XXXV. Benci

66 7 0
                                        

Kita tidak benar-benar saling membenci kan?
🌼-------------------------🌼

-🌼🌼🌼-

Jemari Ava begitu lincah menekan tiap tombol keyboard laptop miliknya.

Tak ia sangka jika email yang dikirim oleh Jason begitu banyak hingga membuang cukup banyak waktu untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang tadi ia tinggalkan itu.

Ini gara-gara Zed, pikirnya.

Jika saja pria itu mau melunak dan membuka hati ke wanita lain pasti Ava tak akan se-khawatir ini membiarkan Day menaruh harapan pada Zed.

"Ava!"

"Ava!!"

Uh, kesialan ku dimulai lagi.

Mendengar suaranya saja Ava seketika tahu itu adalah Ten yang saat ini pasti sedang mencari keberadaannya.

Brak

Benar saja, kini wujud Ten terlihat ketika pria itu dengan kurang ajarnya membuka pintu Ava.

Sesaat kedua mata mereka saling melihat satu sama lain.

Ada pancaran aura kekesalan dimata Ava dan begitu pula Ten.

"Keluar."

Satu alis Ava terangkat, "Tumben. Biasanya kau akan dengan mudahnya masuk ke kamar wanita." Sindir Ava.

"Jadi kau mau seperti itu?"

"Tidak." Jawab Ava sesegera mungkin.

Ten kurang ajar dan nekat, pria itu brengsek dan bajingan. Menantang Ten bukan pilihan yang bijak menurut Ava.

Masih dengan membawa laptop dikedua tangannya, Ava mengikuti langkah Ten menuju ke ruang tengah.

Namun mendadak pria itu berbalik hingga membuat Ava hampir saja menabrak tubuh pria itu.

Untung dirinya memiliki kontrol yang baik dan mampu menghentikan langkah secepat mungkin.

"Kenapa tiba-tiba berhent-- umph!"

Mata Ava membuka lebar ketika Ten mengapit pipinya dengan telapak tangan besar pria itu, membuat wajahnya tampak aneh namun lucu disaat yang bersamaan.

"Apwa yawng kau lwakuwkawn!?"

"Ulang pertanyaan mu tadi."

Hah?

Mengerti akan kebingungan Ava, Ten pun kembali mengulang perintahnya.

"Ucapkan kembali pertanyaan mu tentang Andrew."

Ava mengerti sekarang.

Tapi,

"Bawgwai mwanwa bwiswa bwicwarwa kawlwau bewgiwniw!!??"

"Aku menyuruhmu bicara bukan melucu Ava!"

Kau yang melucu, bodoh!!!

Tak ada suara dari Ava. Terserah pria itu saja, pikirnya. Ia tak mungkin berbicara dengan kondisi wajah yang terhalang tangan pria itu.

Selain kesulitan berbicara, Ava yakin bibirnya yang mengerucut akan bergerak aneh ketika ia terlalu banyak berkata-kata.

Sementara Ten yang baru menyadari jika Ava memang kesulitan berbicara, akhirnya mengendurkan himpitan telapak tangannya.

Meskipun begitu, kedua tangan Ten tetap berada disisi kiri dan kanan Ava.

"Sekarang kau bisa bicara kan?" Tanya Ten memastikan.

AfT : Unexpected [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang