38

15.1K 1.2K 135
                                    

Ada yang berbeda dari Nathan, jika dulu pria ini paling tidak suka makan sosis seperti Arsa. Maka lain lagi dengan sekarang.

Makan dia lahap sekali, bahkan tak segan-segan mengambil porsi milik Arsa disertai senyuman polos tak berdosa. Alasannya hanya karena ingin. Begitu dia bilang.

Kesal memang kalau bukan suami pasti sudah Arsa tebas sampai mampus, mungkin.

“Mas, itu punya Arsa dih. Jangan diambil!” sS kecil merajuk, mencoba mengambil kembali potongan sosis gurita miliknya dari piring Nathan secara percuma.

Sedangkan si pelaku sudah mengelak lincah dan memakan sosis tersebut tanpa rasa bersalah. Wajah Arsa sontak menekuk masam, Bi Laila panik di tempat. Tahu benar kalau sebentar lagi akan terjadi keributan internal.

“Mas cuman minta sepotong, kamu gak boleh pelit sama suami sendiri!”

“TAPI ITU PUNYA ARSAAA!” teriakan nyaring memekak telinga mengejutkan Bi Laila yang tengah membereskan dapur. Nathan saja sampai tersedak seraya menepuk-nepuk dadanya kalut.

Gila, teriakan bocah ini benar-benar sudah mirip kingkong.

“Gak usah teriak juga dek, nanti kalau kedengeran tetangga gimana?”

“Biarin! Arsa lagi marah sama Mas Nathan!” Kedua lengannya bersidekap, menunjukkan sikap merajuk. Nathan terkekeh gemas, mencubit ujung hidung Arsa pelan-pelan lalu mengecup pipinya sebagai tambahan.

“Jangan pegang-pegang ish! Awas, Arsa mau nonton TV!”

“Nanti aja, sini duduk dulu sama Mas.” pergelangan tangan Arsa ditahan secepat kilat. Lantas menariknya agar mendekat sebelum mendudukkan pemuda manis itu diatas pangkuan.

“Ada Bi Laila dih!” Arsa masih punya rasa malu, wajah dia merona tipis. Berusaha bangkit namun terhalangi oleh pelukan di sekeliling pinggangnya.

Bi Laila  selaku pemilik nama yang baru saja di ungkit-ungkit oleh sang majikan tampak berdeham canggung. “Gapapa den, Bibi ngerti kok tapi kalau mau berbuat lebih jangan disini ya, mending di kamar aja.”

Tertawa kikuk seraya berlalu pergi, keheningan memalukan segera membumbung tinggi mempermainkan rasa malu dia. “Kamu wangi, mas suka.”

“Mas juga wangi, kesukaan Arsa.” balasnya tak kalah manja dan berbalik memeluk leher jenjang Nathan. Sisi kepala dia bersandar menumpu pada bahu lebar si pria. Satu jari bahkan sudah terangkat memainkan jakun milik Nathan dan mengetuk-ngetuknya kecil tanpa niat menyakiti.

“Kerja dih, masa guru datangnya telat.” teguran berintonasi lembut justru membuat Nathan semakin enggan untuk beranjak memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang guru. Pelukan diantara mereka mengerat, mengecup leher dan bahu Arsa berulang kali hingga membuat si empunya menggelinjang kegelian.

“Jangan disitu, geli!”

“Mas bolos ya buat sehari.” Suara Nathan terdengar parau dengan sorot mata memelas.

“Gak boleh, Kalau Mas gak kerja nanti siapa yang cari uang?!”

Iris gelap Nathan berputar malas. “Mas cuman bolos sehari dek, bukan selamanya.”

“Sama aja, nanti kalau Mas dipecat gara-gara bolos gimana?” Dia tetap bersikukuh perihal acara bolos-membolos Nathan yang dapat berdampak buruk bagi keselamatan jiwa-raga.

Amat sangat berbahaya kalau Nathan ada di rumah seharian bersama dirinya. Sekalipun ada Bi Laila, Arsa tetap tidak bisa menjamin keselamatan apapun.

“kamu lupa itu sekolah punya siapa?” Sebuah seringai menyebalkan hadir menghiasi paras tampan Nathan. Yang lebih muda mendengus, menjewer kuping pihak suami main-main diselingi desis sengit.

Happy Marriage [KV] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang