17. SIRKUIT

78 5 0
                                    

Bukan berarti orang pendiam tidak bisa marah. Mereka juga manusia yang memiliki nafsu itu.
Jika marah, mungkin mereka lebih seram dan menakutkan dari pada orang yang suka marah-marah.

AILLENA

***

Beberapa kali gadis itu menyembulkan kepala ke dalam kelas yang masih berlangsung jam pembelajaran. Dia tidak ada takut-takutnya sama sekali dengan guru yang sedari tadi merasa terganggu dengan kehadirannya.

Sebelum kesini tadi, dia sudah keluar dari kelas duluan, hanya demi menemui seseorang di kelas tetangga. Dengan alasan izin ke toilet, sudah biasa dilakukan. Alasan yang memang cepat dipercaya oleh para guru.

"Sampai sini pembelajaran kita pada pertemuan kali ini. Semoga kalian semua lancar dalam PTS besok Senin. Ibu akhiri selamat sore semua," pamit guru gemuk itu.

Lena melebarkan senyum manisnya saat Bu Widya menatapnya. "Dasar anak muda, ngapel teroosss." Sindirnya cukup keras.

Lena membulatkan kedua matanya, ia mencibik, "Iri aja anak tua." balas Lena pelan. Yang pasti guru itu tak bisa mendengar cibikkan Lena. Sudah berbelok, ditelan lorong kiri.

"Batu!" panggil Lena dari ambang pintu.

Lena menarik sudut bibirnya, tersenyum lebar saat pujaan hati melintas di sampingya, "Hai Awan, maaf kali ini Lena selingkuh dulu ya?" ijin Lena, sumringah.

Awan menoleh, menatapnya sinis, "Nggak perduli." lengosnya, kembali melangkahkan kaki dengan tas punggung di sampirkan di bahu kanan.

"Kalo gue nggak suka, udah gue jitak lo dari lahir," gumam Lena pelan.

"Kenapa nyari gue, kangen?" Lena terkejut saat suara bass masuk ke telinganya, sangat dekat. Lena mengalihkan pandangannya ke arah cowok yang sedang tersenyum jahil.

"Pede gile." ketus Lena.

"Jadi cewek jangan jual mahal."

Lena tak merespon, ia memilih menarik lengan Bara kuat. Membawanya menuju tempat sepi.

"Kan, lo kangen sama gue. Buktinya lo bawa gue ke tempat sepi gini." cerocos Bara. "Hayo, lo mau ngapain gue di tempat sepi. Jangan sekarang deh Ring, gue belum siap."

Spontan Lena menjitak kepala belakang Bara, "Dasar mesum."

Bara terkekeh.

"Gue mau tanya beneran ini. Serius tapi lo jawabnya."

"Iya-iya, lo mau gue seriusin sekarang juga ayo."

"Tuh kan, gue belum bilang aja udah bercanda."

"Yaudah duduk dulu, sini," Bara menarik lembut pergelangan tangan Lena menuju bangku belakang sekolah. "Gini kan enak."

"Lo nanti malam sibuk nggak?" basa basi Lena.

"Emm, enggak. Kenapa?"

"Lo tau tempat balap motor di Jogja?"

"Tau."

"Sipp, nanti malam ada balapan?" tanya Lena antusias.

"Ada."

"Bagus, temenin gue kesana ya Bar? Please..." mohon Lena, mengeluarkan jurus perempuan kebanyakan. Puppy Eyes.

Sesaat Bara terpana dengan mata bulat hitam legam milik Lena, seolah tengah memancarkan sebuah harapan yang harus segera di kabulkan.

"Ngapain?" heran Bara.

Lena tersenyum misterius, "Gue punya misi. Penting. Dan rahasia."

"Wah, gue curiga. Lo suruhan polisi ya?" tuduh Bara. "Ngaku lo!" Bara menggelengkan kepala beberapa kali seraya bangkit dari kursi yang ia tempati. Menatap Lena penuh selidik.

AILLENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang