XLIII. Ragu

52 9 0
                                    

-🌼🌼🌼-

Dahi Ava mengerut, pernyataan Eleven barusan adalah sesuatu yang tak disangkanya.

"But, why? Saat pertunangan ku dengan Ten kau biasa saja"

"Itu karena pertunangan tak ada apa-apanya bagiku, Ava. Sementara pernikahan berbeda, kau akan terikat dimata Tuhan dan akan sulit untuk melepaskan ikatan semacam itu nanti."

"El.. pernikahan itu bahkan belum terlaksana dan kau sudah memikirkan perpisahanku?"

"Bukan begitu, Ava. Kau akan menghadapi situasi yang sulit.."

"Apa itu?"

Eleven terdiam.

"Situasi apa yang kau maksud, El?" Tanya Ava lagi.

"Wah wah, ada perdebatan sengit sepertinya!" Suara lain menginterupsi percakapan antara Ava dan Eleven

Sejenak membuat fokus Ava teralihkan pada si pemilik suara itu.

Andrew.

Langkah Andrew semakin membawanya mendekat ke posisi berdiri Ava dan Eleven saat ini.

Satu hal yang menjadi perhatian Ava adalah jenis tatapan yang diberikan oleh Eleven kepada Andrew yang berbeda dari bagaimana pria itu menatap Andrew sebelumnya.

Ada yang salah disini.

Perasaan Ava seolah membisikkan hal itu berulangkali.

Bisa dikatakan bahwa dugaannya benar tatkala Eleven kini menghadapkan tubuhnya kearah Andrew hingga posisi Ava menjadi disamping pria itu. Bukan, bukan karena posisi mereka yang berubah namun karena ucapan yang dilontarkan oleh Eleven setelahnya,

"Aku percaya padamu, kak. Tolong, katakan semuanya pada--"

"Ah iya.. aku akan mengatakannya sekarang, tapi bisakah kau merenggangkan sedikit kerutan di dahimu?" Ucap Andrew.

Eleven mengernyit, melihat ekspresi Andrew yang seperti itu menimbulkan kecurigaan dalam dirinya. Disisi lain, Ava terus melihat perubahan raut wajah Eleven hingga menyadari jika mungkin saja ada sesuatu yang lagi-lagi tak sejalan dengan keinginan Eleven.

Sementara Andrew, tetap santai seperti biasa meskipun detik setelahnya pria itu menghembuskan nafas pelan sebelum kembali membuka suara,

"Aku memang akan mengatakan ini sekarang, karena itulah aku kesini. Ten tidak bisa mengantarmu, Ava. Jadi dia memintaku untuk mengantarmu ke San Fransisco."

"Kak!"

"Eleven!"

Ava cukup terkejut dengan balasan yang diberikan oleh Andrew. Sedikit bentakan untuk Eleven namun mampu membuat Eleven kehilangan kata-kata.

Bahkan Eleven memilih untuk keluar dari kamar itu tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Selepas dari kepergian Eleven, Ava tak lagi bisa menahan rasa penasarannya. Sudah cukup dirinya membiarkan kedua orang itu saling beradu kata dan tatapan tadi.

"Jelaskan padaku, Andrew. Aku tahu perkataan mu tadi bukan sesuatu yang dimaksud El." Tuntut Ava.

Saat itu juga senyuman manis menjadi penghias diwajah Eleven.

Drrttt

Drrttt

Nada dering panggilan itu Ava tahu bukanlah berasal dari ponselnya. Itu milik Andrew.

Beruntung bagi Andrew yang bisa melarikan diri dengan alasan ingin mengangkat panggilan itu.

Namun jika pria itu berpikir sudah tenang sekarang maka ia salah. Bagi Ava masih ada banyak waktu untuk mencari tahu hal yang menjadi perdebatan itu.

AfT : Unexpected [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang