Part 40

49 9 0
                                    

Bagaimana bisa aku melupakanmu, jika sosokmu begitu kuat bersemayam dalam pikiranku.

-Yuka

* * * * *

Di kediaman lain, terlihat dengan jelas sosok gadis berambut sebahu yang tengah terduduk pada bingkai jendela kamarnya. Kepalanya ia sandarkan pada bingkai besi kecokelatan yang ada di belakangnya. Kedua kakinya tertekuk dengan tangan yang memeluknya hingga menyentuh dada.

Tatapan sayunya menatap taman yang ada di bawah dengan sendu. Banyak hal yang tengah ia pikirkan, salah satunya adalah tentang perasaannya pada seseorang yang kini sudah menjadi milik sahabatnya. Perlahan, lantunan syair merdu keluar dari mulutnya.

Jangan tanyakan perasaanku
Jika kau pun tak bisa beralih
Dari masa lalu yang menghantuimu
Karena sungguh ini tidak adil

Bukan maksudku menyakitimu
Namun tak mudah 'tuk melupakan
Cerita panjang yang pernah aku lalui
Tolong yakinkan saja raguku

Pergi saja, engkau pergi dariku
Biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah
Hatiku hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Di waktu yang salah

Bukan ini yang kumau
Lalu untuk apa kau datang?
Rindu tak bisa diatur
Kita tak pernah mengerti
Kau dan aku menyakitkan

Pergi saja, engkau pergi dariku
Biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah
Hatiku hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Di waktu yang salah
Di waktu yang salah

Setelah melampiaskan apa yang dirasa dengan menyanyikan lagu yang berjudul Waktu yang Salah - Fiersa Besari, hatinya perlahan merasa tenang. Meski begitu, Yuka tidaklah sejahat Hoshi yang sangat berambisi mendapatkan hati dari orang yang ia cinta. Ah, bahkan bukan hanya hati yang ia harapkan. Raga dan jiwanya pun menjadi impian yang harus terkabulkan. Sungguh egois.

Kapan gue bisa sepenuhnya lupain lo, Fan? batin Yuka bertanya pada dirinya sendiri.

Gue ... gak mau jadi seperti Hoshi! Gak akan! Gue mau ... lo dan Ica bahagia. Itu aja!

Kedua tangannya semakin memeluk kedua lutut yang ia tekuk. Dengan perasaan serba salah, ia menenggelamkan wajah manisnya di antara tekukkan lututnya, berharap mendapat ketenangan lain dengan segera.

Suara pintu yang diketuk secara tiba-tiba, membuat alam bawah sadarnya terkejut. Dengan sigap ia turun dari bingkai jendela kamarnya dan menuju ke pintu kamar yang mulai memunculkan suara seorang Ibu.

"Yuka! Yuka! Buka pintunya dulu, Ibu mau bicara!"

Setelah pintu terbuka, nampaklah wajah khawatir Ibunya. Karena penasaran, Yuka pun bertanya untuk memastikan. "Ada apa, Bu?"

Bukannya menjawab, Sukma-ibunya Yuka malah menarik anaknya menuju ruang keluarga, di mana terdapat televisi yang menyala. Di sana, Sukma menyuruh anaknya untuk menonton siaran berita yang tengah berlangsung itu.

Sejujurnya, Yuka tidak mengerti mengapa Ibunya menyuruh ia untuk menonton siaran berita dadakan seperti ini. Tidak seperti biasanya. Yang dapat Yuka tangkap, ialah kejadian tabrak lari. Kejadian itu terjadi hari ini, di tempat yang baru saja Yuka kunjungi. Karena penasaran, yang semula malas-malasan mendengar berita tersebut, kini Yuka jadi menegakkan pendengarannya.

"Baiklah, sekarang saya sudah bersama salah satu keluarga dari korban tabrak lari yang terjadi di Jalan Mediterania Timur siang ini."

Begitu kamera tersebut mengarah pada sosok yang dimaksud-

KAMA?!

Oh, tidak. Itu berati, korban tabrak lari yang dimaksud adalah ... salah satu anggota keluarga Rakama Putra, temannya sendiri! Tidak, tidak, kali ini Yuka tidak bisa berpikir jernih. Ia langsung mengabaikan percakapan yang ada di televisi. Yuka lalu segera beranjak bangun dan ingin menuju kamarnya untuk bersiap-siap menuju tempat di mana Kama berada.

Yuka menoleh ke belakang dan mendapati dirinya ditahan oleh tangan halus Ibundanya. "Jangan langsung pergi, Yuka. Kamu lihat dulu berita ini sampai selesai."

"Tapi-"

"Baiklah. Berdasarkan bukti akurat dari CCTV dan sepengetahuan Anda, apa benar, pelaku tabrak lari itu adalah teman Anda sendiri?"

Tubuh Yuka mendadak kaku. Kala pertanyaan sang reporter yang tertuju pada Kama barusan, berhasil membuatnya kembali menoleh ke layar televisi, rasa penasaran dan tegang menyelimuti hati dan pikirannya. Menyadari hal itu, Sukma melepas tangannya dari lengan anaknya yang hampir pergi itu, menyuruhnya kembali duduk.

"Iya, benar. Ah, mungkin lebih tepatnya adalah adik dari sahabat saya sendiri! Dan saya tidak akan pernah memaafkan kesalahannya, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada adik saya!"

Kedua netra Yuka membesar. Sepertinya, ia mengerti siapa yang Kama maksud berdasarkan ciri-ciri yang ia sebutkan barusan.

"Lihat, kamu jangan ke tempat sepi seperti itu lagi, ya! Bahaya. Banyak kendaraan yang melaju sangat kencang," nasihat Sukma mengelus kepala anaknya. "Ibu tahu, kamu baru saja melewati jalan itu. Makanya Ibu mengajak kamu menonton siaran berita atas kejadian hari ini. Tadi kamu lihat, enggak, kecelakaan itu?"

Yuka hanya menggelengkan kepalanya. Sang reporter kemudian memberikan pertanyaan penutup pada keluarga korban tabrak lari itu.
Air matanya ia tahan sekuat mungkin agar tidak jatuh membasahi pipinya. Ya, Ibunya memang tidak tahu, bahwa keluarga korban dan pelaku yang ada pada berita itu ialah teman dekat Yuka di sekolah. Ia berusaha tidak memberitahu Ibunya, karena jika Ibunya tahu, Yuka yakin dirinya tidak akan diperbolehkan bermain atau bertemu dengan si pelaku yang akan segera Yuka ketahui ini.

"Apa ada pesan yang ingin Anda sampaikan pada si pelaku tabrak lari tersebut?"

"Ada. Teruntuk kamu, Shi! Saya harap kamu mendapat hukuman yang setimpal. Karena penjara saja tidak cukup untuk penjahat sepertimu! Terima kasih."

Mendengar penggalan nama itu, Yuka langsung memutuskan izin kepada Ibunya untuk pergi ke kamarnya lebih dulu. Ia segera merebahkan tubuhnya dengan posisi tengkurap pada kasur miliknya.

Shi? Benarkah yang dimaksud Kama adalah Hoshi? batin Yuka bertanya-tanya. Ia sungguh tidak habis pikir. Di saat-saat seperti ini, ponselnya tiba-tiba berdering, menandakan adanya pesan masuk. Karena penasaran, Yuka segera meraihnya dan melihat siapa pengirimnya dan apa isi pesan tersebut.

Begitu dilihatnya, ternyata bukan hanya satu pesan yang masuk. Melainkan ada kurang lebih lima pesan dari orang yang berbeda. Di bukanya dari yang paling bawah, yaitu dari sahabatnya-Fira.

Alfira Putri
Yuka! Tolong bantu Fira nenangin Ica, dong. Fira gak tahu lagi harus berbuat apa ....

Ka.
Oke, gue akan segera ke sana.

Begitu selesai ia ketikkan kata-kata untuk membalas pesan Fira, dengan sigap Yuka segera bergegas untuk siap-siap dan menuju kediaman sahabatnya terlebih dahulu. Masalah kecelakaan yang dialami sahabatnya yang lain-keluarga Kama ia kesampingkan sementara.

Ah, jam dinding yang ada di kamarnya menunjukkan pukul setengah tiga sore. Ada baiknya jika ia beranjak membasuh diri agar saat pulang nanti, ia tidak perlu melakukannya lagi. Entah apa yang terjadi pada sahabatnya-Ica, sehingga Yuka turut penasaran untuk mengetahuinya secara langsung. Ia harap, semua baik-baik saja.



Desire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang