Langkah kaki Vanesha terhenti tepat di halte bus depan sekolahnya. Hatinya semakin gusar kala kedua maniknya menatap jam yang terikat dilengan kanannya. Hari semakin sore, gojek yang ia pesan belum kunjung datang dan tidak ada taksi satupun yang lewat.Tanpa pikir panjang, jarinya mulai mengetikan nama seseorang di ponselnya. Ia harus menghubungi Kevan untuk menjemputnya.
"Halo?" sapa Vanesha saat panggilannya sudah terjawab.
"Iya, ada apa?"
"Kak Kevan bisa jemput Shasya di sekolah, nggak?" tanya Vanesha ragu-ragu.
"Lho, kamu ngapain jam segini di sekolah?"
"Shasya ikut seleksi buat acara pensi, Kak. Sebenarnya tadi bareng sama temen-temen, tapi karena Shasya yang dipilih, akhirnya mereka aku suruh pulang duluan."
"Ya, Kakak nggak bisa lah, Dek. Kakak kan nganterin mama sama papa ke bandara. Ini juga masih di bandara."
Vanesha menghela napasnya pelan. "Ya, sudah. Shasya mau cari taksi saja."
"Maaf, ya. Pulangnya hati-hati."
"It's okay, bye!"
Ia memutuskan panggilannya sepihak. Lantas, ia menghembuskan napasnya kasar. "Aduh, taksi pada kemana, si?" gerutunya kesal seraya menghentak-hentakan kakinya.
"Udah nggak ada taksi."
Vanesha terkejut bukan main, ia segera membalikan badan untuk melihat siapa yang mengajaknya berbicara.
"Eh, Kak Gibran?" beonya saat kedua maniknya menangkap Gibran yang tengah berdiri dengan kedua tangan yang disilangkan di depan dadanya.
"Mau pulang bareng?"
"Pulang bareng? Ee-eh, enggak usah, Kak. Nanti jadi merepotkan." Ujarnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Iya, nggak usah!"
Vanesha mengerutkan keningnya, lantas mendengus kasar.Sedangkan Gibran hanya menoleh ke belakang seraya menaikan sebelah alisnya. "Vero?" beonya pelan.
"Lo nggak perlu repot-repot buat nganterin Shasya, karena dia balik sama gue." ujar Vero kembali seraya merangkul Vanesha.
"Tapi, di--"
"Bye, Kakak senior!"
Vero melangkahkan kakinya pergi dengan Vanesha yang ada di rangkulannya. Lantas, ia melambaikan tangannya ke atas. Gibran sempat melongo dengan sikap Vero, lantas ia berdecih pelan, "Dasar bocah!"
Sedangkan Vanesha, ia sudah menggerutu kesal sejak tadi. Vero benar-benar menyebalkan, tidak sopan.
Saat rangkulan Vero mulai mengendur dan lebih rileks, ia menghempaskan tangan Vero dengan kasar. "Ih, lepasin!"
Vero hanya mengerutkan keningnya tanpa merasa berdosa sedikitpun.
"Nggak sopan banget jadi orang!" desis Vanesha, lantas melangkahkan kakinya lebih dahulu di depan Vero.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVEROSA [END]
Teen FictionHAI-HAI! 🦋🦋🦋 SEBELUMNYA AKU MINTA MAAF SAMA KALIAN SEMUA, YA! MUNGKIN ADA BEBERAPA PART YANG NGGAK NYAMBUNG ATAU ANEH. KARENA, CERITA INI SEDANG MASA PERBAIKAN! DAN KARENA AKUNYA MALAS. JADI, MASA PERBAIKANNYA LAMA. wkwk. 🌞🌞🌞 Kisah ini tent...