Part 24

50 10 3
                                    

Ica yang mendengar perkataan Hoshi merasa dibuat heran. "Maksud Hoshi, apa ya? Kenapa bawa-bawa Ica?"

Hoshi terkekeh melihat raut wajah lucu Ica saat sedang bingung. Ia juga menangkap wajah-wajah kebingungan dari Aidan dan Fira. "Enggak, enggak. Gue bercanda aja, kok."

Fira mengelus dadanya merasa lega. "Kirain kenapa." Aidan memicingkan matanya pada Fira. "Kenapa lo yang panik, dah?"

Ica hanya dapat mendengar percakapan ketiga temannya tanpa dapat melihat bagaimana raut wajah mereka. Tetapi yang dapat Ica pastikan dan apa yang ada di pikiran Ica, wajah mereka pasti sangatlah lucu. Jadi, walau sejatinya Ica tidak dapat melihat, ia tetap ikut tertawa ketika salah satunya melakukan hal yang menurutnya lucu.

Tanpa sadar, lengkungan garis pada bibirnya terangkat menjadi sebuah senyuman, saat melihat gadis itu tertawa demi mendengar adegan konyol Aidan dan Fira. Hoshi terus menatap wajah indah itu, yang tanpa sadar Fira memergokinya. "Eh, Shi! Ngapain lihatin Ica terus?"

Demi apa pun, pada saat itu, Hoshi ingin mengutuk Fira menjadi batu. Bisakah mulutnya dikunci sedikit? Bisakah ia tidak menjadi sepolos ini untuk sementara? Hal itu sungguh menyebalkan kala pertanyaan yang ke luar dari mulut Fira justru terdengar oleh Ica. Ica kemudian menjadi salah tingkah dan mengomeli Fira yang asal ceplos itu.

"Apa, sih, Fira!" Ica kemudian mengerucutkan bibirnya ke depan. Ia menoleh ke ranjang yang ada di belakangnya, melihat wajah Refan secara menyeluruh. "Refan jangan cemburu, ya! Tadi Fira cuman bercanda, kok."

Senyuman itu perlahan luntur dari wajahnya. Hatinya turut merasakan sakitnya mengharapkan yang tidak dapat ia raih. Bagai dicabik-cabik singa yang lapar dan membuatnya tidak berbentuk, begitulah keadaannya saat ini.

Hoshi melangkah maju, menepuk pundak Ica pelan dan hangat. Menyejajarkan dirinya tepat di belakang tubuh Ica, memajukan kepalanya sedikit hingga mencapai daun telinga milik Ica. Fira yang notabene-nya polos langsung menutup kedua matanya melihat adegan itu. Padahal, Hoshi tidak melakukan apa yang Fira maksud. Hoshi mengembangkan senyumnya sebelum berkata, "Selamat ulang tahun, Ca. Harapan gue, semoga lo senantiasa merengkuh kebahagiaan, dan apa pun keinginan yang lo semogakan, dapat tersemogakan."

Tubuh Ica mendadak mematung di tempat. Lidahnya terasa kelu dan sulit untuk digerakkan. Begitu mulutnya tergerak untuk mengatakan sepatah kata, Hoshi menyangkal dengan jari telunjuknya. "Jangan katakan apa pun, nanti abang gue cemburu."

Ica kemudian berbalik arah memeluk tubuh hangat Hoshi yang berada di belakangnya. Menganggukkan kepalanya dengan senyum manis yang turut terpatri di wajahnya. "Terima kasih, Hoshi. Hoshi orang pertama yang mengucapkannya di hari spesial Ica."

Hoshi menahan napas dan memejamkan matanya. Perlahan ia memberanikan diri untuk mengelus surai lembut milik Ica. "Anytime, Ca." Aidan yang dengan setia melihat adegan itu mulai membentuk wajah datar dan berdeham mengganggu kedua temannya.

"Ekhem. Ada yang masih di bawah umur, Bang."

Ica refleks melepaskan pelukannya pada tubuh Hoshi dan mengucapkan untaian kata maaf karena aksi tanpa izinnya itu. Wajahnya kian memerah begitu pun pada wajah Hoshi.

Fira menurunkan tangannya dan membuka kedua matanya yang sempat terpejam. Mengelus dada karena merasa lega saat melihat Hoshi dan Ica sudah kembali pada posisi normal.

Ica kemudian menoleh ke belakanh-ke ranjang yang Refan tiduri. Mulai bercerita tentang apa yang baru saja terjadi. "Refan, tadi Ica senaaangg, banget! Hoshi adalah orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun pada Ica. Refan gak mau ucapin juga, gitu?"

Untungnya, Yuka tidak berada di sini. Karena jika iya, mungkin ia tidak akan setegar dan sekuat Hoshi dalam menahan rasa sakit yang teramat ini, terutama karena ia perempuan. Hoshi lantas mengalihkan pandangannya ke langit-langit putih ruangan VIP-untuk menghindari pemandangan di depan, yang dapat mengoyak hatinya lebih dalam.

Desire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang