37

15.5K 1.2K 167
                                    

“Kenapa diem aja?” Suara rendah Nathan mengalun, memenuhi indra pendengaran Arsa yang tengah berdiri gusar dengan kedua kaki merapat tanda gemetar.

Kelopak mata dia jatuh setengah terpejam disertai bulir bening yang membasahi pelupuk mata. Ah, jangan lupakan rona merah padam di kedua pipi manis Arsa. Benar-benar menggoda iman Nathan untuk bertindak gila secara telak.

“M-mas.”

“Kamu sendiri yang bilang pengen nyobain itu 'kan?”

“Tapi gak selama ini!” — Ugh, hampir saja dia merengek dan memohon pertolongan pada sang suami.

Tidak, Arsa tidak mau melakukan itu. Dia malu, amat sangat malu jika harus bertekuk lutut bahkan bergantung akan sentuhan panas Nathan. Meskipun begitu, Arsa sungguh tidak bisa menahannya lebih lama lagi.

Bibir bagian bawah dia gigit kuat-kuat, meremat ujung baju tanpa sadar seraya meringis lirih diselingi lenguhan samar.

“Jangan berisik, Mama sama Ayah ada di kamar sebelah.” ujar Nathan mengingatkan dan mengusap keringat dingin yang membasahi kening pasangannya menggunakan ibu jari. Mata dia berkilat sesaat dengan hela napas berat.

Lantas mencium pelipis juga rahang tegas si kecil seduktif. “Adek mau main?” tanyanya rendah sebelum meraih lekuk pinggang yang lebih muda guna mendekap teramat posesif.

Senang sekali jika berhasil mempermainkan kepolosan Arsa seperti sekarang ini. Meski terkadang dia sedikit kesal acap kali mengingat ilmu sesat yang diberikan oleh Arkan.

Tapi tak dapat dipungkiri bahwa sisi lain dari dirinya juga turut mengucapkan terima kepada sang adik ipar karena sudah membuat Arsa menjadi lebih pintar soal urusan melayani di atas ranjang.

“Mas Nathan~” Pada akhirnya Arsa menyerah, dia merengek. Meremat kaus depan Nathan sampai kusut pun menggesek organ genital keduanya gelisah.

Sangat panas, sakit plus gatal.

Menahan lebih lama lagi hanya akan membuat akal sehat Arsa hilang tertelan ego. Berjinjit sedikit agar dapat memeluk leher Nathan gusar. Pendirian kukuhnya hancur lebur, jatuh tersesat dengan pikiran kosong.

Total, pemuda manis tersebut hilang arah akan bisik rendah dan seringai tipis sang suami. Ritme jantung Arsa berdegup kelewat cepat, meraup bibir ranum Nathaniel dengan tergesa-gesa hingga membuat si empunya terkekeh gemas dalam pangutan lidah diantara mereka.

“Pelan-pelan sayang.” tegurnya geli sembari mengusap tengkuk Arsa lamat-lamat. Gerak tangan dia sesekali akan berubah menjadi pijatan halus lalu merambat turun mengusap garis punggung Arsa dari balik kaus.

Suara decak basah bercampur deru napas memburu saling bersahutan mengisi keheningan kamar. Suhu ruangan bahkan turun hingga titik terendah seolah memberikan sensasi intim tersendiri bagi dua pasang adam.

Lagi, kedua tungkai kaki Arsa melemas dihiasi getaran samar. Mata dia berkilau basah sebelum mengerang dan meloloskan satu bisik serak.

“N-nhg mas.” rengekan Arsa berubah menjadi isak tertahan. Jelas merasa frustasi karena benda sialan yang sejak tadi siang terus bersarang, memenuhi celah sempit. Dibelakang sana.

“Stt, jangan ngelawan, biar nas sendiri yang lepas vibrator nya nanti.”

Dia menggeleng cepat, kian menempel pada tubuh tegap Nathan bagaikan perangko. “Sekarang aja, jangan nanti.”

“Kalau gitu buka baju kamu, semuanya, sendiri.”

.

.

.

Polos tanpa sehelai benang pun sukses membuat Arsa malu luar biasa dengan wajah memerah lucu. Gulir mata dia tampak linglung, berdiri lemas menghadapi sorot tajam Nathan yang tengah menilai sembari memainkan remot kecil di tangan kanan.

Happy Marriage [KV] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang