3. TEMAN SEMEJA

174 6 0
                                    

Aku tidak butuh ambisi atau obsesimu, aku butuhnya kamu selalu di sini, di sampingku.

Aillena Nerissa

***

Kini Lena sedang duduk manis di bangku tengah nomor dua dari belakang. Ia mencoba fokus ke depan, mendengarkan pelajaran fisika dari Bu Derta. Lena sempat berpikir ulang, apa iya ia salah jurusan, Lena sama sekali tidak menyukai pelajaran fisika beserta teman-temannya.

Krit!

Lena terkejut, ia menoleh ke samping kanannya, "Ngapain lo kesini?" ujarnya bingung, menatap Alan yang hanya menyengir.

"Mau nanya, sekalian ngerjain bareng," ucap Alan santai, ia membuka buku tulis dan fokus dengan papan tulis, menulis soal yang diberikan Bu Derta.

"Lah, ngapain nanya gue? gue aja gak paham." ujar Lena percaya diri.

"Siapa juga yang nanya lo?" Alan menatap taman sebelah Lena, "Gue mau nanya Shella, ya nggak Shell?"

Shella mengangguk kaku, "I-Iya," ujarnya gugup, dengan pipi yang mulai merona.

Lena memutar kedua bola matanya malas.

"Makanya jangan geer Len, gue tau nilai fisika lo anjlok, udah gila kali gue nanya sama lo," ujar Alan terkekeh.

"Siapa juga yang geer."

"Lo lah!"

"Y-ya gimana nggak geer, lo aja duduk di samping gue," elak Lena, tak mau kalah.

Alan mengedikkan bahunya acuh, ia mulai menanyakan materi yang belum ia mengerti pada Shella. Sesekali mereka tertawa, membuat Lena yang tengah fokus menulis soal menjadi terganggu, "Lo berdua bisa diam nggak sih?! ganggu tau nggak?"

Alan menatap sinis Lena, "Sewot aja Mbak."

Lena tidak menggubris, ia bangkit berdiri, meninggalkan dua insan yang sedang ketawa-ketiwi. Lena tidak tahu apa yang membuat mereka tertawa sebegitu kerasnya. Terutama Alan, kalau Shella sih hanya tertawa lirih, biasa cewek jaim.

Lena berjalan menuju kursi tempat Alan duduk, di samping ketua kelasnya. "Hallo Pak Keke," sapa Lena ramah pada Gibran. Gibran Ardana, salah satu cowok yang termasuk siswa baik-baik, tampan, dan irit bicara, menurutnya. Gibran juga siswa berprestasi di sekolah, anak teladan.  Banyak teman di kelasnya yang termasuk murid yang mengejar ranking dan ambisius dalam belajar, termasuk Shella.

Dan itu juga yang membuat Lena malas di dalam kelas karena mayoritas cowok dan cewek di dalamnya banyak sekali kutu buku. Ya, Lena mendapat kelas unggulan. Lena juga tidak tahu kenapa ia bisa tersesat di kelas yang selalu berebut peringkat dan perhatian guru padahal nilai UN SMP-nya dulu rata-rata.

Gibran menoleh, dengan sebelah alis terangkat. Lena sungguh dibuat kesal, bagaimana bisa cowok irit bicara seperti Gibran ini di jadikan ketua kelas?

Lena akui di dalam kelasnya ini hanya Gibran dan Alan yang nampak tampan dan keren. Hanya saja ia tidak suka dengan sifat Gibran.

Lena tertawa canggung untuk mengatasi suasana yang mendadak hening, "Gue duduk di sini ya? Alan pindah tuh di bangku gue. Dan gue juga nggak mau jadi nyamuk," ini nih ini, yang membuat seorang Lena jadi mati kutu dan susah mencari topik obrolan dengan seorang cowok. Dan semua disebabkan oleh satu makhluk Tuhan menyebalkan, Gibran Ardana.

Gibran mengangkat bahunya acuh, ia mengambil posisi tidur dengan kepala diletakkan di atas tas yang sudah ada di atas meja saat Bu Derta izin keluar, ada keperluan katanya. Lena rasanya ingin mencekik leher cowok ini. Bisa-bisanya dia mengabaikan ucapan Lena. Memang sih tidak penting untuk dijawab, tapi setidaknya dibalas gitu lho.

AILLENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang