20. GELANG HITAM

74 5 0
                                    

Erland melirik jam tangan hitamnya, "Udah waktunya makan siang Len. Berhenti dulu, lo mau makan apa?" tanyanya.

"Apa ya?" Lena meletakkan tangannya di dagu, seolah dirinya tengah berfikir. "Lo bisa masak apa, Er?" bukannya menjawab, Lena justru balik bertanya.

"Apa aja asal bisa dimasak dan halal." jawab Erland sekenanya.

"Terserah lo aja Er, bingung gue." putus Lena akhirnya. "Besok-besok kalo mau nawarin gue makanan lebih baik dipikir dulu deh Er. Lo tau kan gue doyan makan? entar lo bokek lagi!" seloroh Lena.

"Gue bokek buat makan lo juga nggak papa, Len," balas Erland seraya bangkit berdiri.

"Serius?" sifat jahil gadis itu mulai merangkak naik.

"Beneran." jawab Erland tanpa nada bercanda seperti biasanya. Dan entah kenapa Lena langsung terdiam. "Gue buatin pecel, mau?" tanya Erland setelahnya.

"Boleh, itu makanan kesukaan gue malah!" seru Lena girang.

'Tau.'

"Yaudah, ayo bantuin." ajak Erland.

Lena mengangguk, gadis itu mengekor di belakang tubuh tegap Erland. Mungkin jika dilihat dari depan dengan garis yang lurus, dirinya sudah tidak terlihat. Memang tubuh Erland sangat tinggi, hanya sebatas dada dengan Lena.

Lena memperhatikan setiap gerakan cekatan Erland dalam mencuci sayur. Gesit, Rapi, dan lihai. Erland sangat jago dalam hal berbau dapur, lebih tepatnya masak-memasak. "Cita-cita lo chef ya, Er?" tanya Lena tiba-tiba.

"Waktu gue SD, sekarang gue malah bingung mau jadi apa," jawab Erland, cowok itu masih terfokus pada sayurannya.

"Lo cocok banget Er jadi chef. Gue sebagai sahabat dukung lo!" seru Lena sembari mengangkat kepalan tangan kanannya.

"Sahabat ya?"

"Iya. Sahabat!" Erland tersenyum kecut saat jawaban cukup semangat tanpa beban berhasil masuk ke indra pendengarannya.

"Lo nunggu ini mateng," ujar Erland sambil memasukkan sayur hijaunya ke dalam panci dengan air yang sudah mendidih. "Gue mau buat bumbunya dulu," lanjutnya.

Lena mengagguk semangat, "Siap!" jawabnya.

Gadis itu bersenandung kecil untuk menemaninya menunggu sayurannya matang. Sedangkan Erland sibuk dengan sambal kacangnya. Di ruangan ini suara yang mendominasi adalah blender di depan Erland. Sangat menganggu Lena.

"Coba Len lo cicipi, kurang apa," Erland mendekat ke tempat Lena berdiri, cowok itu menyondorkan sesendok bumbu kacang. Lena mencondongkan kepalanya. Mulut gadis itu bergerak, merasakan setiap rasa yang menyapa lidahnya, "Emm, kurang...belaian!" Lena tertawa setelahnya.

Erland menonyor kening Lena menggunakan telunjuknya, "Dasar!" cowok itu terkekeh pelan. "Bukan kurang peka?" lanjutnya.

"Iya! itu juga kurang, tambahin Er!" gadis itu tertawa pelan.

Erland tak menjawab, cowok itu kembali ketempatnya, "Kayak lo, nggak peka," lirihnya.

***

Gadis cantik berkaos sofe grape dengan celana black di bawah lutut tengah mengerutkan keningnya saat mendapati benda berwarna hitam, yang ia temukan di pojok almari ruang tamu rumah sahabatnya. "Erland!" teriaknya.

"Iya! kenapa?" seorang cowok dengan kulit putih terawat dan alami berjalan santai dengan setelan kasualnya.

"Sejak kapan lo punya gelang? kecil lagi," Erland membulatkan matanya, cowok itu berjalan cepat ke arah Lena lalu merampas gelang yang sedang diamati sahabatnya.

'Risa.'

Mata cowok itu berbinar senang, "Kirain udah ilang. Ternyata masih ada!" Lena mendelik geli melihat reaksi berlebihan Erland. "Gelang dari siapa sih, sampai segitunya?"

"Gelang bersejarah Lena," jawab Erland. Cowok itu masih menatap lekat gelang yang dipegangnya. Fokus Erland belum bisa teralihkan dari gelang mini digenggamnnya. Dan entah kenapa Lena tidak suka itu.

'Dari siapa sih, sampai segitunya.'

Terjadi keheningan sesaat, Erland yang masih tidak percaya gelangnya ada. Sedangkan Lena menatap ponselnya serius.

Tiba-tiba Erland mendongak, "Lena," panggilnya pelan. Aillena beralih menatap Erland, sesaat gadis itu terperangah dengan tatapan lembut dan sedikit....sedih? yang ditunjukan Erland kepadanya. "Iya?" dan hanya itu yang bisa Lena lontarkan.

"Janji, kalau apapun yang terjadi lo jangan tinggalin gue, begitupun sebaliknya. Dan lo maupun gue akan selalu ada, susah maupun senang. Suka dan duka. janji ya Lena?" pinta Erland, berharap.

Lena tersenyum manis, "Iya Erland, gue nggak akan ninggalin lo. Kecuali, semesta nggak mau kita bersama, itu udah beda lagi," senyum Lena semakin lebar.

"Kelingkingnya dong." Erland menyodorkan jari paling kecilnya, seraya tersenyum tulus.

Lena terkekeh, gadis itu membalas dengan senang hati jari Erland.

***

Follow istagram:
@moozyedeva
@aillena._

AILLENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang