L. Seharusnya (END)

120 3 3
                                    

Seharusnya..
Memang seperti ini.

Seharusnya..
Tak perlu ada yang berucap, maaf.

-🌼🌼🌼-

Hari ini tiba.

Hanya membutuhkan waktu beberapa jam saja hingga matahari kembali nampak dan menunjukkan cahaya terangnya. Seharusnya, cahaya itu memberi energi luar biasa pada sosok yang wajahnya kini terpapar oleh terik mentari itu.

Seharusnya.

Gaun putih menjuntai menyelimuti tubuh sosok itu. Ialah sang bintang utama saat ini. Terbukti dari setiap pasang mata yang terus tertuju padanya. Bahkan mengabaikan sosok tampan yang kini berjalan mendampinginya.

"Papa baru melihat mu se tegang ini Ava"

"Dibanding mengatakan itu, bisakah papa cukup memuji penampilan ku?"

Senyum jenaka terbit diwajah tampan itu. Harus ia akui, sang putri beribu persen lebih cantik dari hari biasanya. Ada mitos yang mengatakan bahwa seorang wanita yang jarang memakai riasan tebal akan memancarkan aura luar biasa ketika saat menggunakan riasan menjadi keharusan baginya. Seperti saat momen pernikahan misalnya. Dan melihat betapa cantiknya sang putri saat ini, membuat Atthar meyakini sebuah mitos pada akhirnya.

"Kau cantik, Ava."

Pujian itu terdengar begitu indah ditelinga Ava. Namun bukan dari sang  pria paruh baya yang sejak tadi berjalan beriringan dengannya, melainkan terucap dari bibir pria lain yang kini berdiri tepat dihadapannya.

Hari ini tiba.

Hari ini tiba.

Aku berdiri tepat dihadapannya...

Dengan seorang pendeta diantara kami.

Siapa yang bisa menebak sebelumnya bahwa.. hari ini akan tiba.

Semua orang yang berkumpul mungkin merasakan ketegangan yang dirasakan oleh Ava. Mungkin pula, mereka pun merasakan ketegangan yang sama. Semua telah siap dan berjalan sesuai dengan yang semestinya. Para tetua yang mengatur prosesi hari ini sungguh luar biasa, Ava mengakui itu.

Sang pendeta tampak begitu ahli menjalankan setiap tahapan sakral yang dijalankan untuk mengikat dua insan manusia dihadapan Tuhan dengan janji suci sehidup semati.

Janji itu kini diucapkan dengan lugas oleh Ten setelah mendengarkan dengan baik apa yang memang harus ia ucapkan.

Apa yang ia dengar, lihat dan rasakan.. terasa begitu cepat.

Senyuman dan genggaman lembut Ten yang tak biasa memberikan efek luar biasa pada debaran jantungnya.
Ia..

"Maaf"

Maafkan aku.

"Aku tak bisa melanjutkan pernikahan ini. Maaf"

Maaf..

Kata yang sama terus terulang didalam hatinya. Setiap detik waktu berjalan dan bahkan langkahnya yang perlahan mundur pun diiringi degupan jantung yang semakin tak beraturan.

"Inikah pilihanmu Ava?"

Suara berat itu bak gangguan yang tak ingin ia dengarkan.

Pilihan?

Sudah seharusnya. Tapi mengapa terus meminta maaf?

Entah dirinya telah membuat jarak seberapa jauh dengan Ten, ia tak ingin mencari tahu. Yang ia sadari kini dirinya hampir tak bisa merasakan genggaman pria itu lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AfT : Unexpected [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang