Bab 20 Menyebalkan

191 43 68
                                    

"Tuliskan dalam hatimu bahwa setiap hari adalah hari terbaik dalam setahun."

~Ralph Waldo Emerson~

Pancaran sinar mentari menerangi bumi, mentari seolah memberi kabar bahwa kebahagiaan datang hari ini. Kicauan burung-burung terdengar sangat merdu seakan menyanyikan sebuah lagu. Angin menyapaku dengan lembut seperti membisikkan kata rindu.

Tentang pagi yang tak pernah bosan bersama dengan waktu, datang menggantikan sang malam. tentang pagi yang tak pernah lelah bersama dengan waktu, memulai hari menerangi bumi dan tentang pagi yang datang tuk sisakan kenangan.

Jam dinding menunjukkan pukul 06:00, gue bergegas menuju ke kamar mandi. Sekitar lima belas menit gue telah selesai berberes, Tak lupa gue memoles bibir dengan lipbalm agar tak terlihat pucat. Tiga hari telah berlalu dan kegiatan PLS telah usai. Hari ini pertama kalinya kegiatan belajar mengajar di bangku SMK akan dimulai.

Gue masih mengenakan seragam SMP karena, seragam putih abu-abu akan dibagikan hari ini. Karena hari Kamis jadi gue memakai Seragam batik saat SMP.

Gue menuruni tangga hendak ke meja makan untuk sarapan. Sesampainya di sana terlihat bi Sum sedang menata makanan.

"Erlin bantu ya bi." tawarku.

"Nggak usah non, nanti non Erlin terlambat lagi." balasnya menolak. Gue duduk dan mengambil sepiring nasi goreng buatan bi Sum.

"Oh iya bi, mama sama papa mana ? kok nggak kelihatan." tanyaku.

"Mama sama papa non sudah berangkat ke kantor, katanya ada meeting pagi." jelas bi Sum, bi sum beranjak ke dapur. Dan gue melanjutkan sarapan dengan khusyu'.

"Bang Rey mana ya ? dari tadi nggak kelihatan batang hidungnya." gumamku.

Setelah melahap makanan sampai tandas hanya tersisa piring dan sendoknya saja.
Gue berniat ke kamar bang Rey. Sesampainya di depan pintu, gue mengetok pintu kamar bang Reynand.

Tok.... tok.... tok....

Sudah berulang kali gue mengetok pintu kamar bang Reynand. Tapi tak kunjung dibuka olehnya.

"Nggak ada tanda-tanda kehidupan." gerutuku.

Ketika melihat jam tangan ternyata menunjukkan pukul 07:00, gue frustasi karena nggak mau telat secara ini hari pertama kegiatan belajar mengajar dimulai.  Tanpa berpikir panjang gue membuka pintu kamar bang Rey, yang ternyata tidak dikunci.

"Bang, Erlin izin masuk." ucapku.

Terlihat seseorang tengah menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. Dan masih tidur nyenyak. Siapa lagi kalau bukan Abraham Reynand.

"Astaghfirullah, huh jam segini masih molor." ucapku menghela napas panjang

"Bang bangun ! bang bangun ! ayo nanti Erlin telat." pintaku seraya mengguncangkan tubuh bang Rey. dia tetap tak kunjung bangun.

"Banggggggg. bangun woy lo tidur apa pingsan." teriakku di kuping bang Rey. Dia tetap tak bangun.

"Sumpah nih orang tuli apa gimana sih," gerutuku.

Tanpa babibu gue menarik selimutnya dan menyeret kakinya. Tapi hasilnya nihil, bang Rey masih saja tertidur pulas.

Gue frustasi kehabisan ide untuk membangunkan bang Rey. Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepala gue. Gue beranjak ke kamar mandi yang ada di kamar bang Rey. Gue mengambil gayung dan tak lupa mengisinya dengan air.

Gue menyiram kepala bang Rey dengan segayung air seperti sedang menyiram kebun mama.

Byurrrrr.....

Problematika Rasa [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang