Bab 10 Diambang Pintu

241 70 34
                                    

Walaupun mungkin kita terpisahkan oleh jarak dan waktu tapi hati dan jiwa kita masih tetap satu.

~Amanda Kaila Az-Zahra~

Hari ini adalah hari kedua pelaksanaan ujian akhir semester. Seperti biasanya gue mengerjakan dengan tenang dan teliti. Sementara Dhito dan Azzam mereka pun mengerjakan soal tersebut dengan tenang dan tidak lagi mencari-cari contekan.

Seusai mengerjakan dan jam menunjukkan pukul dua belas, gue tidak langsung pulang karena sudah ada janji sama teman-teman buat mampir dulu di kantin mang Ujang.
Gue menghampiri Manda yang sedang sibuk dengan handphonenya.

"Manda ayo bareng gue ke kantinnya !" Seru gue pada Manda.

"Oke siap, cus meluncur ke kantin." ajak Manda seraya menggandeng tangan gue.
Gue hanya mengikuti langkah Manda.

Sewaktu gue dan Manda berjalan menuju kantin, gue berpapasan dengan Retno dan Susi yang juga hendak ke kantin.

"Eh kebetulan ada kalian, yuk sekalian aja ke kantinnya" ajak gue pada mereka. Mereka pun mengangguk tanda setuju.

"Kok Maya nggak ikut ?" tanya gue.

"Tadi Maya bilang dia ada acara keluarga gitu, jadi dia nggak bisa ikut," balas Susi.
Gue hanya ber'oh ria.

Tak berseling lama kita sampai di kantin mang ujang. Di sana sudah ada squad rembo, yah gue namain mereka squad rembo. Siapa lagi kalau bukan Azzam, Dhito, Nanang, dan Syafi'i.

"Kok tumben kalian dah di sini duluan," kata Susi.

"Kenapa sih sayang, hmmm... Sekali-kali boleh lah ya," ucap Syafi'i sambil tersenyum ke arah Susi.

Susi pun tersipu malu mendengar panggilan sayang yang Syafi'i berikan, biasanya Syafi'i kalau dihadapan teman-temannya selalu memanggil namanya.

"Eh kampret di sini masih ada orang pea," ucap Nanang kesal.

"Tau nih bikin jofisha ngiri," timpal Azzam.

Syafi'i terkekeh, "kalau nggak mau ngiri ya tinggal nganan aja Zam, Nanang juga kan ada tuh neng Manda"

Azzam memutar bola matanya malas.
Sedangkan Nanang menggerutu menanggapi perkataan syafii, "Idih napa bawa-bawa tu nenek lampir segala."

Gue dan Manda yang sedari tadi memesan makanan, dan Manda tak sengaja mendengar perkataan Nanang barusan.

"Mulut siapa tadi yang ngatain gue kaya nenek lampir," kata Manda seraya membawa makanan melangkahkan kakinya ke arah mereka.

Gue yang ada di belakang Manda hanya terkekeh geli.

"Tuh abang Nanang yang bilang kek gitu," ucap Dhito.

"Iya katanya itu panggilan buat neng Manda seorang," goda Azzam kepada Manda.

Nanang menatap tajam ke arah Azzam dan Dhito, sontak Azzam dan Dhito yang sedari tadi tertawa memberhentikan tawanya.

"Eh, Amanda nggak kok jangan percaya sama Azzam dan Dhito," kata Nanang sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Hmm oke, lagi malas gue debat sama lo," balas Manda.

Nanang menghela nafas lega. Dhito pun kembali bersuara, "tumben kaga nerocos kek kereta api."

Ucapan Dhito barusan mendapatkan sorotan tajam Amanda. Gue mencoba mendinginkan suasana, "ih udah-udah kalau ngumpul kok berantem mulu sih, sekali-sekali akur napa !"

"Sebentar lagi mau ujian kan, nah kalian rencananya kalau dah lulus mau melanjutkan kemana ?" tanya Retno tiba-tiba.

"Masih belum terpikirkan," jawab Nanang singkat.

Problematika Rasa [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang