"Terkadang aku benci pada keadaan yang membuatku mau tidak mau harus bersikap biasa saja padahal aku sedang tidak baik-baik saja."
~Problematika Rasa~
Author POV
Semenjak kejadian kemarin malam Erlina Semakin rapuh. Bagaimana ia tidak menjadi rapuh, kala kedua orang yang sangat disayanginya membuat kecewa hatinya. Hatinya bagaikan tersayat sembilu.
Ia tak tahu harus memakai topeng apalagi untuk menutupi kesedihannya di depan orang lain. Yah walaupun ia sedang diterpa berbagai macam masalah di dalam kehidupannya. Tapi ia mampu untuk menutupi kesedihannya walaupun dengan senyuman palsu.
Ah sudahlah sepertinya tak ada orang yang mengetahui kalau dia sedang berpura-pura bahagia. Yah di hadapan teman-temannya ia selalu ceria dan seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Tapi semua itu itu seakan sirna ketika ia berada di rumah.
Kebanyakan orang berpendapat bahwa rumahku adalah istanaku. Tapi itu tidak berlaku untuk Erlina, kalimat rumahku istanaku sepertinya tidak cocok untuknya. Baginya rumahnya merupakan tempat yang selalu membuatnya bersedih.
Bagaimana ia tidak bersedih ?. Coba kalian bayangkan ! ia tinggal di dalam sebuah rumah dengan keluarga yang utuh. Tapi ia seperti orang asing di dalam keluarganya sendiri.
"Apa aku tak berhak bahagia seperti mereka ?" Kata Erlina.
"Aku hanya ingin keadaan keluargaku kembali seperti semula." imbuhnya.
Ia begitu terpuruk, ia hanya ingin keluarganya kembali hangat seperti dulu. Tapi semua seakan sulit, yah pasalnya semenjak malam itu papa dan mamanya saja tak pernah mengajaknya berbicara. Jangankan berbicara, menyapa saja tidak.
Ia pernah sesekali menyapa papa dan mamanya, tapi respon yang mereka berikan sama sekali tak pernah Erlina duga. Tak ada sapaan balik ataupun sekedar senyuman untuknya. Erlina sangat kecewa, dan sejak itu ia tak pernah berbicara kepada papa dan mamanya lagi. Ia sekarang menjadi pendiam kala di rumah. Ah benar keadaan seperti ini sungguh menyiksa batinnya.
"Mungkin mulai sekarang aku harus belajar terbiasa dengan semua ini." ucapnya seraya mengusap kasar air matanya.
Di balik jendela kamarnya, ia menatap hiruk pikuk kotanya itu. Begitu ramai tak seperti dirinya yang kesepian. Ia melamun, yah itulah yang sering Erlina lakukan, akhir-akhir ini ia sering melamun. Sampai sebuah notifikasi membangunkannya dari lamunan.
Ia terperanjat ketika notifikasi itu berbunyi. Ia beralih menatap layar handphone miliknya dan melihat nama Amanda terpampang di sana.
From : Manda
Erlin jajan yuk, ngopi atau makan gitu."Gimana balasnya ya, mau ikut tapi masa aku ikut dengan mata sembam kaya gini. Kalau aku tolak ajakan Manda, aku jadi nggak enak sama dia. Ya udahlah ikut aja lagian aku juga belum makan dan soal mata sembab, bodoamat lah ! daripada aku di rumah sedih mulu lebih baik aku pergi sama Manda." gumam Erlina.
"Tapi aku kan nggak ada uang terus gimana ini." ucap Erlina lesu.
"Ah iya aku lupa, aku punya uang tabungan. Pakai itu aja dulu." katanya sembari berjalan ke lemari pakaian. Ia menyimpan uangnya di bawah baju.
"Hehehe aku udah kaya emak-emak ya nyimpan uang di bawah baju." katanya terkekeh kecil.
Ia mengambil dua lembar uang dua puluh ribuan. Ia rasa uang segitu cukup untuk digunakan makan malam bersama Amanda.
"Masih sisa dua ratus ribu. Aku simpan buat biaya hidup sebulan. Cukup nggak cukup harus dicukup-cukupin Erlin." katanya.
Yah sejak malam kemarin. Ia tak meminta uang ke papa ataupun mamanya. Untung saja ia masih mempunyai sedikit tabungan. Uang yang ia tabung berasal dari sisa uang saku yang ia kumpulkan seminggu yang lalu. Ia akan menggunakan tabungannya itu untuk biaya hidupnya selama sebulan ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Problematika Rasa [On Going]
Novela Juvenil[Teenfiction-Romance-spiritual] #Rank 1 [treason] 19/04/2020 #Rank 1 [kisahcintaku] 01/06/2020 #Rank 3 [wound] 24/04/2020 ⚠️BELUM DIREVISI, REVISINYA NUNGGU ENDING ⚠️Cerita ini jauh dari kata sempurna :) BLURB: Ini kisahku. Yah aku Erlina Arynda A...