Bagian I

8.7K 215 1
                                    

Hubbina, nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku yang berarti "pecinta" sebagai doa agar semua orang mencintai dan mengasihiku, begitulah harapan mereka, dan begitu juga harapanku.

Aku cukup bahagia dengan nama yang dipilihkan oleh kedua orang tuaku, mungkin diantara beberapa perempuan aku adalah gadis yang beruntung. Aku tinggal di dalam lingkungan keluarga yang berada meski bukan orang kaya, aku teramat di sayang oleh keluargaku, dan oleh mbak-mbak santri di pesantren asuhan Abah dan Ummiku, mereka juga sangat sayang dan menghormatiku, sering kali memujiku dan tidak jarang mengungkapkan mengagumi kepribadianku, kecerdasanku, dan juga kecantikanku.

Aku lahir dari keluarga pesantren, beradab, sopan, santun, sederhana dan didasari oleh ilmu agama begitulah pendidikan yang diajarkan oleh kedua orang tuaku. Berada di pesantren bertahun-tahun, mengenyam pendidikan di pesantren bertahun-tahun, mendidikku menjadi pribadi yang penurut dan patuh kepada kedua orang tuaku. Hingga tibahlah saatnya keputusan perjodohan beliau tetapkan untukku.

Aku mengangguk mengiyakan keputusan Abah dan Ummiku ketika beliau menjodohkanku dengan seorang pria yang masih memiliki hubungan kerabat dengan keluargaku. Gus Ashfa namanya, dia adalah putra bungsu dari Kiayi Masykur, sepupu Abahku. Salah satu Kiayi besar yang ada di pulau Jawa.

Kiayi Masykur adalah Kiayi ternama di kotaku, pesantrennya pun adalah pesantren terbesar di kotaku. Yayasan pendidikan yang dikelolah dalam pesantrennya mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga Perguruan Tinggi. Murid yang diasuh pun lebih dari dua ribu santri.

Bagaimana keluargaku tidak bangga menerima lamaran beliau untukku, begitu juga diriku, seorang putra kiayi besar ingin mempersuntingku, sungguh berbunga-bunga rasa di hatiku, meski tidak pernah bertemu dengannya namun aku tidak ragu menerima lamaran kedua orang tuanya untukku, meski hanya tahu dia dari sebuah gambar di dalam ponsel aku pun yakin untuk menerima lamarannya. Apalagi yang aku dengar dia adalah pria yang taat, cerdas dan saat ini sedang menempuh pendidikan di universitas negeri jurusan kedokteran di luar kota.

Keputusan kedua orang tuaku dan diriku menerima lamarannya membawaku kepada sebuah perjalanan baru dalam hidupku. Dan setelah keluargaku menyetujui perjodohan itu, aku langsung diboyong untuk ikut tinggal bersama mereka (keluarga kiayi Masykur). Alasan beliau memboyongku adalah agar aku lebih dekat dengan keluarga mereka, karena aku akan segera menjadi anggota keluarganya, dan untuk alasan pendidikan juga, aku yang baru lulus SMA diminta oleh Kiayi Masykur dan istrinya ibu Nyai Arifah untuk menempuh pendidikan perguruan tinggi di pesantrennya.

Bersambung

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang