41. UNGKAPAN HATI

71 1 0
                                    

Mendadak, gue mau jadi orang egois.
Nggak salah 'kan?

Alan Reinaldo

***

"Kita bisa menggunakan rumus...tolong persiapkan buku catatan, ibu tidak akan mengulang. Pertama rumusnya am × an = a pangkat m + n, kedua a pangkat m per a pangkat n = a pangkat m - n, ketiga-"

Kruk! Kruk!

Pandangan kosong sembari bermain cutter berwarna hijau adalah kegiatan yang Alan lakukan sekarang. Cowok itu mengabaikan penjelasan Bu Reni mengenai pelajaran favoritnya, matematika.

Ia hanya ingin segera pulang.

Mengingat di tempat tinggalnya sekarang, ia tidak tinggal sendiri, melainkan dengan seseorang yang ia sukai diam-diam. Membuat seulas senyum manis terbit di bibirnya.

Ting!

Alan berdecak kesal, laki-laki itu melirik sejenak guru yang tengah menulis materi di whiteboard. Pelan Alan menunduk, mengecek ponselnya di bawah meja, takut ketahuan.

Mama😑

Al

Pulang dong, Nak...
Kamu kemana sih??

Mama punya salah?

Enggak kok Ma

Alan ada urusan benter
Nanti pulang.

Senggolan pelan di sikunya, berhasil membuat Alan mengangkat kepala. Laki-laki itu menoleh ke arah pelaku, Gibran. Dengan melirikkan mata ke depan, Alan mengerti maksud Gibran.

Bu Reni memberi pelototan tajam padanya. Alan membalas dengan cengiran. Lalu pelajaran berlanjut sampai bel pulang berbunyi. Alan bersorak senang dalam hati, cowok itu bergegas berdiri sembari menyampirkan tas di bahu kirinya.

Sedikit berlari, Alan mendahului Bu Reni yang berjalan pelan, tanpa berkata apapun. Tidak sopan. Bu Reni hanya membalas dengan dengkusan kesal.

Alan memacu mobilnya kencang. Tanpa membutuhkan waktu lama, cowok itu telah memarkirkan mobilnya rapi di basemant sebuah apartemen.

Tanpa menyadari, jika sedari tadi ia diikuti oleh tiga buah motor sport.

Cowok dengan kalung berwarna hitam itu berdecak senang, "Benar kan dugaan gue. Keperluan Alan patut dicurigai," katanya bangga.

"Sombong," balas temannya tajam.

Jordi melirik Aksa sekilas, "Yaudah yuk, masuk." ajaknya seraya berjalan meninggalkan motornya diikuti kedua temannya di belakang.

Cita-cita cowok itu yang ingin menjadi seorang detektif sedikit berjalan dengan lancar. Sampai-sampai kemarin ia membelikan bahan bakar untuk  motor Erland dan Aksa. Takut hal yang menjengkelkan terjadi di perjalanan saat mereka tengah membuntuti Alan. Benar-benar berlebihan.

***

Lantai 7 nomor 35 adalah tempat tinggal Alan saat ini. Dengan senyum mengembang sempurna cowok itu memasuki apartemennya.

Kakinya berjalan memasuki kamar dengan pintu bercat putih, sebelah kamarnya. Pandangannya berhenti tepat ke arah perempuan yang tengah duduk santai sembari menyender di kepala ranjang dengan senyum merekah ke arahnya.

Seorang gadis dengan balutan perban di kepala menjadi hal yang ingin Alan lihat sedari tadi. Cowok itu berjalan mendekat sembari membalas senyumnya.

AILLENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang