Bab 32 Percikan Cinta

212 27 9
                                    

Saat senyuman berubah jadi kagum, saat gelak tawa berubah menjadi sayang, saat persahabatan berubah jadi cinta

~Problematika Rasa~

Nb : di part ini ada dialog yang menggunakan bahasa Jawa. Seperti biasanya author selalu kasih translate dibawahnya
Jangan lupa votement ❤️
jadilah reader yang baik

Happy reading ❤️

Geliat mentari menggerakkan tubuh gue pagi ini, secerca harapan baru muncul dalam benak gue, terdengar suara kicauan burung-burung yang begitu merdu, angin seolah membisikan kata rindu. Gue terbangun sambil sesekali mengerjapkan mata.

Tanpa babibu gue melenggang ke kamar mandi. Pagi ini gue ke sekolah dijemput bang Reynand. Sudah lama gue nggak bareng bang Rey.

Sekitar lima belas menit akhirnya gue selesai siap-siap. Gue menunggu bang Rey di teras rumah. Untuk menghilangkan kebosanan, alhasil gue memilih memainkan handphone.

Tak berseling lama datanglah seseorang dengan mengendarai motor sport. Orang itu adalah Abraham Reynand.

"Ayo berangkat !" pinta bang Rey.

Gue menurut dan naik ke kuda besi milik bang Reynand. Saat hendak naik, ternyata gue kesulitan karena motor bang Rey terlalu tinggi.

"Bang motor lo tinggi amat. Susah nih naiknya. Seharusnya motor ini tuh buat ngetrip ke gunung bukan ke sekolah." omelku.

"Kebanyakan cingcong deh lo, udah buruan naik." balasnya menggerutu.

"Iya-iya." ucapku mengalah. Karena tak ada untungnya berdebat dengan Abraham Reynand.

Bang Rey melajukan kuda besinya itu untuk membelah hiruk pikuk kota Semarang.

"Bang tau gini mah tadi bawa motor gue aja," celetukku. Bang Rey tetap fokus melajukan motornya.

"Nggak mau. Kan motor gue nggak disita papa lagi. Jadi gue pakai motor gue sendiri lah. Dengan gue bawa motor ini, gue terlihat semakin keren." ucapnya kepedean.

"Dih, kepedean." gerutuku. Bang Rey tak menggubris perkataan gue, dia tetap melajukan kuda besinya.

Hanya membutuhkan waktu 15 menit, akhirnya kita sampai di sekolah.

Gue berjalan beriringan dengan bang Rey. Banyak pasang mata melihat gue dan bang Rey. Apalagi cewek-cewek mengelu-elukan bang Reynand.

"Keren banget tuh cowok," ucap salah satu siswi.

"Gue mau dong jadi pacarnya," ujar siswa lainnya.

"Ya ampun udah keren naik motor sport, ihhhh tambah keren deh." ucap seorang siswi.

"Pengen dong dibonceng Reynand pakai motornya itu." kata siswi dengan nametag Sinta

Bang Rey semakin besar kepala dan berlagak sok keren ketika mendengar semua pujian yang diberikan siswi-siswi tadi.

Gue memutar bola mata jengah, melihat tingkah bang Rey. Gue juga malas dengar celotehan siswi-siswi tadi.

"Hilih bilang aja suka sama motornya. Bukan orangnya." gumamku.

"Apa sih gue juga keren tau. Bukan motor gue saja." ucap bang Rey.

"Masa bodo. Bye..." ucapku berlalu meninggalkan bang Rey.

"Sialan ! main tinggal aja" omel bang Rey. Gue tetap berjalan dan tidak menanggapi perkataan bang Rey.

Sejurus kemudian gue melangkahkan kaki menuju ke kelas XI AKL 3. Lebih tepatnya ke kelas gue. Sesampainya di kelas, gue melenggang masuk dan tak lupa mengucapkan salam.

Problematika Rasa [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang