Bab 8 Membaik

254 72 27
                                    

Saat naik ke puncak gunung ada masanya kita turun, saat pergi ada masanya kita pulang, saat bertemu ada masanya kita berpisah. Pada akhirnya kita sadar bahwa semua ada masanya. Tapi gue harap tidak untuk pertemanan, tidak ada teman pada masanya, hanya teman untuk selamanya.
Teruslah seperti ini.

~Erlina Arynda Akbar~

Detik berganti menit, menit berganti menjadi jam, hari demi hari telah kita lalui bersama. Tak terasa hari ini adalah hari dimana kita akan melaksanakan ujian akhir semester. Dan sebagai kelas yang paling tua di SMP CK...kelas 9 maksutnya, kita sudah nggak main-main soal ginian, jadi kita sebelum UAS sering belajar kelompok. Meskipun baru UAS belum UNBK tetap saja kita harus mempersiapkan sejak awal.

Gue hari ini UAS dan kebagian satu ruangan dengan Azzam, Amanda, Syafi'i, dan Dhito. Syafi'i berada di urutan paling depan karena dia absen pertama, Amanda diurutan ketiga sedangkan di belakang Amanda adalah Azzam, karena Azzam absen keempat. Sedangkan gue, yah kalian pasti tau gue kebagian tempat duduk di belakang Dhito. Karena tempat duduk diatur sesuai abjad jadi gue di belakang Dhito, selalu seperti itu dari zaman gue SD.

"Lo terus si Dhit yang ada di depan gue kagak di SD kagak di SMP selalu aja sama elo." ucapku pada Dhito.

Dhito membalikkan tubuhnya, sehingga dia berada tepat dihadapanku.

Deg....

Jantung gue berdetak kaga normal kala Dhito menatap lekat manik mata gue.

"Kan imam emang selalu di depan Erlina, kalau di samping namanya supir dong" ucapnya sambil terkekeh.

Blushhh.... Pipiku memanas dan pasti sudah seperti kepiting rebus.

"Lo kenapa ? nggak enak badan ? apa jangan-jangan lo sakit ? Pipi kamu merah." ucap Dhito khawatir sambil menempelkan tangannya di dahiku.

Gue mengernyit heran dan mencoba melepaskan tangan Dhito secara halus.

"Apaan sih kagak, orang gue sehat kok ini pipinya merah tadi, hmmm itu di cubit mama pas di rumah dan mungkin membekas." alibiku menjawab pertanyaan Dhito.

Dhito hanya ber'oh ria, dan kembali menghadap ke depan.

"Kok dia sekarang beda ya, kaya menjauh dari gue gitu." batin gue.

Tiba-tiba Dhito kembali bersuara, "Eh Lin nanti kalau gue nggak bisa ngerjain tuh soal, lo bagi-bagi jawaban ya hehe itung-itung sedekah buat bantu teman" ucap Dhito ngaco.

"Dih ajarannya siapa ngaco aja lo" balasku

"Ayo lah Lin please ! sama teman harus saling tolong menolong, jika ada teman yang lain tertimpa kesusahan." kata Dhito dengan wajah memelas.

"Yaudah deh iya." Jawabku

Dhito yang mendengar itu langsung senang dan hampir memelukku.

"Eitsss lo mau ngapain ? bukan muhrim bambang main mau peluk-peluk anak orang lo ah" ucapku sambil memasang tangan gue sebagai penghalang.

"Hehehe lupa habisnya gue seneng banget akhirnya kita bisa kaya gini lagi, kita bisa berteman lagi tanpa ada rasa canggung" balasnya sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Gini dong jadi Dhito yang Erlin kenal waktu dulu, jangan pernah berubah ya Dhit." pintaku pada Dhito.

"Siap bosku." Jawab Dhito seraya hormat bagaikan tentara.

Gue hanya terkekeh melihat tingkah Dhito itu.

Ujian akhir semester segera di mulai, pengawas memasuki ruang UAS. Lalu kita pun berdoa dan memberi salam, pengawas menjawab salam dan segera membagikan naskah soal ujian akhir semester.

Problematika Rasa [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang