28. BELAJAR APA PACARAN?

73 4 1
                                    

Kartun dengan pemain dua anak kembar tidak mempunyai rambut, kecuali abangnya--hanya satu helai, menjadi totonan wajib bagi gadis ber-hoodie dusty itu.

Entah bagaimana ia bisa menyukai kartun yang beberapa kali diulang adengannya. Menurutnya sangat lucu.

"Kalo ada beneran, gue karungin deh, langsung bawa pulang," katanya disertai cekikikan.

Ia meraih ponsel di atas meja kaca bundar di depannya, mengecek sekarang sudah pukul berapa, juga ia duduk sendiri di sini sudah berapa menit.

Lena berdecak, sudah hampir maghrib tiba, namun orang yang sedari tadi ia tunggu tak kunjung datang. Padahal waktu belajar yang disepakati akan dilaksanakan pukul lima sore tadi.

Sambil mengunyah coco krunch, makanan yang menemaninya selama setengah jam yang lalu. Dan sekarang hampir tandas ia telan.

"Assalamualaikum!"

"Permisi!"

Samar-samar ia mendengar suara orang memanggil dari arah luar pintu rumah Papanya. Ia memutar bola matanya. Lena berjalan membukakan pintu utama, dengan ogah-ogahan.

Senyum manis menyambut netra cokelat Lena, orang yang ia tunggu itu seolah tidak memiliki dosa dan lupa akan kesalahannya.

Dahi Lena bergelombang hingga membentuk beberapa lipatan, "Kok Kak Sheza ikut?" herannya.

"Hehe, nggak papa, kan?" jawab Sheza ceria, gadis itu memeluk lengan kiri Mahen posesif.

Lena terkekeh malas, "Iya, nggak papa, masuk aja kak." gadis itu membuka pintu lebar-lebar. Senyum ramah menyambut dua tamu itu.

"Bentar ya Kak, aku buatin minum dulu," pamit Lena sopan, Lena berlalu dari hadapan pasangan alay itu.

"Kamu di sini berapa detik?" tanya Sheza sesaat setelah Lena melenggang pergi ke dapur. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah Lena.

"Ya ampun She, nggak usah lebay." Mahen terkekeh, "Paling cuma satu jam."

"Iya, satu jam berapa detik, Mahan?" gemas Sheza. Gadis itu duduk menyender di sandaran sofa yang mereka duduki.

"Hitung dong. Udah kelas sebelas juga, masa gitu aja nggak tau," ejek Mahen. cowok itu memainkan jemari tangan Sheza.

Sheza memberengut kesal, ia mulai menghitung dengan kesepuluh jari tangannya. Mulut gadis itu juga bergerak mengucapkan angka-angka.

Mahen tersenyum geli, ia mengacak rambut Sheza gemas, "3.600 sayang, gitu aja lama." cowok itu memeluk pinggang Sheza dari samping, tangan kanannya ia gunakan untuk mencubit hidung mancung Sheza.

"EKHEM!" dehem Lena keras, dengan santainya gadis itu melangkah mendekat. Mengabaikan tingkah dua insan yang sedang gelagapan. Salah tingkah.

"Ini Kak minumannya." Lena menyondorkan dua gelas jus alpukat dan beberapa cemilan. "Bentar ya Kak Mahen, aku ke atas ambil buku dulu." pamit Lena seraya bangkit berdiri. "Jangan canggung Kak. Silahkan dinikmati." tersenyum manis lalu melangkah menaiki satu-persatu anak tangga.

"Kamu sih Hen," tuduh Sheza, ia mengangkat jus alpukat, meminumnya sedikit.

"Kok aku?"

AILLENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang