8 🦋 Pak Saptam

519 106 28
                                    

Kring! Kring!

Pagi ini sudah terdengar bunyi alarm untuk kesekian kalinya, namun gadis mungil itu tak kunjung bangun dari tidurnya. Entah apa yang sedang ia mimpikan, hingga untuk bangun saja begitu sulit.

Selang beberapa menit, alarm berbunyi kembali. Gadis itu mulai mengerang dan meraba ranjang untuk mencari ponselnya.

"Berisik banget, si!" decaknya kesal seraya mematikan alarm yang ada di ponselnya. Saat kedua bola matanya terbuka, saat itu jugalah ia terkejut bukan main.

"Anjir, telat!" dalam kondisi setengah sadar, ia berlari sempoyongan menuju kamar mandi. lantas, bergegas menyiapkan diri dan peralatan sekolahnya.

Memoles pelembab bibir menjadi sentuhan terakhir sebelum ia berlari keluar dari kamar.

"Ee-eh, Non. Jangan lari-lari nanti jatuh." Bibi memekik melihat Vanesha berlari dari tangga atas menuju ke bawah, "Ayo, sarapan dulu, Non."

Vanesha berlar mengambil sepatu yang ada di rak sepatunya, lantas ia duduk di lantai untuk memakai sepatu tersebut. "Nggak keburu, Bi. Shasya sarapan di sekolah aja. Kakak mana, Bi?"
"Kak!"

"Kakak, buruan turun! Nanti kita telat!"
Vanesha menghentikan aktifitasnya, lalu mengerutkan keningnya, "Den Kevan nggak pulang sejak kemarin, Non. Semalam Den Kevan telpon rumah, katanya mau rawat oma yang sakit," jelas Bibi seraya memasukan bekal makanan ke dalam tas Vanesha.

Vanesha mengerang kesal, "Ih, Kakak kenapa nggak bilang, si! ... Ya udah, Shasya berangkat dulu, Bi."

"Hati-hati, Non."


🌞🌞🌞


"Aduh, gerbangnya udah ke tutup lagi. Kemana si, itu Saptam." Vanesha mengerang kesal saat pintu gerbang sudah tertutup dan kelas sudah mulai.

"Wah, anak Pemilik sekolah rupanya bisa telat juga." Vanesha segera membalikan badannya untuk melihat orang yang mengajaknya bicara. Ia mendengkus kesal saat kedua meniknya menangkap sosok yang sangat asri di matanya. Ia mencoba mengacuhkannya sambil merotasikan kedua bola matanya jengah.

Di detik itu juga, ia melihat Satpam yang tengah berjalan santai. Vanesha memekik girang, lalu mencoba memanggil Satpam tersebut. "Pak! Pak saptam! ... sini Pak!"

"Pak, tolong bukain ini gerbang, dong. Pak saptam baik, kan?" ujar Vanesha mencoba untuk merayu Satpam.

Pak satpam mendengkus kesal sambil berkacak pinggang, "Sudah jam berapa ini? Kenapa kalian baru datang? Kalian itu sudah telat! Mana boleh masuk!"

"Ih, ini baru jam tujuh lebih, kok Pak. Mendingan Bapak bukain gerbangnya, ya?" rengek Vanesha seraya menunjukan senyuman dan kedipan matanya yang mematikan. Vero yang melihat pemandangan tersebut hanya berdecih seraya merotasikan kedua bola matanya. Dasar bocah!

"Ini sudah lebih dua puluh menit! Kalian nggak boleh masuk!" ketus Satpam seraya berkacak pinggang.

Vanesha mencibirkan bibirnya, lalu ia merubah raut wajahnya sedih, "Pak, setidaknya kita udah berusaha untuk masuk sekolah, daripada nggak masuk sama sekali ..."

Vero mengerang pelan, ia sangat jengah melihat drama yang ada di depan matanya ini. Vanesah memang pandai menggoda.

"Bapak jangan menghancurkan generasi masa depan, dong! Orang mau sekolah masa nggak boleh masuk. Memangnya Bapak mau masuk penjara? Mau masuk neraka?" Pak satpam hanya menggeleng pelan seraya menelan salivanya kasar.

ALVEROSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang