43

13.9K 1.2K 190
                                    

“Ah!”

“Shh, rileks dek.” Nathan menggeram, merengkuh lebih erat tubuh berisi Arsa sembari menghentakkan pinggulnya secara konstan. Napas dia memberat, menerpa sepanjang garis leher si kecil sebelum mendesak lebih dalam nan intens.

Pita suara Arsa tercekat, menahan lengan kekar Nathan kelewat erat seolah mengisyaratkan pria itu agar tetap tenang dan pelan. Mata dia terpejam samar, mencoba mengimbangi hujaman organ genital Nathan disela-sela desah lirih.

“Eungh mas.”

“Tahan sebentar...”

Arsa menurut, menahan puncak kenikmatannya untuk sesaat sebelum melepas disertai tarikan napas tajam. Nathan menggeram, lagi. Iris hitam dia menggelap, menekan lebih cepat begitu pelepasan hampir sampai.

“Haa.” Melakukan gerakan terakhir sebelum mengurai penyatuan mereka, kepala Arsa menoleh menatap iris gelap Nathan.

Senyum dia terukir, menyambut pangutan hangat yang  lebih tua dalam sekali sentuh. Lidah keduanya membelit, menghisap hingga melumat seolah tak ada hari lain untuk esok. Nathan terkekeh, mengusap benang saliva yang teruntai diantara mulut mereka menggunakan ibu jari. “Capek hm?”

“Nggak terlalu, punggung Arsa cuman pegel.”

“Tidur aja, biar mas yang bersihin badan kamu.”

Menuruti titah Nathan untuk kesekian kali, kelereng cokelat terang Arsa terus mengikuti langkah kaki si pria yang tengah membawa handuk bersih dan juga wadah kecil berisi air. Hati dia menghangat, mengubah posisi awal menjadi duduk bersandar pada kepala ranjang dengan tumpuan bantal.

“Mama sama mbak Senja mau kesini, sekalian ngasih undangan katanya.”

“Undangan?” Nathan bertanya heran, menggosok pangkal paha juga perut Arsa lembut dengan begitu telaten.

“Hm, undangan nikah...” Ucapan Arsa terpotong oleh tawa geli. Terlihat menggeliat tak nyaman kala usapan suaminya turun mengenai area pribadi. “... Mbak Senja mau nikah, Mas gak tahu?”

Pada dasarnya Nathan memang tidak tahu. Selama ini fokus dan prioritas utama dia selalu tertuju pada Arsa. Jadi bagaimana mungkin Nathan bisa mencari tahu soal info terbaru sang mantan kekasih. “Cuman mereka berdua 'kan yang datang? Mama sama Senja.”

“Gak tahu, Mama Aleta bilangnya cuman mau datang sama Mbak Senja. Emang kenapa?”

Kepala Nathan menggeleng acuh tak acuh, lantas memperbaiki letak kaki Arsa agar berpangku diatas pahanya yang sudah terbalut celana kain pendek. “Kalau nanti Satria dateng kesini juga, kamu jangan terlalu deket sama dia. Mas gak suka.”

“Arsa tahu.” Tanpa harus di beritahu pun Arsa sudah tahu apa yang harus dia lakukan. Nathan itu posesif, tidak tahu kenapa.

Acap kali Arsa berdekatan dengan pria atau bahkan gadis lain, Nathan akan langsung marah lalu mengukung dia dalam dominasi pekat. Kesal memang, tapi Arsa mengerti semua itu terjadi karena perasaan Nathan sendiri yang terlalu kuat. Mengakar terlampau erat dalam konteks mencintainya.

“Mas Nathan kapan cuti?”

“Nanti dek, mau mas ambilin makannya kesini?” Arsa bergumam samar tanda menolak, kemudian menutupi tubuh polosnya menggunakan selimut tebal sebelum berucap menunjuk lemari pakaian.

“Ambilin Arsa baju dulu, dingin.”

Yang lebih tua mengangguk patuh, mengambil sehelai pakaian untuk Arsa setelah memilah selama beberapa menit. Setidaknya Nathan harus memastikan kenyamanan lelaki manis itu terlebih dahulu.

“Sini mas pakein.”

“Arsa bisa sendiri kok, oh iya. Tolong ambilin hp juga dong, itu tuh, ada diatas sana!” Menghela napas dengan segenap kesabaran penuh yang ada, Nathan meraih ponsel hitam milik Arsa diatas meja rias.

Happy Marriage [KV] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang