37. MASA LALU TERULANG LAGI

62 2 0
                                    

Jangan terlalu percaya sama orang yang sangat dekat dengan dirimu,
besar kemungkinan orang itu adalah yang paling berbahaya buat kamu.

Aillena Nerissa

***

Jalan berliku, sempit, dan suasana sepi, menimbulkan kasan tersendiri bagi Lena. Ditambah langit yang memancarkan aura gelap, siap menumpahkan isinya.

Entah kenapa, perasaan Lena tidak karuan.

Bangunan tinggi terdiri dua lantai dengan cat putih yang memudar menjadi sorotan mata Lena. Gadis itu menggaruk tengkuknya, "Di sini GOR-nya, Wan. Kok sepi?" tanyanya ragu. Memang bisa disebut demikian, sebab bangunan -mungkin- sudah tua dan tak layak pakai di depannya menjadi tempat olahraga Awan. Sangat aneh bukan?

"Iya, di sini. Ini kan udah gelap, mana ada orang olahraga? mungkin kalo siang dan cuaca mendukung banyak kok yang datang," jelas Awan sedikit ragu. "Yaudah yuk, masuk."

Lena mengangguk. Lalu mulai melangkahkan kakinya mengikuti Awan dari belakang. Mata hitam legam itu tidak bisa diam untuk tidak menyapu sekelilingnya. Juga tangan yang selalu mengusap lengan, udara dingin akan turunnya hujan seakan menambah suasana mencekam dalam gelapnya GOR bulu tangkis ini.

"Nggak ada lampu apa ya, Wan?" tanya Lena heran.

"Entah, lupa dinyalain kali."

Satu persatu kaki Lena menaiki anak tangga yang sudah usang. "Emang nggak ada niatan buat perbaikin ini GOR? udah nggak layak pakai lho." ujar Lena.

Awan mengangkat bahunya. Cowok itu membuka pintu sedikit rusak di depannya. Saat ini Lena dan Awan sudah sampai di lantai dua, lebih tepatnya di depan ruangan tertutup.

Awan celingukkan di depan pintu, tampak mencari sesuatu di dalam ruangan itu. Tak lama Awan menggelengkan kepalanya.

"Udah ketemu barangnya?" tanya Lena saat matanya tak menemukan barang apapun digenggaman Awan.

"Mendadak aku lupa cari apa," jawab Awan seraya berbalik badan. "Pulang aja yuk, nggak usah dicari."
Cowok itu mendorong bahu Lena pelan, "Jalan duluan gih, aku di belakang."

Sesat Lena mengernyit, Awan masih muda kan? kok pelupa?
Tanpa menaruh curiga Lena menganguk, mengiyakan ucapan Awan.

Lena berjalan pelan, tangan kirinya bergerak menyentuh tembok. Tidak mungkin ia akan berpegangan pada pembatas tangga, mengingat gedung ini terlihat tua.  

Gadis itu tampak serius dalam melihat jalannya, penerangan yang minim membuat ia membuka matanya lebar dan harus tetap jeli.

Hingga sebuah tangan kekar menyentuh punggung Lena keras. Gadis itu tidak bisa menyeimbagi langkahnya. Pekikan nyaring Lena menggema di seluruh penjuru GOR bulu tangkis yang Lena kunjungi.

Gadis itu terguling ke bawah. Cukup tinggi karena Lena baru menginjak beberapa undakan saja.

Lena tidak bisa mempertahankan kesadarannya, perlahan pengelihatannya buram. Terakhir yang ia dengar adalah kekehan seseorang, dan Lena hafal itu suara siapa. Suara bass Awan.

Sampai Lena menutup matanya, dengan darah segar yang terus mengalir dari dahinya.

Awan mengetikkan beberapa kata dalam ponselnya, lalu ia kirimkan pada seseorang.

+62 812-5784-xxxx

Orang yang lo sayang,
sekarang lemah

Jln. Batu ijo, lembah sungai
Gor bulu tangkis

Awan menatap sekilas Lena yang sudah tidak sadarkan diri. "Sorry Len." gumamnya merasa bersalah. "Seenggaknya gue bertanggung jawab nyariin lo bantuan. Semoga dia jodoh lo, gue berharap lo nggak ganggu Mia sama Erland lagi. Dengan cara ini, mungkin lo bisa benci sama Erland," ujarnya seraya melangkah keluar. Meninggalkan Lena sendiri.

AILLENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang