Bab 41 Khawatir

164 14 6
                                    

"Sekecil apapun perhatian yang engkau berikan, tetap menjadi penyemangat hariku."

~Problematika Rasa~

Azzam POV

Pukul 06:50 WIB gue memutuskan berangkat ke sekolah, yah hari ini gue mau menjadi murid baik. Entahlah rasanya hari ini gue ingin berangkat lebih awal dari hari biasanya. Jika hari biasanya gue berangkat ke sekolah jam setengah delapan tapi tidak dengan hari ini.

Di tengah perjalanan tiba-tiba turun hujan. Padahal tadi cuacanya mendukung dan begitu cerah, tapi seketika berubah mendung tak lama kemudian hujan turun  dengan begitu derasnya.

Karena tidak membawa jas hujan gue memutuskan untuk menepi dan berteduh di sebuah toko yang masih tutup. Kemungkinan toko ini masih baru jadi belum berpenghuni. Toko ini letaknya tak jauh dari taman di tengah kota Semarang.

"Dari rumah udah niat banget buat berangkat pagi, eh malah hujan. Mana lupa nggak bawa jas hujan lagi. Ini mah nanti bakal terlambat. Tapi nggak apa-apa lah hehehe, itu kan udah rutinitas gue kalau berangkat terlambat mulu." ucapku terkekeh.

"Lho lho lho itu bukannya motor Erlina. Nah ngapa ada di situ ?" tanyaku pada diri sendiri kala melihat motor Erlina terparkir tak jauh dari taman.

Gue memicingkan mata mencoba mencari pemilik motor biru itu. Gue melihat pemiliknya tengah duduk di bangku taman.

"Gila tuh anak, tau hujan apa nggak sih. Bisa-bisa dia sakit karena kehujanan." ucapku.

Sejurus kemudian Gue berlari menghampiri Erlina yang tengah duduk di bangku taman.

"Untung aja gue pakai jaket parasut, jadi tahan air." batinku.

Setelah itu gue mencopot jaket parasut yang gue pakai. Jaket tadi gue rentangkan untuk memayungi diri gue sendiri dan Erlina dari guyuran air hujan.

"Kamu tau hujan nggak. Nanti kamu bisa sakit." pekikku. Yah jika bicara dengan Erlina gue langsung mengubah panggilan jadi aku kamu.

"Ngapain lo di sini ?" tanya Erlina pada gue.

"Nyamperin kamu lah. Kamu mau nyakitin badan kamu sendiri dengan cara hujan-hujanan kaya gini Erlin." ucapku. Erlina tetap bergeming.

"Erlin kamu kenapa ? kamu habis nangis ?" tanyaku.

Erlina hari ini memang nampak aneh tak seperti biasanya. Raut wajah Erlina nampak sendu, padahal hari-hari biasanya dia selalu ceria.

"Enggak. Nangis dari mana coba, sotoy banget sih lo Zam. Jelas-jelas ini air hujan." jawabnya.

"Yayaya, kita berteduh dulu ya." ajakku. Erlina mengangguk setuju.

"Kita duduk di sana saja. Kebetulan tadi ada bangku." seruku.

Gue ingat jika toko yang tadinya gue gunakan untuk berteduh terdapat bangku di depan tokonya.

Gue dan Erlina berjalan beriringan di bawah derasnya air hujan. Dan gue mengunakan jaket untuk memayungi kita berdua. Sungguh momen yang romantis.

"Lo nggak boleh cinta sama Erlina Zam. Ingat lo udah punya Citra. Lo cuma care sama Erlina nggak lebih." batinku.

Gue dan Erlina sampai di toko itu, tanpa babibu kita duduk di bangku depan toko.

"Ini pakai jaketku biar kamu nggak kedinginan." ucapku seraya memberikan jaket yang gue gunakan sebagai payung tadi.

"Percuma Zam, gue juga udah basah kuyup." balasnya.

Problematika Rasa [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang