereka.

"Gak bisa," jawab Aidan enteng.

"Kalian itu bisa gak sih akur?" tanya Hoshi dengan menirukan nada yang tadi dilotarkan Fira.

"Gak bisa!" Jawaban kompak itu membuat Hoshi terperanjat kaget, ia mengelus dadanya sebentar. "Kalau kalian jodoh, gue siap beliin tiket honeymoon ke Italia," ujar Hoshi.

"Amit-amit," ucap keduanya serentak.

"Tuh kan, gue doain jodoh beneran deh."

Hoshi tiba-tiba bangkit, ia merapikan bajunya yang sama sekali tidak lecek. "Titip Ica ya, jangan debat mulu lo berdua! Fira, lo di sini jaga Ica. Ikut tidur atau apa pun terserah lo," perintah Hoshi.

"Dan elo, tunggu di ruang tamu. Jaga-jaga di sana! Terserah mau ngapain, asal jangan tidur!" sambungnya.

"Gue ke rumah sakit dulu ya," pamit laki-laki itu.

Sepeninggalan Hoshi, Aidan menatap Fira sebal. "Dia aja boleh tidur, masa gue enggak?" tanya Aidan pada dirinya sendiri. Suara yang keluar dari mulutnya sangat kecil, bahkan jika diperhatikan mulutnya bergerak sedikit sekali.

"Apa lo? Sana keluar!" usir Fira.

Sindrom malas tiba-tiba menyerang Aidan, untuk membalas ucapan Fira saja ia tidak ingin lagi. Laki-laki itu melangkahkan kakinya keluar kamar, lalu menutup pintu berwarna biru itu. Ia melangkahkan kaki ke sofa ruang tamu, dan merebahkan diri di sana.

***

Ica mengerjapkan mata pelan, kepalanya berdenyut sakit. Tangannya meraba dahi, ada kain yang menempel di sana. Ia juga merasakan jika tubuhnya dibungkus oleh dua selimut, jadi ... ia demam ya?

Berpindah dari dahi, tangannya meraba sekitar. Ia mencari benda atau apa pun yang berada di dekatnya, hingga tak sengaja menepuk wajah Fira yang sedang tertidur.

"Aduh," ringis Fira.

Pendengaran Ica menangkap suara yang rasanya tidak asing lagi, sekali lagi ia menepuk arah datangnya suara.

"Ica, ini Fira," ucap Fira.

"Ini di mana?" tanya Ica lemah.

Fira bergegas bangun dari tidurnya, ia membantu Ica untuk bersandar di kepala ranjang. "Di rumah Ica, kenapa?" tanya Fira balik.

"Rumah?" beo Ica

"Iya, di rumah," perjelas Fira, ia tak paham dengan arah pembicaraan mereka. Sebenarnya ia ingin memanggil Aidan, tapi tidak enak berteriak di depan pemilik rumah.

Pergerakan dari Ica membuat Fira gelagapan, tapi ia tetap membantu gadis itu duduk di kursi rodanya. "Ica, ada apa?" tanya Fira bingung.

"Antar Ica ke rumah sakit sekarang, Fira! Ica mohon, tolong antar Ica buat jenguk Refan!" pinta Ica memelas, tangannya menggenggam tangan Fira erat seolah menaruh harapan besar pada sahabatnya.

Fira menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan sebelah tangan yang bebas dari genggaman Ica, ia tiba-tiba dilanda kebingungan. "Ica tunggu di sini dulu ya! Fira mau panggil Aidan dulu," ucap Fira.

Setelah genggaman mereka terlepas, Fira langsung berlari keluar kamar dan menghampiri Aidan. Laki-laki itu tampak sibuk dengan game di ponselnya, yang pasti Fira bisa menangkap bunyi suara tembak-tembakan terjadi.

Tak peduli jika ia disemprot Aidan setelah ini, Fira langsung merebut ponsel laki-laki itu dan memasukkan ke saku celananya.

"Fira, jangan mulai!" geram Aidan.

"Aidan yang jangan marah! Fira di sini cuma mau ngasih kabar kalau Ica udah sadar, dan dia mau minta bawa ke rumah sakit buat jenguk Refan," jelas Fira.

"Ya udah, kita ke rumah sakit sekarang," putus Aidan, ia juga ingin menjenguk sahabatnya yang sedang mengalami musibah itu.

Aidan bergegas menghampiri Ica dan menggendong gadis itu, sedangkan Fira mengikuti dari belakang dengan membawa kursi roda milik Ica.

"Kok sakit ya?" tanya Fira dengan memegang area hatinya.

Desire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang