Bab 38 Berbeda

159 21 5
                                    

"Ada kalanya kita terpaksa mengubur rasa ini dalam-dalam agar tak dikecewakan orang yang sama untuk kedua kalinya"

~Problematika Rasa~

Gue menghabiskan senjaku bersama Azzam di pinggir jalan. Mungkin sebagian orang berpikir itu hal yang aneh. Tapi tidak bagi gue, gue merasa senang bisa bersama Azzam.

Yah bisa bersama orang yang pernah hadir di hidup gue. Walaupun dulu dia cuma bercanda perihal rasa cintanya ke gue. Tapi gue terlanjur sayang ke Azzam. Entahlah dengan Azzam, pasalnya gue tau cewek dia nggak cuma satu. Dan gue juga tau kalau gue bukan tipe cewek yang Azzam suka.

Gue sudah berusaha mengubur rasa ini, tapi susah. Mungkin seiring berjalannya waktu gue bisa keluar dari zona nyaman yang Azzam ciptakan dulu.

Setelah mengobati luka Azzam, gue pamit pulang karena matahari mulai menenggelamkan dirinya menandakan sebentar lagi malam. Gue harus pulang sebelum Maghrib.

"Em.. Zam, gue pamit pulang dulu ya. Mau Maghrib nih. Nanti mama gue khawatir." ucapku.

"Iya, btw makasih ya Er udah nolongin gue." balasnya. Gue mengangguk setuju.

"Gue antar lo sampai rumah ya, gue takut lo kenapa-kenapa." ucap Azzam.

"Nggak usah Zam. Udah lo pulang aja istirahat, gue tau badan lo capek dan pastinya sakit semua karena habis digebukin bang Rey." tuturku.

"Baik bu dokter," balasnya seraya terkekeh.

Saat gue hendak melajukan Si biru, Azzam kembali bersuara. Alhasil gue mengurungkan niat.

"Erlin..." panggilnya.

"Iya Zam. Kenapa lagi ?" tanyaku.

"Jadilah seperti senja yang kehadirannya selalu membuat ketenangan dan kepergiannya selalu membuat kerinduan," ucapnya.

Deg...

"Please Zam. Jangan kasih harapan ke gue lagi." batinku menggerutu.

"Hanya senja yang tau cara berpamitan dengan indah." ucapku seraya tersenyum.

Setelah mengucapkan kata itu, gue melajukan Si biru. Sedangkan Azzam mematung mencoba mencerna perkataan yang gue ucapkan.

Sejurus kemudian gue sampai di rumah, tanpa babibu gue melenggang masuk dan tak lupa mengucapkan salam terlebih dahulu.

"Assalamualaikum," ucapku seraya membuka pintu rumah.

"Waalaikumsalam non," balas bi Sum hendak pulang kerja.

"Eh bi Sum mau pulang ya ?" tanyaku.

"Iya non kan udah mau maghrib," balasnya.

"Eh iya ya bi. Erlin mau tanya bi mama papa dah pulang bi?" tanyaku lagi.

"Udah non. Kalau bibi boleh tau, kok non Erlin pulangnya sampai jam segini ?" tanya bi Sum.

"Itu tadi Erlin bantuin teman Erlin bi. Teman Erlin ada sedikit masalah gitu bi." balasku. Bi Sumi mengangguk setuju.

"Bibi pulang dulu ya non." pamitnya.

"Iya bi hati-hati ya." kataku, bi Sum tersenyum kemudian melenggang pergi meninggalkan gue.

Gue melangkahkan kaki menuju dapur untuk mengambil segelas air putih. Setelah itu gue beranjak pergi ke kamar, saat melewati kamar mama terdengar suara keributan.

Gue berusaha menguping pembicaraan mereka dari luar kamar mama. Tiba-tiba papa keluar kamar dan memergoki gue yang tengah menguping.

"Jam segini baru pulang, kemana aja kamu. Bukannya langsung pulang, malah kelayapan " ucap papa ketus.

Problematika Rasa [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang