4

15.4K 1.8K 139
                                    

⏯🎶 Eclat – Bentuk Cinta | ©VanteKim12

“Lagi ngapain?”

Arsa menoleh, bi Laila yang ada di samping cuma tersenyum kecil. Nunjuk bawang merah yang lagi dipotong majikan kecilnya sembari berujar pelan. “Den Arsa lagi bantuin bibi masak, sekalian belajar katanya.”

Alis Nathan terangkat heran, menyingkirkan poni yang menghalangi mata Arsa tanpa permisi. “Kenapa belajar masak?” bisik dia guna bertanya.

Arsa mencebik sesaat, mengiris bawang merah di tangan dengan sedikit kesusahan. Dia tidak pernah memasak sebelumnya jadi tidak terlalu mengerti bagaimana cara memotong bawang. Bi Laila saja sampai harus menyabarkan diri menahan perasaan gemas.

Gemas ingin mengomel.

“Disuruh bunda. Tadi nelpon Arsa terus bilang ‘belajar masak sama bi Laila, biar jadi istri yang baik.’ Arsa 'kan cowok masa harus bisa masak.” keluhnya panjang lebar dengan bibir sedikit maju ke depan.

Masih sebal karena sang ibu memberikan tugas dadakan untuk Arsa.

“Kalau gak bisa masak jangan dipaksain, saya gak mau mati keracunan.”

Bi Laila terkikik geli menutup mulut sendiri menggunakan punggung tangan. Arsa mendelik tak terima jelas merasa tersinggung karena sudah ditertawakan. “Jangan ketawa bi, gak lucu.”

“Maaf den, keceplosan.” kikiknya lagi namun kali ini lebih pelan lalu berbalik pergi dari ruang dapur. Tidak ingin sampai mengganggu pasangan baru.

Nathan hanya menatap acuh tak acuh, menarik lengan baju Arsa dari arah belakang agar tidak terkena noda. “Nanti bajunya kotor.”

“Lupa.” jawab dia tanpa beban. Mengusak mata sendiri yang terasa perih dan malah semakin menjadi-jadi hingga memerah menahan tangis.

“Kak perih, gimana ngilangin nya?” Arsa berteriak panik.

Nathan ikut cemas dan menarik tangan Arsa menuju wastafel setelah itu membasuh mata yang berkabut perih secara perlahan nan hati-hati. “Jangan digosok lagi matanya Arsa nanti makin perih. Tangan kamu habis motong bawang!”

Bibir bawah Arsa menekuk cemberut, mengerjap terkejut begitu merasakan tiupan hangat menerpa mata bagian kiri. “Masih perih?”

“Masih.”

“Basuh lagi pake air jangan digosok dulu matanya.” kata Nathan memberitahu, mengambil tisu yang ada di meja makan sebentar guna mengusap mata basah Arsa hingga kering. “Kalau lagi ngiris bawang  itu jangan langsung ngusap mata, masa gitu aja nggak tahu?”

Kurang ajar, Arsa 'kan tidak pernah belajar memasak. Mana tahu kalau habis potong bawang tidak boleh kena mata.

Baru masuk dapur saja biasanya ogah mengingat dari lahir Arsa cuman tahu makan. Tidak pernah mau tahu apalagi peduli tentang proses pembuatannya.

“Emang kamu mau bikin apaan?”

“Tumis kangkung.” Ia menjawab lirih masih dengan wajah memelas.

Menghembuskan napas panjang, diusapnya kepala Arsa dengan senyuman maklum. “Duduk aja sana biar saya yang masak!”

Tidak tega juga kalau sudah melihat Arsa kesusahan hanya demi tugas dadakan dari sang ibu tercinta. Lagipula Nahan masih mau hidup sehat tanpa mati konyol gara-gara hasil eksperimen Arsa.

“Kak Nathan bisa masak?”

“Bisa sedikit diajarin sama mama.” Kepala Arsa terangguk paham, mengintip cara suaminya memotong bawang dan cabe penuh kekaguman. Padahal hanya gerakan biasa tapi Arsa sudah bertingkah seperti sedang memotong tulang sapi.

Happy Marriage [KV] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang