Bab 11 Moment

234 67 24
                                    


Belajarlah bersyukur atas apa yang tengah kamu terima dan kamu miliki saat ini. Nikmati hidup ini dan jangan pernah berfikir kamu hanya sendiri, ada Allah dan orang-orang yang sangat menyayangi mu di sini.

~problematika rasa~

Selepas perundingan tadi kita semua pulang ke rumah masing-masing. Gue melajukan motor kesayangan gue membelah jalanan kota Semarang, karena kebetulan motor gue juga sudah pulang dari bengkel jadi gue memutuskan untuk bawa motor sendiri.

"Biru jangan sakit-sakitan lagi ya !" Gumam gue pada motor kesayangan gue.

Setibanya di rumah gue memarkirkan si biru, dan beranjak masuk ke rumah.

"Assalamualaikum, Erlin pulang," teriakku.

"Waalaikumsalam, eh neng Erlina sudah pulang tho," balas bi Sumi.

Gue hanya tersenyum pada bi Sum. Bi Sum melanjutkan pekerjaannya membersihkan ruang tamu. Gue melangkahkan kaki meninggalkan bi Sumi, dan menuju ke dapur buat ngambil minuman. Gue kehausan, karena tadi sewaktu pulang sekolah cuacanya sangat panas tidak seperti biasanya.

Gue membuka kulkas dan mengambil sebotol minuman dingin itu lalu menengguknya. Tiba-tiba ada seseorang yang mengagetkan gue dari belakang

Dorrrr.....

Gue terkejut dan tersedak, lalu gue membalikkan badan, dan ternyata orang itu adalah kakak gue. Siapa lagi kalau bukan kak Meysa.

"Uhuk....uhuk...bisa nggak kalau ada orang lagi minum tuh jangan dikagetin" kata gue ketus.

Kak Meysa hanya nyengir lalu meletakkan lengannya di leher gue,"Hehehe maap habisnya gue kangen ama lo."

"Lepasin, gue kagak bisa napas ogeb !" Pintaku mencoba melepaskan diri. Kak Meysa akhirnya melepaskan lengannya yang semula di leher gue.

"Kok lo bisa di sini sih? ngapain?" tanyaku ketus.

"Kenapa? emangnya nggak boleh hah? ini kan juga rumah nyokap dan bokap gue jadi bebas dong gue mau ke sini kapan aja, dan gue ke sini mau liburan karena kantor gue ngasih waktu libur dua hari." balasnya tak kalah ketus.

"liburan tuh ke kota lama, ke celosia atau ke eling bening kek, nah ini malah ke sini bikin gue empet aja kalau lihat lo," ucapku.

"Bodoamat gue pinginnya ke sini, gue kangen jahilin lo, lagi pula ketempat yang lo sebutin barusan mah udah sering kali emang lo kerjaannya di rumah cuma molor terus," balasnya.

Gue memutar bola mata jengah. Lalu gue beranjak pergi ke kamar meninggalkan kakak gue yang nyebelin itu. Sedangkan dia berjalan ke ruang keluarga sambil membawa beberapa camilan.

Gue memberhentikan langkah untuk menaiki anak tangga terakhir, "Kak Mey, lo ke sini ngajak Azka kan ?"

Azka itu anak dari kakak gue. Nama panjangnya Azka Bryan Pratama. Dia baru berusia tiga tahun dan dia sangat menggemaskan.

"Iya, dia lagi tidur di kamar gue. Jangan lo ganggu ! awas aja kalau lo gangguin anak gue." ancam kak Mey.

"Yahhh.... gue baru aja mau nyamperin tuh bocil." Kata gue seraya menghela nafas.

"Kagak boleh ! sana lo mandi, muka lo nggak enak di lihat ! nanti yang ada malah anak gue nangis kejer kalau lihat muka lo." balasnya terkekeh.

Gue menatap tajam ke arahnya, dia malah tertawa melihat tatapan yang gue berikan.
Gue masuk ke kamar gue. Dan meletakkan tas gue di meja belajar kemudian gue duduk ditepian tempat tidur untuk melepas sepatu beserta kaos kaki. Selepas itu gue beranjak ke kamar mandi.

Problematika Rasa [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang