Tidak ada yang bisa menghentikan takdir, namun kita masih bisa mengubah arah takdir.
***
Hari demi hari berlalu begitu lambat, sudah lebih dari satu minggu, Vero belum beranjak dari rumah sakit, ia masih setia menemani Vanesha yang tengah bermimpi di alam bawah sadarnya.
Tak ada yang berubah, Vanesha yang masih lelap dalam tidurnya, begitu juga dengan Vero yang masih lelap dengan segala penyesalannya. Hingga kini, tidak ada yang bisa membujuknya untuk pulang sekedar membersihkan diri atau bahkan sekolah.
Ceklek!
Pintu terbuka, menampakan dua sosok wanita paruh baya, diikuti pria paruh baya yang sama-sama menampilkan sorot mata sendu. Mereka orang tua Vero, Citra dan Jony, begitu juga dengan Lauren.
Ketiganya mendekati tubuh Vero yang masih meringkuk, menggenggam tangan Vanesha kuat-kuat, seolah-olah ia sedang memberikan kekuatan padanya.
"Vero?" panggil Citra, ibu Vero. Namun, tak ada jawaban sedikit pun dari putra satu-satunya itu.
"Ver, kita pulang, yuk? Nanti kesini lagi,"
"Vero mau disini, sampe Shasya sadar!" ujar Vero setelah sekian lama bertahan dengan diamnya.
"Vero pulang! Jangan keras kepala!" ketus Jony, ayah dari Vero.
"Vero, dengerin tante nak!" panggil Lauren seraya mengusap pundak Vero dengan lembut.
"Kamu ngga tega kan lihat Shasya terbaring sakit begitu?" Vero hanya bisa mengangguk lemah, seakan tak ada kekuatan lagi untuk dirinya hidup.
"Nah, sama kayak Shasya. Shasya juga pasti ngga tega lihat kamu terus-terusan begini. Jadi, kalau kamu beneran sayang sama Shasya, kamu harus sayangi dulu diri kamu sendiri. Kalau kamu lemah dan putus asa kayak gini, terus nanti siapa yang akan nguatin Shasya? Karena yang Shasya butuhin itu kamu nak," tutur Lauren sambil mengusap lembut puncak kepala Vero.
"Tapi, kami nggak akan pernah dapetin kebahagiaan itu!"
Shak!
Tak ada yang melanjutkan bicaranya. Kali ini, ia berhasil membuat para orang tua itu diam membisu. Sedangkan Jony, ia merasa sangat terpojokan oleh putranya itu, namun ia juga merasa bersalah atas tindakannya yang menjodohkan putranya dengan wanita yang sama sekali tidak dicintainya, itu semua hanya demi kelancaran bisnis.
"Menghidupkan rakyat dengan memberinya racun!"
Vero berdecih pelan, "egois!"
"VERO!!"
"Papah....." panggil Citra seraya mengingatkan pada suaminya untuk menahan amarahnya, karena ini adalah rumah sakit, bukan ajang perkelahian.
"Lebih baik saya keluar, saya tidak akan ikut campur, permisi," pamit Lauren yang sudah beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut.
"Yang harusnya marah itu Vero. Papah sudah merenggut semua kebahagiaan Vero!"
"Dan sekarang papah menang. Selamat! Papah berhasil buat hidup Vero makin menderita!"
"Jangan bodoh kamu! Apa masalahnya? Kamu itu akan hidup enak, setelah menikah dengan Vera! Papah bisa jaminkan itu!!"
"TAPI BUKAN KEHIDUPAN ITU YANG VERO INGINKAN PAH! ITU MENYAKITKAN!!"
"HIDUP VERO SEPERTI SAMPAH!"
DEG
Entah sudah kesekian kalinya, Citra dan Jony mengerjapkan matanya perlahan. Mereka masih tak menyangka dengan penuturan putra satu-satunya ini, karena untuk kali pertamanya Vero membentak dan mengeluarkan segala keluh kesalnya. Sebesar itukah rasa cintamu, nak?
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVEROSA [END]
Teen FictionHAI-HAI! 🦋🦋🦋 SEBELUMNYA AKU MINTA MAAF SAMA KALIAN SEMUA, YA! MUNGKIN ADA BEBERAPA PART YANG NGGAK NYAMBUNG ATAU ANEH. KARENA, CERITA INI SEDANG MASA PERBAIKAN! DAN KARENA AKUNYA MALAS. JADI, MASA PERBAIKANNYA LAMA. wkwk. 🌞🌞🌞 Kisah ini tent...