Bab 7 Merelakanmu

258 76 44
                                    

Merelakan itu harus belajar ikhlas, belajar mengerti bahwa apa yg kita lepaskan semua untuk kebaikan.

~Dhito Rifki~

Hollaaaa comeback❤️
Salam kangen Azzam & Erlina
Jangan lupa tinggalkan jejak :)
Biar aku juga semangat nulisnya hehe
Sesuai janji aku update 2 part malam ini
Tapi aku update 1 part dulu dan yang 1 part-nya lagi aku update agak maleman
Lup uuuu❤️

Azzam POV

Gue melihat Erlina yang bergegas meninggalkan kelas, sepertinya dia lupa akan agenda yang telah kita sepakati. Gue langsung mengingatkan bahwa kita akan membeli bahan-bahan untuk membuat kue tart.

"Hoyy Er katanya mau beli bahan-bahan buat besok? kok main tinggalin gue gitu aja." teriakku dengan suara menggelegar.

Erlina memberhentikan langkahnya dan menengok ke arahku.

"Oh iya ya hampir aja gue lupa, masih muda kok udah pikun aja nih gue." ucapnya terkekeh.

Gue lalu menggenggam tangannya, seraya melangkahkan kaki menuju tempat parkir.
Erlina hanya mengikuti langkah gue dari belakang.

"Ih lepas ngapain sih pakai gandengan tangan segala, malu ihhh nanti dilihat orang dikiranya kita ada apa-apa lagi." pinta Erlina sembari mencoba melepaskan genggaman gue.

Gue tidak menggubris perkataan Erlina justru gue mempererat genggaman tersebut sampai Erlina tidak berkutik.

"Udah ayo jangan kebanyakan protes, gue gandeng tangan lo supaya lo nggak hilang."
ucapku terkekeh.

Erlina mengerucutkan bibirnya kesal, dan itu semakin membuat gue gemas.

"Ayo naik, nih pakai helmnya biar selamat sampai tujuan." pinta gue seraya memberikan helm kepada Erlina.

"Iya bawel!" Erlina mengambil helm itu dan memakainya lalu naik ke motor gue.

Gue hanya tertawa melihat wajah Erlina yang gemas itu.

🍒🍒🍒

Erlina POV

"Ayo naik nih pakai helmnya biar selamat sampai tujuan." pinta Azzam seraya memberikan helmnya ke gue.

"Iya bawel!" ucapku sambil mengambil helm dan memakainya lalu gue naik ke motor Azzam.

Sedangkan Azzam hanya tertawa melihat gue yang cemberut karena ulahnya.

Azzam melajukan kuda besi miliknya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan kota Semarang yang macet ini.

"Ihh jangan ngebut-ngebut Azzam, gue takut." ucapku.

"Hah apa? lo ngomong apaan gue nggak dengar" balasnya.

Gue kembali memintanya untuk tidak ngebut, gue mendekatkan bibir gue ke telinga Azzam yang tertutup helm itu dan memperkeras suara gue untuk meminta Azzam supaya tidak ngebut.

"Lo jangan ngebut gue takut Zam!" teriakku.

"Yaudah lo pegangan aja, ini kan macet nanti kalau gue jalannya pelan keburu sore yang ada malah tokonya tutup lagi." pinta Azzam.

Gue pun menurut, dan memegang erat seragam Azzam itu.

"Kalau pegangan tu yang bener, nanti lo jatuh gimana?" ucap Azzam sembari memegang tanganku, dan menyuruhku memeluknya biar nggak jatuh.

Gue pun mau nggak mau memeluknya dari belakang karena gue takut jatuh, habisnya dia kalau mengendarai kuda besinya kaya orang yang bosen hidup.

Tak terasa kita sudah sampai di toko penjual bahan-bahan kue. Dan gue bergegas turun dari kuda besi milik Azzam lalu memberikan helm kepada Azzam.

Problematika Rasa [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang