Lena memandang kesal teman di depannya, mereka asik mengerjakan soal tanpa mau mengajaknya. Seharusnya Lena sendiri yang berinisiatif ikut mengerjakan, karena ini tugas kelompok mereka bertiga.
Sore ini Lena habiskan waktunya untuk mengerjakan tugas kelompok bahasa Indonesia bersama Shella dan Gibran. Sedari tadi ia terus diabaikan oleh mereka berdua.
Lena mencoba ikut bergabung dan nimbrung, memberikan saran dan masukan kepada mereka--siapa tau berguna 'kan?
Tapi lagi-lagi kehadiran Lena tidak dianggap, seolah di tempat ini hanya mereka berdua.
"Kalian dengerin gue nggak sih?" akhirnya Lena menunjukkan kekesalannya.
Gibran menatap datar Lena, sedangkan Shella ia tersenyum manis, "Sorry Len, yaudah kamu tadi ngomong apa?" tanya Shella, tidak enak.
Lena menghembuskan nafas, ini yang tidak ia sukai dengan kerja kelompok. Kalau tidak ikut dikira cuma numpang nama. Jika ikut diabaikan dan tidak dianggap, bahkan sarannya tidak didengar dan dipertimbangkan. Kan ngeselin.
Kalau boleh memilih, lebih baik Lena mengerjakan sendiri, cepat selesai dan nilai buat dirinya. Tanpa berbagi.
"Kalo kita ambil scene di rumah pohon gue, gimana?" saran Lena, mengulangi.
Shella manggut-manggut, merasa setuju dengan usul yang Lena berikan, "Kamu gimana Gib?" tanya Shella pada Gibran.
Gibran mengangguk setuju.
Akhirnya, dengan ia berkata satu kalimat, kelar juga tugas mereka. Dari tadi kek, ribet amat milih scene tempat, batin Lena menggerutu.
Shella membereskan peralatannya, "Aku duluan ya? udah dijemput sopir," kata Shella pamitan. Lena mengangguk, "Hati-hati."
"Iya."
Setelah kepergian Shella, Lena ikutan membereskan alat tulisnya, "Gue duluan Gib."
Gibran tak menjawab, ia fokus pada ponselnya. Lena bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan keluar dari ruang kelas. Ia melirik jam di pergelangan tangannya, pukul 17.35. Lena bergegas keluar dari gerbang sekolah, tak mau ketinggalan angkutan umum. Sebelum kerja kelompok tadi Lena sudah memberi tahu Erland, bahwa ia tidak ikut nebeng pulang. Terpaksa Lena menunggu angkutan umum yang melintas di jalanan.
Lena mendudukkan pantatnya di halte bus depan sekolahnya. Menit demi menit berlalu, sekarang sudah masuk waktunya Maghrib dan ia masih duduk di depan sekolah, seorang diri.
Ia mengeluarkan ponsel dari saku bajunya.
"Yah...yah kok mati?" Lena berusaha menghidupkan ponselnya, namun nihil baterainya habis.Sial!
Lena berdiri, ia melangkah gontai ke arah jalan pulang. Niat hati ingin memesan ojek online, tapi semesta tidak mengizinkannya. Terpaksa ia berjalan berkilo-kilo meter menuju rumahnya, entah ia sampai jam berapa.
"Mau bareng?"
Lena menoleh, ia merasa pertanyaan itu ditujukan pada dirinya. Ekspresi yang pertama Lena tunjukkan adalah wajah melongo.
KAMU SEDANG MEMBACA
AILLENA
Teen FictionAillena Nerissa. Gadis ceria yang memiliki banyak teman laki-laki dan satu perempuan-teman semeja lebih tepatnya. Gadis friendly pecinta permen gagang ini menyukai teman satu angkatannya, bukan cinta dalam diam melainkan cinta dalam bar-bar. Sampai...