Berjarak sekitar sepuluh meter, Erland, Jordi, dan Aksa berhasil mengikuti Alan sampai ke sebuah apartemen, mungkin tempat tinggalnya sekarang. Ketiga cowok itu terdiam saat mata mereka menatap orang yang tak asing, terutama Erland.
Orang yang selama tiga hari ini berusaha ia hindari. Seseorang yang berhasil membuatnya bertambah cemas dan berfikir negatif tentang Lena. Dia adalah Dira, Mama Lena bersama tiga orang laki-laki dewasa bertubuh tinggi tegap dengan seragam yang melekat sempurna di tubuh proposionalnya.
"Gila sih! temen kita mau digrebek polisi," ujar Jordi heboh saat melihat salah satu polisi mencoba mengetuk pintu dengan brutal.
"Samperin," Aksa menyahut sembari berjalan pelan ke arah empat orang itu, diikuti Erland dan Jordi di belakangnya.
Erland terkesiap ketika dua orang polisi menangkap Alan saat cowok itu tidak bisa menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan Dira.
"Mama?!"
Perlahan senyum Erland merekah saat suara yang akhir-akhir ini ia nantikan terdengar kembali, terutama pemiliknya. Namun, senyum itu lekas surut ketika ia melihat ada perban putih yang melingkar sempurna di kepala gadis itu.
Lena menghaburkan tubuhnya ke dalam dekapan Dira. Rasa rindu selama beberapa hari kemarin terbayar sudah. Ia senang. "Kangen..." rengeknya.
Dira terkekeh, wanita itu mengelus pelan surai panjang anaknya, "Mama juga kangen sama kamu, Nak."
Menghirup dalam parfum Ibunya sembari memejamkan mata. Lena tidak memperdulikan orang sekitar. Ia hanya ingin melampiaskan rindu kepada perempuan yang telah melahirkannya.
Ketiga polisi di sekitar pintu tetap diam, menunggu perintah Dira akan tindakan selanjutnya. Alan dalam cengkraman dua polisi di tangan dan bahunya nampak tak berkutik, ditambah borgol yang melilit kedua tangannya di belakang.
Mengurai pelukan sembari mengusap air mata yang sempat mengalir sedikit, air mata kebahagiaan. Dira menatap anak semata wayangnya sembari mengusap satu bulir air mata yang juga ikut jatuh membasahi pipi Lena.
Dira berbalik badan seraya mengeluarkan perintah mutlaknya, "Bawa anak ini, Pak."
Melebarkan mata sambil menatap sang Mama dan Alan bergantian. Lena tidak menyadari jika di ruangan ini terdapat polisi. "Ma, ini maksudnya gimana?" tanyanya bingung.
Cewek itu melempar tatapan ke arah sahabat kecilnya, Erland. Seakan meminta jawaban atas kebingungannya.
Ketiga polisi itu mulai bergerak, menyeret Alan menjauhi Lena. Gadis itu tak tinggal diam, Lena berusaha mencegah ketiga polisi yang akan membawa Alan. Ia perlu jawaban. Dan akhirnya ketiga polisi itu menurut, menunda jalannya.
Lena beralih menatap Mamanya. Ada kilatan amarah dalam mata beriris itu -yang sama hitamnya dengan milik Lena-. Ibu mana yang ingin anaknya diculik? tidak ada kan. "Ma, tolong jelasin. Ini kenapa Alan bisa dibawa polisi?"
Dira diam, enggan menjawab.
Menggoyangkan lengan kanan Dira beberapa kali, Lena mulai memelas, "Ma, jawab dong."
"Karena dia udah culik kamu."
Lena menautkan alisnya, "Culik? Alan nggak culik Lena kok, Ma. Malah dia udah bantu Lena, kasih Lena tempat tinggal. Panggil dokter untuk obatin luka Lena." jelas gadis itu.
Dira menoleh ke arah anaknya, "Kalau dia tidak culik Kamu, pasti dia udah bilang ke Mama, hubungin Mama. Kasih tahu kalau anaknya ada sama dia. Ini enggak Lena, terus kalau gitu apa namanya. Diam-diam sembunyiin anak orang?" Dira menarik nafas, "Kamu itu perempuan, Lena. Jelas Mama khawatir sama kamu," Pipi sudah kering, kini kembali dialiri air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
AILLENA
Teen FictionAillena Nerissa. Gadis ceria yang memiliki banyak teman laki-laki dan satu perempuan-teman semeja lebih tepatnya. Gadis friendly pecinta permen gagang ini menyukai teman satu angkatannya, bukan cinta dalam diam melainkan cinta dalam bar-bar. Sampai...